Pedagang Pasar Kajang Kassi Protes Dugaan Pungli, Bersiap Lapor APH

17

SULSELBERITA.COM. BULUKUMBA,  - Sejumlah pedagang di Pasar Kajang Kassi mengaku merasa dirugikan atas dugaan pungutan liar (pungli) terkait pembongkaran dan penataan ulang pasar. Para pedagang mengungkapkan bahwa mereka dibebankan biaya hingga jutaan rupiah untuk mendapatkan los baru, meski lahan tersebut merupakan aset pemerintah. Mereka pun berencana melaporkan dugaan praktik ilegal ini ke aparat penegak hukum (APH).

Salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa dalam musyawarah sebelumnya, para pedagang sepakat untuk membayar Rp2,5 juta per los dengan ukuran 2x3 meter. Namun, seiring berjalannya waktu, harga yang harus dibayarkan justru semakin bertambah tanpa kejelasan.

“Saya merasa tertindas dan dirugikan oleh oknum berinisial AS karena harga los yang ditetapkan berubah-ubah. Bahkan, negosiasi pun sulit dilakukan. Padahal, lahan pasar ini milik pemerintah, seharusnya tidak perlu membayar sebanyak itu,” ujarnya.

Lanjut Sumber, Ia juga menyatakan kekesalannya terhadap oknum AS yang dianggap tidak memiliki wewenang resmi, tetapi tetap menentukan harga los seenaknya.

“Saya sudah menanyakan langsung kepada AS, kenapa harus mengikuti semua ucapanmu? Kamu bukan pejabat, bukan orang yang saya kenal, tapi bertindak seolah-olah punya kuasa. Ini sangat merugikan sebagai pedagang kecil,” tambahnya.

Tak hanya itu, para pedagang merasa terancam karena AS disebut-sebut memberikan ultimatum bahwa los yang belum dilunasi akan dialihkan ke pedagang lain yang bersedia membayar lunas.

“Saya merasa para pedagang diancam dan dipaksa untuk membayar, kalau tidak melunasi, bangunan los akan diberikan ke orang lain,” kata salah satu pedagang dengan nada emosi.

Dugaan pungli ini bermula saat seorang oknum honorer PPI Kajang berinisial AD mendatangi pedagang dan menginformasikan bahwa pasar akan dibongkar dengan alasan penataan ulang. Saat itu, AD menyebut bahwa bahan bangunan lama yang masih layak akan digunakan kembali agar biaya yang dibebankan kepada pedagang bisa lebih ringan. Namun, dalam praktiknya, biaya yang diminta justru membengkak hingga Rp7,5 juta hingga Rp10 juta per los.

Pedagang yang awalnya setuju dengan rencana pembongkaran namun janji keringanan biaya tidak ditepati. “Dulu dijanjikan kalau bahan lama masih bisa dipakai, biaya akan lebih murah. Tapi ternyata ada pedagang yang harus membayar sampai Rp10 juta,” ujarnya.

Merasa semakin dirugikan, para pedagang kini tengah berkoordinasi untuk melaporkan dugaan pungli ini ke pihak berwenang. “Kami tidak akan diam. Dalam beberapa hari ke depan, kami akan melaporkan oknum-oknum yang terlibat. Kami merasa ditindas dan diperlakukan tidak adil,” tegas salah satu pedagang.

(Red)