LSKP Melalui Ruang Publik Membahas Sistem Kampanye Ideal Menuju Pemilu 2024

47

SULSELBERITA.COM. Makassar, 18 Agustus 2023, Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) kembali melaksanakan Ruang Publik. Webinar yang telah memasuki edisi ke-23 ini mengangkat tema "Demokrasi Gagasan vs Demokrasi Pengkultusan: Mencari Sistem Kampanye yang Ideal".

Adapun narasumber yang mematik diskusi yakni Prof. Owen Main Podger selaku akademisi dari Institute for Governance and Policy Analysis, the University of Canberra. Dihadirkan pula Hasruddin Husain, SH., MH dari KPU Provinsi Sul-Sel dan Khoirunnisa Nur Agustyati selaku Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Serta, M. Kafrawy Saenong sebagai Peneliti LSKP bertugas memandu jalannya diskusi. Berbagi poin penting terkiat tema disampaikan oleh ketiga narasumber. Serta pertanyaan dan tanggapan dari peserta memperdalam pembahasan dalam diskusi.

Advertisement

Khoirunnisa dari Perludem membuka bahasan diskusi dengan penyampaian menarik terkait problematika skema kampanye di Indonesia. Pengaturan kampanye agar peserta pemilu memiliki akses yang setara. Konteks Indonesia, Parpol mendapatkan dana negara yang duduk di parlemen.

Peruntukannya bukan untuk kampanye, melainkan pendidikan politik.

Lalu juga tidak melakukan kekerasan, intimidasi dan diatur masa tenang. Sistem kampanye diatur dalam UU No. 17 Tahun 2017 yang memberikan ruang kepada peserta pemilu untuk menyampaikan visi dan misinya.

Regulasi ini secara tegas mengutarakan bahwa kampanye adalah bagian dari pendidikan politik. Hanya saja banyak problem yang terjadi, seperti politik uang dan hoaks. Harusnya kampanye itu dilakukan secara jujur, terbuka dan dialogis. Pengejewantahannya dapat terlihat dari transparansi dana kampanye, penerapan dialog dengan konten gagasan.

Dinamisasi sempat terjadi terkait dengan tuntutan revisi pembatasan kampanye pada beberapa tempat, seperti tempat ibadah dan sekolah. Ketika ada kampanye di tempat ibadah itu dilarang. Tetapi, di fasilitas pendidikan diperbolehkan dengan catatan calon diundang oleh publik dan tidak ada atribut kampanye.

Terkait dengan dana kampanye terdapat skema pembatasan untuk menciptakan ruang yang setara. Serta, skema laporan agar tidak terjadi penyelewenangan dana pemilu. Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) sebagai wujud laporan dana kampanye yang dapat diketahui oleh publik untuk menentukan pilihan. Harapannya pemerintah tidak menghapus LPSDK.

Tantangan baru yang perlu diperhatikan berkenaan dengan penggunaan sosial media sebagai media kampanye.

Walaupun ada pembatasan maksimal setiap peserta pemilu hanya dapat menggunakan 20 akun, tetapi masih rawan praktek kecurangan lainnya di era digital yang semakin berkembang. Kompleksitas masalah ini perlu menjadi catatan bagi segenap stakeholder.

Hasruddin dari KPU Sul-Sel menegaskan bahwa bahasan dalam diskusi ini sangat menarik dan sesuai dengan problem yang dihadapi saat ini. Terkait dengan pembatasan dana kampanye dan skema penggunaan sosial media telah diupayakan oleh KPU. Upaya sosialisasi dirasa belum cukup oleh KPU Sul-Sel.

Pelibatan masyarakat sipil menjadi sesuatu yang penting untuk membangun kesepahaman dan pengawasan bersama. KPU Sul-Sel telah melakukan pertemuan untuk membahas terkait alat peraga kampanye yang hasilnya akan disampaikan kepada stakeholder lainnya.

PKPU No. 15 Tahun 2023 telah mengatur waktu dan skema kampanye dari setiap partai politik. Walaupun nyatanya masih terdapat berbagi masalah. Upaya mitigasi dilakukan oleh KPU bersama dengan Bawaslu Sul-Sel dalam wujud sosialisasi, monitoring dan penindakan secara masif.

