JAKARTA – Jaringan Advokasi Tambang Indonesia Wilayah Sulawesi Tenggara (Jati – Sultra) Menyoroti Aktivitas pertambangan ilegal di wilayah Sulawesi Tenggara yang masih kerap terjadi, tepatnya di Desa Oko – Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka. Senin (14/8/2023)
Berdasarkan Press release Jaringan Advokasi Tambang Indonesia Wilayah Sulawesi Tenggara (Jati – Sultra) Yang di kirim keredaksi. Bahwa Sudah menjadi rahasia umum, desa Oko- oko bagai syurga yang terbentang untuk para pelaku ilegal Mining (mafia pertambangan) yang meraup pundi-pundi rupiah dengan cara melawan hukum
Enggi Indra Syahputra Selaku Direktur Eksekutif Jati Sultra menyampaikan terkait aktivitas ilegal Mining di Desa Oko-oko yang terstruktur, Sistematis, dan Masif dengan melibatkan beberapa pihak
“Jadi penambangan ilegal di Desa Oko-oko itu sangat terstruktur dan masif, dugaan kami banyak pihak yang terlibat, termasuk kami duga kepala desa dan Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai back-up para mafia pertambangan tersebut”, ujarnya
Bukan hanya satu perusahaan, banyak yang sedang melakukan aktivitas pertambangan secara ilegal beberapa titik di Desa Oko – oko tetapi anehnya sampai hari ini mereka tidak tersentuh hukum
“Beberapa pekan yang lalu kami soroti perusahaan PT Anugerah Persada Dwipantara, yang kami duga sebagai salah satu perusahaan yang melakukan pertambangan ilegal di Desa Oko-oko. Anehnya, sampai hari ini tidak ada upaya penerapan penerbitan sesuai hukum, apalagi saat ini tambah banyak perusahaan yang sedang giat melakukan aktivitas pertambangan ilegal”, Beber Enggi
“Selain PT ADP, PT LMC juga merupakan salah satu perusahaan yang melakukan pertambangan tanpa izin (PETI) di Desa Oko-Oko, Duet apik dua perusahaan tersebut diduga turut melibatkan kepala desa Oko-oko”, terang Enggi
Padahal jelas dalam Undang-undang Dari sisi regulasi, Pertambang tanpa izin (PETI) melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai ujung tombak untuk menindak para pelaku penambang ilegal tersebut diharapkan mampu menerapkan penindakan yang konkret terutama di Desa Oko-oko
“Sudah cukup lama mereka melakukan ilegal Mining, Mabes Polri perlu melakukan langkah konkret untuk menjerat para mafia Pertambangan tersebut, sebagaimana intruksi dari bapak Kapolri untuk memberantas ilegal mining”, terang Enggi
Pasalnya Akibat dari pertambangan ilegal tersebut telah merusak lingkungan dan lahan persawahan masyarakat, dimana titik lokasi yang menjadi pertambangan berbatasan langsung dengan area persawahan masyarakat
Lanjut, Aktivis Nasional asal Sultra tersebut juga menambahkan akan melaporkan hal tersebut ke Mabes Polri. Beberapa data dan dokumen yang menyangkut deretan pelaku pertambangan ilegal di Desa Oko-oko telah disiapkan
“Dalam waktu dekat, Kami akan laporkan hal ini ke Bareskrim Polri, sebelumnya kami terlebih dahulu merampungkan data dan dokumen sebagai bahan agar Bareskrim Polri segera melakukan penindakan tegas”, tambahnya
Terakhir Enggi menyampaikan bahwa pihaknya telah mengantongi beberapa nama perusahaan serta oknum yang terlibat dalam mulusnya aktivitas pertambangan ilegal Di Desa Oko- oko
“Mulai dari dugaan keterlibatan kepala desa setempat, sampai Direktur Perusahaan yang kerap melakukan aktivitas pertambangan ilegal dalam hal ini PT ADP dan PT LMC hingga oknum APH yang diduga menjadi Backing untuk memuluskan pertambangan ilegal tersebut telah kami kantongi, nantinya aksi demonstrasi dan sekaligus melaporkan secara resmi ke Mabes Polri”, tutupnya. (HNr)