Opini: Membangun Kasih Sayang Dalam Gejolak Pesta Demokrasi

331

Oleh: Ahmad Basyir. (Ketua Umum Sarekat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Kabupaten Takalar).

SULSELBERITA.COM. Takalar - Pesta demokrasi kian dekat berbagai soal pun terlihat termasuk berbedaan pilihan. Perburuan waktu begitu terasa. Hanya menghitung hari saja. Para tim sukses mencari mangsa. Hanya ingin memperoleh simpatisan semata. Harapan yang di pemilih adalah sosok yang menggoda. Hingga hati memilihnya.

Advertisement

Pertarungan di perhelatan akbar pemilu 2019 ini menjadi kegemaran bagi para penikmatnya. Fanatisme hingga pragmatisme kian terngiang dan terbuka bahkan tak jujur dan tak rahasia lagi. Sebuah pemandangan yang tak begitu demokratis lagi. Dalihnya seperti biasa, mengumbar janji sebagai upaya penawaran yang menggoda. Timses calon kandidat memperlihatkan kelihaiannya dan trik menarik simpati agar menjadi pendukung sejati. Semua berharap agar duduk di kursi kemenangan, merasakan kursi jabatan, dan kembali lupa merakyat. Saat jadi kandidat, terasa langkahnya mendekat. Saat ia jadi ayam betina, ia mengeram. Saat jadi pejabat, ia lupa merakyat.

Namun di momentum pesta demokrasi kali ini kian seru karena pemilihan serentak yakni pemilihan legislatif maupun eksekutif yang dilakukan secara bersama. Bumi pertiwi menjadi saksi bahwa pada 17 April 2019 digelar pesta akbar tersebut. Upaya ini dilakukan sebab negara kita menganut system demokrasi.

Sesungguhnya yang ingin diharapkan di pesta demokrasi ini adalah tak terjadi yang namanya pertikaian, pertengkaran dan pertentangan bahkan pertumpahan darah karena soal perbedaan pilihan. Apalagi baru-baru ini di Sampang, Madura, Jawa Timur pekan lalu kita dengar di media sosial (medsos) yang membunuh karena saling ejek di facebook lantaran soal beda pilihan sehingga membuatnya hilang akal dengan nekat menghilangkan nyawa orang. 'Kan sungguh miris mendengar pemberitaan ini, padahal sesungguhnya kalau berpikir, mengapa kita bodoh karena hal ini? Padahal sering mendengar bahwa sebagian pejabat ketika duduk di jabatan kemenangan, ia malah lupa dengan janji-janjinya yang begitu indah ia lontarkan melalui mulut dustanya ini. Alhasil masyarakat menjadi korban karena janji buta disaat ingin dimenangkan.

Maka seyogyanya, sampai disinilah pengetahuan kita soal pilihan. Bahwa kita tak perlu bertengkar dengan keluarga kita, sanak saudara kita dan tetangga kita gara-gara persoalan remeh temeh ini, toh juga kalau kita sakit bukan calon kandidat kita yang cepat bergegas membantu kita. Malah yang cepat adalah keluarga, saudara dan tetangga kita untuk mengantar kita kerumah sakit.

Sehingga dengan hal demikian ini, tentu kita harus tahu bahwa subtansi keberadaan kita yakni 'perdamaian abadi' sesuai pembukaan UUD 45 dan 'persatuan Indonesia' seperti yang ditegaskan pancasila sebagai dasar ideologi kita. Tentu hal ini pula sebenarnya agama Islam menegaskan bahwa misi hidup kita adalah 'rahmatal lil alamin'. “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Q.s. 21: 107).

Sebab jauh sebelum kelahiran kita di alam dunia ini, ternyata kita pernah ada di alam 'rahim' (alam kasih sayang). Kata rahmah berasal dari kata kerja rahima. Dari kata asal ini, terdapat kata jadian lainnya dalam al-Qur’an, yakni: rahima, arham, marhamah, rahīm, rahmān, dan ruhm. 80 Kata ini terulang sebanyak 114 kali dalam berbagai kata jadian yang lebih spesifik. Kata al-rahmān terulang sebanyak 57 kali dalam al-Qur’an, sedangkan al-rahīm 106 kali. Kedua kata itu juga berada di awal 113 surat dari 114 surat dalam al-Qur’an, yang berbunyi bism-i ‘l-Lāh-i ‘l-rahmān-i ‘ l -rahīm.

Sehingga kehadiran diri kita dimuka bumi ini adalah untuk berkasih sayang supaya kita memperoleh sebuah keuntungan (tawfan). Seperti yang digambarkan oleh Allah dalam Al Qur'an (Q.s. 06:16) bahwa, "Barang siapa yang dijauhkan darinya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberi rahmat kepadanya. Dan itulah kemenangan yang nyata."

Dan dengan demikian, menerapkan sebuah sifat kasih sayang dalam kehidupan kita maka subtansi kita sebagai manusia yakni sebagai hamba yang patuh (abdi) seperti yang Allah ungkapkan dalam Al Qur'an, "wa maa kholaktul jinna wal insan illa li ya'buduun", Dan tidaklah aku (Allah) menciptakan jin dan manusia kecuali beribadah kepada Ku. Dari ayat ini bisa kita simpulkan bahwa kasih sayang termasuk ibadah muamalah yang sesungguhnya mengajak kita untuk kembali kejati diri sebagai 'zon politicon' (makhluk sosia).

Dan ini sudah menjadi sunnatullah bahwa perdamaian dan persatuan hanya bisa diraih dengan jiwa sosial yang kasih sayang dan cinta. Sehingga kita tidak mendengar lagi sebuah pertikaian gara-gara soal perbedaan pilihan.