Dituding Salah Vonis Covid 19 Terhadap Balita Asal Takalar, Begini Jawaban Pihak RS Wahidin Makassar

2783

SULSELBERITA.COM. Makassar - Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, terkait seorang balita asal Kab.Takalar yang bernama Al Ghifari yang oleh pihak RS Wahidin Makassar menvonis sebagai pasien positif Corona, menjadi perbincangan hangat masyarakat Sulsel, terutama warga Kab.Takalar.

Sebagaimana diketahui, Al Ghifari (3 bulan 25 hari), meninggal dunia di RS Wahidin Makassar pada tanggal 19 Juni 2020 yang lalu, dan telah dikebumikan di pemakanan Macanda Kab.Gowa yang merupakan pemakan khusus bagi pasien positif corona.

Advertisement

Namun hasil Swab yang keluar beberapa hari kemudian, ternyata hasilnya malah negatif, hal tersebutlah yang membuat pihak keluarga Al Ghifari menuduh pihak RS Wahidin Makassar telah melakukan kesalah fatal dengan salah vonis Covid 19 terhadap almarhum anaknya.

Kasus ini pun menjadi trending dimedia media online di Sulsel, bahkan di media sosialpun menjadi perbincangan hangat, bahkan berbagai tudingan miring pun dialamatkan kepada pihak RS Wahidin Makassar.

Atas hal tersebut, pihak RS Wahidin pun akhirnya angkat bicara melalui rilis resmi yang dikirimkan kepada awak media, termasuk media Sulsel.berita.com.

Tudingan tersebut dibantah pihak RS karena menurut mereka, penanganan yang dilakukan sudah sesuai dengan protap.

"Sesuai dengan Pedoman Tatalaksana Covid19 di Indonesia, maka RSWS menerapkan protokol triase Covid-19 di Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk deteksi dini Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19 bagi semua pasien emergency yang masuk ke RSWS," Jelas Komandan Gugus Covid-19
RSWS, Prof. dr. Mansyur Arif. Senin (13/7/2020).

Dirinya menjelaskan bahwa pasien bayi AG masuk ke IGD RSWS tanggal 18 Juni 2020 pukul 19.00 dengan sakit berat (perut kembung dan sepsis).

Kemudian, lanjutnya, pasien diterima di ruang transit/skrining IGD, dilakukan pemeriksaan terhadap pasien dan permintaan pemeriksaan rapid test dan MSCT Thorax tanpa kontras sebagai prosedur emergency skrining covid-19 dengan hasil antibodi Sars-cov-2 IgM reaktif dan IgG non reaktif.

"Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) menyatakan pasien kriteria PDP, rencana rawat diisolasi di Infection Center dan pemeriksaan swab," katanya.

Pihak RS kemudian melakukan edukasi ke keluarga mengenai status PDP pasien, dan keluarga menandatangani informed consent.
Berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologi, lanjutnya, pasien didiagnosis dengan suspek Hirschprung Disease.
"Dalam masa observasi, kondisi pasien mengalami perburukan. Pasien makin sesak, penurunan kesadaran, dan dilakukan resusitasi, rencana dilakukan tindakan intubasi namun keluarga pasien menolak. Dokter melakukan upaya perbaikan kondisi dan terapi, namun kondisi pasien memburuk," jelasnya.

Rencana edukasi orang tua pasien untuk menjelaskan kondisi pasien dan tindakan yang dilakukan tidak dilakukan karena orang tua pasien tidak ditempat.

"Petugas menghubungi security untuk mencari orang tua pasien tetapi tidak ditemukan, satu jam kemudian orang tua pasien tiba di Infection Center," katanya.

Kemudian, lanjutnya, dokter bedah anak menjelaskan kondisi pasien kepada orang tua pasien. Pasien mengalami henti nafas dan dilakukan tindakan resusitasi selama 15 menit.
Pasien dinyatakan meninggal dunia, dan dilakukan pemeriksaan swab post mortem.

Pemakaman dilakukan dengan tatalaksana covid oleh tim gugus covid. Hasil swab keluar beberapa hari kemudian dengan hasil negatif.

Pihak RS pun merespon keluhan keluarga pasien dengan mengagendakan pertemuan antara keluarga pasien dengan tim dokter dan perawat.
Pihaknya pun menyepakati pertemuan antara dokter dan keluarga tetapi secara sepihak tiba-tiba dibatalkan oleh pihak keluarga beberapa menit sebelum jadwal yang disepakati.

"Hingga hari ini pertemuan tersebut belum terealisasi dikarenakan belum adanya kesepakatan waktu dari pihak keluarga," katanya.

Dia pun mengatakan bahwa penatalaksanaan pasien di garda terdepan selama pandemi Covid-19 hingga penanganan jenazah Covid-19 atau jenazah PDP yang menunggu hasil Lab RT-PCR mengacu pada Pedoman Tata Laksana Covid-19 di Indonesia.

Pedoman tersebut, kata dia, diterbitkan bersama oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Kesehatan RI beserta sejumlah Perhimpunan Dokter Spesialis dari seluruh Indonesia.