SULSELBERITA.COM. Makassar – Diskusi Ruang Publik, Rabu, 29 Juni 2022 secara daring dimulai pukul 14.00 sampai 16.00 WITA. Ruang Publik Seri Ke-15 ini mengangkat tema Persepsi Politik Anak Muda dan Tren Demokrasi Digital. Pembicara yang hadir yaitu Dr. Gustiana Kambo, M.Si. selaku Dosen Ilmu Politik Universitas Hasanuddin dan Arfianto Purbolaksono selaku Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII). Diskusi ini sebagai ruang refleksi terkait persepsi pemuda terhadap politik, utamanya persiapan Pemilu 2024. Diskusi disajikan dengan data empiris melalui hasil angket yang disampaikan oleh Arfianto Purbolaksono dari The Indonesian Institute. Serta, respon dan pandangan akademisi dari Dr. Gustiana Kambo, M.Si. Pelaksanaan diskusi dimoderatori oleh M. Kafrawy Saenong selaku Peneliti LSKP.
Pemaparan materi dimulai oleh Arfianto Purbolaksono yang menyampaikan terkait hasil angket yang telah dilaksanakan oleh The Indonesian Institute. Angket dengan topik “Persepsi Politik Anak Muda dan Tren Demokrasi Digital”.
Riset The Indonesian Institute dilaksanakan pada 20 April hingga 11 Mei 2022. Berdasarkan analisis hasil riset TII terdapat beberapa rekomendasi yang diusulkan. Pertama, Partai Politik penting untuk menyampaikan visi misi kandidat secara jelas dan massif kepada pemuda dengan memanfaatkan platform media yang ada. Kedua, isu strategis yang berkenaan dengan pelayanan dasar dan isu yang sedang menjadi sorotan penting menjadi isu yang dikembangkan oleh partai politik. Ketiga, partai politik juga harus menekankan kebijakan affirmative action, tidak hanya menjadi keterpenuhan kuota sebagai persyaratan administrasi. Keempat, penggunaan sosial media diharapkan lebih interaktif dan menyaring kampanye yang mengedepan politik identitas dan berita bohong. Kelima, penerapan sanksi yang lebih tegas lagi dalam mengatur kampanye di sosial media.
Setelah pemaparan hasil riset dari The Indonesian Institute. Dr. Gustiana Kambo, M.Si. memberikan respon terkait dengan hasil riset dan saran terkait penyelenggara Pemilu 2024 kedepannya.
Hasil riset yang telah disampaikan oleh The Indonesian Institute patut untuk mendapatkan apresiasi. Riset The Indonesian Institute memperlihatkan bahwa adanya persepsi anak muda terkait dengan Partai Politik yang ikut serta dalam 2019 sebagian besar telah memiliki visi misi yang jelas. Terkait dengan isu strategis, misalnya saja ketenagakerjaan, korupsi, ketimpangan pendidikan, mafia minyak goreng, serta kebebasan berekspresi dan ruang demokrasi digita penting menjadi perhatian yang termuat dalam visi, misi dan rencana strategis partai politik. Terkait dengan isu gender, keterwakilan perempuan di Indonesia sebenarnya ada, tetapi pertanyaannya apakah telah memperlihatkan relevansi dengan kapasitas, independensi, dan semangat perjuangan perempuan yang berorientasi pada hak-hak perempuan?.
Ahmad hidayah dari The Indonesian Institute juga ikut menyampaikan bahwa hasil kajian TII, hanya ada dua partai politik yang memperlihatkan porsi perempuan dalam parpol yang mencapai lebih dari 30% yakni Partai Nasdem dan Partai Demokrat. Tidak hanya itu, terkait dengan perempuan yang menjadi pimpinan partai politik hanya ada satu partai politik yakni PDI Perjuangan. Selama perempuan tidak ditempatkan pada posisi strategis pada partai politik akan menjadi hambatan eksistensi perempuan. Tidak hanya itu, kultur partai politik yang masih maskulin membatasi akses perempuan, seperti jam rapat pada malam hari. Perempuan masih tertinggal dalam hal citra dan branding politik. Berdasarkan fenomena yang ada, penting untuk menantikan komitmen dari partai politik untuk memberikan keterbukaan ruang bagi perempuan.
Diskusi terjadi dengan interaktif dan memperkaya pembahasan sesuai dengan tema yang diangkat. Mulai dari adanya gap yang dirasakan antara partai politik dan konstituennya. Afrianto menyampaikan bahwa: “anak muda yang menang pada Pilkada 2020 masih didominasi oleh mereka yang memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan partai atau pejabat”. Hal ini dapat membuat tidak adanya perubahan peta politik dan pembaharuan ide. Dr. Gustiana Kambo juga mengarahkan anak muda untuk memanfaatkan ruang-ruang partisipasi politik, tidak hanya ketika memilih. Respon terhadap kebijakan dan masyarakat itu termasuk dalam partisipasi politik. Wujud pragmatis yang ril adalah dapat bergabung dalam partai politik. Namun, tidak ada gunanya masuk dalam partai politik, ketika tidak dapat merespon kondisi dalam masyarakat.
Pada akhir diskusi, Afrianto menyampaikan pentingnya sinkronisasi ruang oleh partai politik dengan pengetahuan konstituen melalui pemanfaatan media, tidak boleh lagi ada gap. Ahmad hidayah menyampaikan pentingnya refleksi ulang terkait frasa keterwakilan perempuan dalam UU. Serta, Dr. Gustiana menyampaikan bahwa pengadaan regulasi khusus untuk mendorong keterwakilan pemuda harus dilandasi atas hasil kajian dan riset yang mendalam terkait urgensitas. Sebagai penutup diskusi, Andi Yani dari LSKP menyampaikan harapan kedepannya LSKP dapat menjadi ruang belajar dan refleksi untuk menciptakan ruang-ruang politik yang berorientasi pada kepentingan bersama.