Hal strategis yang perlu menjadi perhatian kedepannya tentang keterlibatan ASN, TNI, POLRI. Bawaslu RI baru saja merilis bahwa pelanggaran paling sering dilakukan oleh ASN. Juga terkait dengan laporan dana kampanye dan LPSDK juga masih menjadi dilema KPU terkait penghapusannya. Sebagai upaya mitigasi KPU menghimbau Parpol untuk mempersiapkan rekening khusus pengelolaan dan kampanye.

Kenyataan saat ini LPSDK Parpol belum aktif melaporkannya. Parpol masih mengalami kesulitan untuk membuat pencatatan. Parpol hanya baru akan menyampaikannya saat Laporan Penerimaan dan Pengeluarab Dana Kampanye (LPPDK).

Prof Owen memperkaya pembahasan terkait dengan sistem kampanye yang ideal. Kampanye menggunakan spanduk tidak memberikan dampak yang berarti. Hanya menempatkan calon dan pemilih dalam posisi jual beli. Padahal kampanye menjadi suatu yang penting untuk kemajuan suatu daerah.

Hal yang disampaikan dalam kampanye harusnya menjadi rujukan dalam rencana pembangunan daerah yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) hingga Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah. Isu Besar dari RPJP Daerah yakni: (1) kemampuan lahan untuk mendukung perkembangan daerah; serta (2) kemampuan daerah untuk menampung pengungsi. Isu ini yang harusnya banyak dibahas oleh calon. Perencanaan yang ideal adalah skema perencanaan yang kolaboratif. Segenap stakeholder lainnya terlibat, seperti perguruan tinggi.

Sistem kampanye dapat berkontribusi pada peningkatan kesadaran politik warga. Hal ini bersumber dari demokrasi yang memberikan keterbukaan dan keterlibatan aktif masyarakat. Harapannya semua calon DPRD dapat lebih representatif dan mengabdi dengan sungguh-sungguh memahami permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

Strategi apa yang dapat dikolaborasikan untuk mengoptimalkan kampanye 2024. Forum yang diselenggarakan oleh LSKP menjadi sebuah ruang yang baik. Juga diharapkan diskusi ini dikembangkan di setiap dapil dengan hadirnya moderator yang independen. Panelis dalan forum tersebut dapat dari LSM, masyarakat ataupun stakeholder lainnya. Untuk dapat mengembangkan demokrasi yang lebih baik adalah belajar dari sejarah dari negara Indonesia sendiri.

Jangan belajar dari negara lain yang konteks budayanya berbeda.

Misalnya saja, Amerika Serikat yang menjadi negara asal demokrasi. Skema kampanye juga sangat mahal di sana. Di negara lain hampir semua partainya sendiri sudah demokratis. Belum ada parpol terlibat satu negara pun yang kampanyenya di fokuskan pada _Sustainable Development Goals_ (SDGs) 2030. Juga fokus pada dua yang menjadi konsen dalam rencana pembangunan. Indonesia memiliki sistem demokrasi alami. Mari jadikan Indonesia sebagai Negara Trendsetting agar negara lain dapat belajar dari Indonesia.

Setelah pemaparan dari ketiga narasumber. Serta, tanggapan dan pertanyaan dari peserta. Dinamisasi pembahasan terkait dengan pentingnya penanganan politik uang dan dinasti politik yang dapat ditangani melalui penguatan pendidikan politik. Sebagai penutup, setiap narasumber menyampaikan kalimat penutup. Prof Owen berharap dari sesi diskusi ini menghadirkan dinamika. Segala problem dan saran yang disampaikan melalui forum ini dapat menjadi rujukan. Diskusi serupa harus digencarkan. Demokrasi bukan pemilihan, tetapi demokrasi menjadikan negara dalam balutan keragaman dan membantu rakyat yang harus dibantu. Pemilihan harus dilaksanakan secara demokratis supaya marwah demokrasi tetap dijaga. Hasruddin menegaskan bahwa penting untuk mengawal tahapan kampanye ini karena penyelenggara pemilu juga memiliki keterbatasan.

Harapannya masyarakat dapat menjalankan fungsi kontrol dan monitoring. Terakhir, Khoirunnisa menegaskan bahwa kampanye harus dikembalikan kepada marwahnya sebagai proses pendidikan politik. Akhir kata dari ketiga narasumber menutup diskusi Ruang Publik Edisi-23, LSKP tetap akan hadir pada edisi selanjutnya dengan tema-tema menarik.