Opini: Anak Sekolah Keracunan MBG, Pertanggungjawaban Pidana dan Ganti Kerugian Prabowo Subianto

Opini Oleh:
Muhammad Sirul Haq SH, C.NSP, C.CL
Direktur LKBH Makassar
Advokat dan Konsultan Hukum 085340100081

SULSELBERITA.COM. Takalar – Di ruang-ruang kelas, mestinya terdengar tawa anak-anak, suara kapur guru di papan tulis, atau langkah kaki kecil yang berlari ke kantin. Tetapi hari itu, suara yang terdengar justru berbeda: jeritan anak yang muntah, tubuh mungil yang kejang, dan deru ambulans yang berpacu dengan waktu. Mereka keracunan. Ironisnya, bukan dari makanan sembarangan, melainkan dari program negara: Makan Bersama Gratis (MBG), kebijakan unggulan Presiden Prabowo Subianto.

Bacaan Lainnya

Hari Pahlawan Nasional Tahun 2025

Hari Pahlawan Nasional Tahun 2025

Apakah tragedi ini sekadar “musibah”? Tidak. Di balik setiap anak yang tergeletak, ada tanda tanya hukum yang besar: siapa yang harus bertanggung jawab?

 

Negara dan Pidana yang Menyertainya

KUHP tidak memberi ruang untuk sekadar menepuk dada lalu berkata, “ini kecelakaan.” Pasal 359 KUHP tegas: siapa pun yang lalai hingga menyebabkan orang mati dapat dipidana. UU Pangan 2012 lebih keras lagi: pangan yang tak aman bisa menjerat pidana penjara dan denda miliaran.

Di sini, penyedia katering, penyalur, bahkan pejabat pengawas bisa masuk daftar tersangka. Tetapi persoalan tak berhenti di sana. Ada doktrin command responsibility yang dikenal dalam hukum internasional: pemimpin bertanggung jawab atas kelalaian sistemik. Prof. Muladi pernah menulis, “Pemimpin tidak boleh berlindung di balik kelalaian bawahannya.” Maka, walau Presiden tidak memasak nasi kotak itu, tanggung jawab moral—bahkan politis—tak bisa ia elakkan.

 

Kerugian yang Harus Dibayar

Dalam hukum perdata, asasnya sederhana: siapa merugikan, wajib mengganti. Pasal 1365 KUHPerdata tak butuh tafsir panjang. Orang tua korban berhak menuntut ganti rugi, baik dari penyedia makanan maupun dari negara.

Preseden jelas. Putusan Mahkamah Agung No. 31 K/Pdt/2001 menyatakan pemerintah bertanggung jawab atas kelalaian yang merugikan rakyat. Putusan PN Jakarta Pusat No. 451/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Pst menghukum negara atas kebakaran hutan. Jika asap bisa menjerat negara, apalagi racun di perut anak-anak?

Satjipto Rahardjo, sang begawan hukum, pernah berkata: “Hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.” Maka hukum tidak boleh berdiri di pihak negara yang lalai, tetapi di pihak anak sekolah yang tak berdosa.

 

Konstitusi yang Dikhianati

UUD 1945 Pasal 28H menjamin hak atas kesehatan. Pasal 34 mewajibkan negara memelihara anak terlantar. Apa arti konstitusi jika makanan dari negara justru membuat anak sekarat?

Mahfud MD dalam Politik Hukum di Indonesia menulis: “Negara hukum kita harus aktif melindungi rakyat, bukan sekadar penonton.” Tragedi MBG membuktikan negara bukan hanya jadi penonton, tapi bahkan jadi penyebab.

 

Dunia Internasional Menuntut

Indonesia bukan berdiri sendiri. Ia telah menandatangani International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). Pasal 11 mewajibkan negara memastikan rakyatnya mendapat pangan aman dan bergizi.

Komite Hak Ekosob PBB dalam General Comment No. 12 menegaskan, hak atas pangan berarti makanan yang tidak hanya cukup, tapi juga aman. Indonesia juga meratifikasi Konvensi Hak Anak (CRC), yang mewajibkan makanan aman bagi anak-anak. Dengan demikian, keracunan MBG bukan hanya masalah domestik, tetapi potensi pelanggaran HAM internasional.

 

Prabowo di Persimpangan Sejarah

Kini bola ada di tangan Presiden. Ia bisa memilih jalan mudah: menyalahkan bawahan, memberi instruksi penyelidikan, lalu melupakan. Atau ia bisa menempuh jalan sulit namun mulia: mengakui kesalahan negara, meminta maaf kepada rakyat, memberi kompensasi cepat, dan mereformasi total MBG dengan standar internasional.

Sejarah tak menunggu lama. Jika Prabowo gagal, ia akan dikenang bukan sebagai presiden yang memberi makan, tapi sebagai presiden yang membiarkan “piring racun rezim” masuk ke perut anak bangsa.

 

*Tentang Penulis : Muhammad Sirul Haq, SH adalah seorang advokat dan aktivis bantuan hukum yang cukup vokal di Makassar, terutama terkait masalah tanah, waris, dokumentasi kepemilikan lahan, dan pengawasan aparat penegak hukum terhadap prosedur. Ia memimpin organisasi bantuan hukum (LKBH Makassar). Advokat dan konsultan hukum, Pengacara Makassar Indonesia dengan pengalaman dalam litigasi perdata, pidana, agraria, dan hukum administrasi negara. Pimpinan kantor hukum Muhammad Sirul Haq, S.H. & Rekan, aktif mendampingi masyarakat pencari keadilan, khususnya dalam sengketa pertanahan, korban pelanggaran HAM, dan advokasi kebijakan publik serta lingkungan. 085340100081

Pos terkait