SULSELBERITA.COM - Memasuki awal tahun 2020 dunia dikejutkan dengan hadirnya virus mematikan yang mewabah di Kota Wuhan China. Hanya beberapa hari virus ini telah membunuh ratusan jiwa warga Wuhan dan sekitarnya.
Sontak fenomena tersebut menyita perhatian publik seluruh dunia. Hampir satu warga bumi yang berkisar 7 Miliyar ini tidak henti-hentinya membahas virus ini. Kepanikan warga dunia semakin nampak ketika virus ini berhasil menyebar ke seluruh penjuru dunia, (Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Latin) hebatnya lagi proses penularan virus ini yang sangat mudah. Hanya dengan bersentuhan kulit sesama manusia virus ini akan berpindah.
Fenomena virus yang dinamakan Covid 19/Corona ini akhirnya mendarat pula di Indonesia. Dikabarkan para pejabat negara yang pertama terinfeksi yakni Mentri Perhubungan, Anggota Komisioner KPU, Bupati, dan masyarakat sipil.
Melihat kegentingan situasi sosial dan makin meluasnya sebaran virus serta ditemukannya data bahwa penularan telah terjadi secara lokal di banyak negara. Hal ini memberikan isyarat kuat kepada dunia bahwa wabah yang berawal di satu kota telah menyebar ke tempat-tempat lain dan berpotensi membawa dampak luar biasa terhadap populasi dunia. Bila negara-negara tidak segera bersiap menghadapinya, risiko yang dihadapi akan sangat besar.
Filsuf Thomas Hobbes mengatakan bahwa berpolitik sama dengan mempunyai kuasa untuk menentukan hidup-matinya semua warga negara. Virus corona telah memperlihatkan arti power yang sesungguhnya. Ia menguliti lapisan di bawahnya menjadi sesuatu yang terlihat publik: menantang kekuasaan dan penguasa untuk berani berpihak pada kesejahteraan banyak orang, dengan segala konsekuensinya.
Maka peran masyarakat untuk bersama-sama menghadapi epidemi covid-19 sangat penting dalam memutus rantai penyebaran virus yang menyerang sistem pernafasan tersebut. Partisipasi secara serius sudah dilakukan oleh warga Indonesia.
Ada satu hal yang menarik saya temukan pada kekompakan warga. Warga dengan proaktif membentuk gugus atau posko untuk penanggulangan kasus covid-19.
Awal dibentuknya gugus atau posko ini berawal dari satu orang warga yang positif mengidap covid-19 di suatu daerah yang akhirnya dirawat di rumah sakit. Warga pun kemudian berinisiatif menemukan dan mendata warga yang sempat kontak dengan pasien. Selain mendata tim gugus sebagai tugas untuk memastikan ODP tidak keluar rumah sama sekali.
Mereka berhasil mendapatkan data bagi orang-orang yang pernah kontak langsung dengan pasien selain keluarga pasien dan mereka dijadikan ODP. Mereka lakukan pemantauan ODP dengan bekerja sama pemerintah, tim medis dan lain sebagainya.
Selama pemantauan tim gugus sebagai tugas memastikan pasokan makanan untuk para orang dalam pemantauan (ODP). Hal ini membuat ODP merasa terlindungi dan nyaman karena pasokan makanan mereka selalu tersedia. Ini juga sekaligus membuat warga lain merasa aman.
Mereka sediakan dan di antarkan makanan ke rumah ODP. Mereka mengedukasi warga bahwa ODP adalah korban yang harus mereka handle bersama-sama untuk memastikan pemutusan rantai penularan bisa dilakukan. Setiap hari mereka menyampaikan hasil pemantauan ke seluruh warga kepada pemerintah setempat untuk mengikuti perkembangan pandemi covid-19 tersebut.
Tidak hanya memastikan warga yang dicurigai terpapar corona melakukan isolasi diri, warga juga berinisiatif membagikan masker. Selain itu, mereka juga membuat disinfeksi lingkungan dua kali sehari.
Apa yang mereka lakukan, menurut saya, adalah idealnya partisipasi masyarakat membangun ketahanan sosial melawan covid-19. Ini salah satu contoh untuk memutus rantai penyebaran covid-19 adalah kekompakan dan keinginan untuk berbuat sesuatu untuk memecahkan masalah. Semua berasal dari pengetahuan mereka tentang adanya kasus positif di tengah mereka. Mereka jadi punya semangat dan antusiasme untuk melakukan sesuatu yang sangat bermakna. Mereka tahu apa yang harus dilakukan.
Penulis : Dandi Darta
(kader HMI Komisariat Ushuluddin dan filsafat Cabang Gowa raya)
*Tulisan tanggung jawab penuh penulis *