Siapakah “Tikus Tikus” yang Diduga Terlibat Korupsi Bendungan Kareloe? Amiruddin.SH.Kr.Tinggi akan Mengungkapnya di Ruang Dirkrimsus Polda Sulsel

1380

SULSELBERITA.COM. Makassar - Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, terkait laporan  Ketua Umum LSP3M Gempar Indonesia Sulawesi Selatan terkait dugaan korupsi Bendungan Kareloe yang mulai ditindak lanjuti pihak Polda Sulsel,  kini memasuki babak baru.

Kepada awak media ini, Ketua Umum LSP3M Gempar Indonesia Sulawesi Selatan Amiruddin.SH.Kr.Tinggi, mengungkapkan bahwa "Tikus tikus" yang diduga terlibat menggerogoti dana proyek Pembebasan Lahan bendungan Kareloe tersebut akan diungkapkannya di ruang Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel pada hari Rabu depan tanggal 17 Juni 2020.

Advertisement

Menurut Amiruddin pada hari Rabu tanggal 17 Juni 2020 akan diperiksa dipolda terkait laporannya,dan berdasarkan bukti bukti yang dimiliki kalau Penyidik betul betul mau menuntaskan kasus Korupsi bendungan Kareloe ini yang menelan anggaran 1,2 triliun akan menyeret sejumlah pejabat di kabupaten Gowa dan Jeneponto, BPN Kabupaten Gowa dan Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang.

Dalam keterangannya juga, Amiruddin.SH.Kr.Tinggi menjelaskan bahwa bendungan Kareloe lahan empuk tim Pembebasan lahan, dimana yang diduga  paling banyak dinikmati adalah yang menjual tanah milik Pemda Jeneponto yang seluas 118,88 Ha, dan menjual tanah milik H.Haruna Rasid seluas sekitar 37 Ha, dan tanah milik H.Basa dan Hj.Basse seluas sekitar 8 Ha.

"Dalam Pembebasan lahan Bendungan Kareloe tersebut, pihak Pompengan menjadi perpanjangan tangan Kementerian PU/PR,  tidak pernah transparan mengenai masalah harga tanah berapa permeternya, berapa harga tanaman milik rakyat, yang paling sadis cara merekayasa tim Pembebasan lahan dimasukkannya nama H.Sanusi ( Direktur PT Arafah Sanusi) seakan akan tanah yang dibebaskan pada tahun 2002-2003 oleh PT. Arafah Sanusi dengan menggunakan dana Pemda Jeneponto sebesar 5 milyar, Permainan apa ini yang dilakukan oleh tim Pembebasan lahan tersebut". Jelas Amiruddin SH. Kr Tinggi Sabtu, (13/6/2020).

Dijelaskan lagi, Bahwa tim Pembebasan lahan dalam hal ini camat Biring Bulu, camat Tompobulu, BPN kabupaten Gowa dan Pompengan tahun 2015 kala itu menurut Amiruddin sangat licik mengelabui pemilik lahan dan sangat terstruktur dan masif, diduga mulai dari Pejabat Kabupaten Gowa dan Jeneponto yang pura pura tanah milik Pemda Jeneponto diberikan begitu saja kepada PU/PR karena bendungan Ini akan dinikmati airnya oleh rakyat Jeneponto sendiri, ini adalah Persekongkolan jahat, mengaburkan tanah milik H.Haruna Rasid,H.Basa dan Hj.Basse termasuk tanah pekuburan dan mesjid tidak jelas siapa yang terima ganti ruginya.

Ditambahnya lagi, "Pembebasan lahan Bendungan Kareloe tersebut sangat kental tercium bau adanya rekayasa dan Persekongkolan antara tim Pembebasan lahan dengan penentu kebijakan, karena adanya surat permohonan penetapan sahnya Konsinyasi yang diajukan oleh kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ) dengan memasukkan nama H.Sanusi Direktur PT Arafah Sanusi selaku Penerima Pembebasan lahan milik Pemda Jeneponto dan memasukkan nama pemilik awal, Tim Pembebasan Lahan Bendungan KARELOE itu Pura pura Bodoh dan pura tidak tahu atau ... ??? ". Jelas Amiruddin penuh tanda tanya.

"Ini ada kesan membodohi dirinya sendiri, kenapa tanah milik Pemda Jeneponto dimasukkan Namanya H Sanusi seakan akan Pemilik lahan,dan Kenap masyarakat yang sudah pernah menjual tanah nya pada tahun 2002-2003 ke Pemda Jeneponto dan ke H.Haruna Rasid masih didaftar namanya sebagai penerima ganti rugi?" Urai Amiruddin lagi.

"H.Sanusi tidak berhak sama sekali atas tanah milik Pemda, karena sepeserpun uang pribadi H.Sanusi tidak ada digunakan membebaskan lahan Bendungan Kareloe, hanya saja sehingga disebut sebut nama H.Sanusi dilahan tersebut disebabkan Karena pada tahun 2002 -2003 PT Arafah Sanusi dan H.Sanusi selalu direkturx memenangkan tender Pembebasan lahan Bendungan Kareloe, karena waktu itu Pemerintah kabupaten Jeneponto membebaskan lahan tersebut untuk rencana pembangunan waduk Kelara Kareloe dengan menggunakan uang milik Pemda Jeneponto sebesar 5 milyar".Ungkap ketua Umum LSP3M Gempar Indonesia Sulawesi Selatan ini.

"Saya selaku Penggiat Kontrol sosial cinta penegakan hukum, cinta pemberantasan Korupsi di Sulawesi Selatan, masih banyak kasus Korupsi yang ingin dilaporkan oleh LSP3M Gempar Indonesia Sulawesi Selatan, tapi kami menunggu selesainya Bendungan KARELOE dilakukan penyelidikan oleh penyidik Polda Sulsel dan apabila pelaku Korupsi sudah diseret akan dilaporkan lagi kepolda proyek yang diduga menyebabkan kerugian negara ratusan miliar rupiah". Tutup Amiruddin.