SULSELBERITA.COM. Takalar – Praktik pembuatan arang dari kayu mangrove di Pulau Tanakeke, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, telah menjadi sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat setempat. Namun, sebuah studi terbaru mengungkapkan kekhawatiran serius tentang dampak jangka panjang praktik ini terhadap lingkungan dan keberlanjutan ekosistem.
Mangrove, yang dikenal sebagai “hutan bakau”, adalah ekosistem penting yang menyediakan berbagai manfaat, termasuk perlindungan pantai dari erosi, penyaringan air, dan habitat bagi berbagai spesies laut dan burung. Di Tanakeke, mangrove juga menjadi bagian penting dari mata pencaharian masyarakat, baik sebagai sumber kayu bakar, bahan bangunan, maupun tempat mencari ikan dan kepiting.
Namun, permintaan akan arang, terutama dari pasar lokal dan regional, telah mendorong peningkatan eksploitasi mangrove. Proses pembuatan arang, yang melibatkan penebangan pohon mangrove dan pembakaran dalam tungku tradisional, menghasilkan arang berkualitas tinggi yang digunakan untuk memasak dan industri kecil.
“Kami memahami bahwa pembuatan arang adalah sumber pendapatan penting bagi sebagian keluarga di Tanakeke,” kata Dr. Andi Rahman beberapa waktu yang lalu yang merupakan seorang peneliti lingkungan dari Universitas Hasanuddin yang melakukan studi tentang dampak pembuatan arang mangrove.
“Namun, kami sangat prihatin dengan laju deforestasi mangrove yang terjadi saat ini. Jika tidak ada tindakan yang diambil, kita berisiko kehilangan ekosistem mangrove yang berharga ini.”
Studi tersebut menemukan bahwa deforestasi mangrove telah menyebabkan peningkatan erosi pantai, penurunan kualitas air, dan hilangnya habitat bagi berbagai spesies laut. Selain itu, asap dari pembakaran arang juga berkontribusi terhadap polusi udara dan masalah kesehatan pernapasan.
“Dampak jangka panjang dari deforestasi mangrove jauh lebih besar daripada keuntungan ekonomi jangka pendek yang diperoleh dari pembuatan arang,” kata Dr. Rahman. “Kita perlu mencari solusi yang lebih berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat tanpa mengorbankan lingkungan.”
Beberapa solusi yang diusulkan dalam studi tersebut meliputi:
– Pengembangan sumber energi alternatif: Mempromosikan penggunaan energi surya, biogas, atau bahan bakar nabati sebagai pengganti arang.
– Pengelolaan mangrove berkelanjutan: Menerapkan praktik penebangan selektif dan reboisasi mangrove untuk memastikan keberlanjutan sumber daya.
– Peningkatan kesadaran masyarakat: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mangrove dan dampak negatif dari deforestasi.
– Pengembangan mata pencaharian alternatif: Memberikan pelatihan dan dukungan untuk mengembangkan mata pencaharian alternatif yang lebih berkelanjutan, seperti budidaya rumput laut, perikanan berkelanjutan, atau ekowisata.
Pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat setempat perlu bekerja sama untuk menerapkan solusi ini dan memastikan bahwa ekosistem mangrove di Tanakeke tetap lestari untuk generasi mendatang.




