Menteri Pertanian yang Baru Dilarang Perpanjang MoU dengan TNI AD, ini Alasannya

19052

SULSELBERITA.COM. Jakarta-Memorandum of Understending (MoU) antara Kementerian Pertanian RI dengan TNI AD merupakan nota kesepahaman proyeksi Kementan demi mewujudkan ketahanan pangan dalam negeri. Pada tahun 2011 presiden mengeluarkan Intruksi Presiden yakni Inpres Nomor 5 tahun 2011 dalam upaya mengamankan produksi gabah/beras nasional serta antisipasi dan respon cepat untuk menghadapi kondisi iklim ekstrim, dengan menginstruksikan kepada 18 elemen Negara salah satunya kepada Panglima Tentara Nasional untuk mengerahkan peralatan dan personil dalam memberikan dukungan untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, penanganan bencana banjir, dan kekeringan pada lahan pertanian padi. Inpres inilah yang kemudian mendasari adanya MoU Kementan dengan TNI AD pada tahun 2012. MoU tersebut memberikan ruang penuh bagi militer (TNI AD) untuk masuk ke ruang produksi petani. 

Program yang dimulai sejak tahun 2012 tersebut termuat dalam MoU No.03/MoU/310/M/4/2012 dan No.NK/9/IV/2012 tentang program kerjasama dalam mendukung peningkatan ketahanan pangan, merupakan nota kesepahaman pertama antara Kementan dan TNI AD. sementara dalam kelanjutannya diperbaharuinya MoU baru bernomor MoU No.41/RC.210/B1/01/2014 dan No.KERMA/5/2/1/2014 dan pada tanggal 8 januari 2015 dilakukan perpanjangan MoU kedua oleh kementan dan TNI tentang perluasan kegiatan cetak sawah. kemudian, dilanjutkan perpanjangan MoU ketiga yakni dalam rangka upaya percepatan pelaksanaan kegiatan cetak sawah 2019 bersama TNI di Lorin Hotel Sentul, Bogor pada 29 Maret 2019. 

Advertisement

Namun, dengan terlibatnya militer dalam sektor seperti halnya pertanian, itu kemudian yang banyak menuai kritik di masyarakat, melandasi Koalisi Perjuangan Pemuda Mahasiswa (KPPM) kemudian mempersoalkan terkait keterlibatan TNI dalam program bantuan produksi pangan dengan kementerian Pertanian yang diduga ada tindakan maladministrasi karena program yang dimulai sejak 2012 itu tidak didukung regulasi yang patut, hanya berdasarkan kesepahaman. Selain itu terkait dengan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 yang merupakan rujukan TNI terlibat dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang kiranya sangat berlebihan. Terdapat 14 poin, termasuk mengatasi anti terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, mengamankan objek vital, membantu tugas pemerintah daerah, membantu menanggulangi akibat bencana alam dan pemberian bantuan kemanusian, sampai pencarian dan pertolongan kecelakaan. Namun, dalam pengamatan lembaga HAM, imparsial, lewat peran OMSP inilah, TNI ditengarai melanggar UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang melakukan intervensi ke ranah sipil. Tercatat ada 10 kementrian dan lembaga yang dapat di duduki oleh prajurit TNI yang aktif, dan tidak menutup kemungkinan bertambahnya intervensi TNI di kementerian dan lembaga lain melihat adanya aturan TNI terkait OMSP. 

“OMSP TNI ini kemudian memperlihatkan bahwa Negara saat ini sama sekali tidak ada ubahnya dengan zaman orde baru, melihat keterlibatan TNI keranah sipil itu sama halnya dengan Dwi Fungsi Abri zaman orba. Dimana kita melihat dengan adanya OMSP tersebut mempertegas pengambil alian tugas presiden oleh TNI di perkuat dengan setidaknya ada 30 MoU TNI dengan instansi Negara yang lain salah satunya MoU TNI dengan Polri yang isinya  cukup klausul yang dimana dalam pengamanan unjuk rasa dan kerusuhan sosial. Karena, sering kali kita temukan tindakan yang cukup ekstreme yang dilakukan oleh TNI saat melakukan pengamanan. Seperti kasus pemukulan TNI yang bersenjata di Urutsewu Desa Brencong Kecamatan Bulupesantren Kabupaten Kebumen Jawa Tengah terhadap sejumlah petani 11 September lalu”.

Dimana sebelumnya petani melakukan aksi unjuk rasa atas penolakan pemagaran lahan pertanian warga oleh pihak TNI yang di duga pemagaran tersebut diambil keputusan secara sepihak oleh pihak TNI tanpa ada intruksi dari Pemerintah setempat dan juga Presiden. 

Dengan adanya MoU tersebut, memperlihatkan bahwa Negara dalam kepemimpinan Joko Widodo sama sekali tidak memperlihatkan ketegasannya sebagai kepala Negara dengan banyaknya tugas pemerintah yang kemudian diambil alih oleh TNI. Begitupun dengan beberapa  kementerian dan instansi pemerintahan yang di ambil alih tugas pokoknya oleh pihak TNI dengan hanya berlandaskan kesepahaman MoU dan kemudian banyak melanggar konstitusi Undang-undang

"dengan pergantian baru jabatan kementerian, terutama kementerian Pertanian, bapak Sahrul Yasin Limpo diharap kiranya bisa mengkaji lebih mendalam dan menghentikan MoU TNI AD dengan Menteri Pertanian yang dirasa cukup mencederai konstitusi Negara”.

”Kementerian pertanian juga diharapkan lebih memperhatikan kedaulatan petani melihat jumlah petani setiap tahunnya semakin berkurang karena memang pada nyatanya kesejahteraan petani yang kurang perhatian oleh pemerintah dan ditambah lagi dengan terlibatnya TNI dalam mengintervensi sampai ke tempat penjualan hasil panen petani”.

Lanjut fajar , "kami juga meminta agar presiden jokowidodo mengevaluasi hasil MoU kemarin, saya meminta semua di evaluasi terkait proses kerja kemarin".

Badan pusat statistic (BPS) mencatat tingkat pengangguran yang terjadi di desa tercatat Agustung 2018 di angka 4.04 persen yang tahun 2017 lalu berada di posisi 4.01 persen, naik 0,03 persen. kenaikan tingkat pengangguran di desa meningkat lantaran jumlah pekerja sector pertanian yang juga ikut menyusut. BPS melansir, pekerja di sector pertanian tercatat 35,7 juta orang atau 28,79 persen dari jumlah penduduk bekerja 124,01 juta jiwa. Sementara di tahun lalu, jumlah pekerja di sector pertanian di angka 35,9 juta orang atau 29,68 persen dari jumlah penduduk bekerja 121,02 orang.

Dengan melihat hal tersebut dan melihat fenomena bonus demografi yang terjadi di Indonesia saat ini kiranya bisa menjadi referensi dan menjadi sumber tawaran solutif bagi kementerian Pertanian dalam mengurangi angka pengangguran dan menjaga dan ketahanan pangan demi terwujudnya swasembada pangan dan juga dapat kiranya mengakomodir seluruh kepentigan petani dalam hal menyejahterahkan petani tanpa lagi ada campur tangan dari pihak TNI. 

Kontributor : Fajar Asbar Hidayat

Ketua Umum KPPM

(Koalisi Perjuangan Pemuda Mahasiswa)