SULSELBERITA.COM – Pacaran adalah sebuah ikatan yang paling melankolis, perpaduan kasih yang bernuansa romantisme yang tak kalah indahnya dari hubungan pernikahan.
Kata anak milenial, pacaran adalah candu yang memabukkan di mana akhir dari kisah pacaran adalah sebuah pernikahan yang diidam-idamkan kaum adam dan hawa. Tapi banyak dari mereka yang tidak tahu perjalanan hubungan pacaran tak seindah film romansa yang di tonton.
Kali ini akan kusampaikan sebuah kisah nyata, namun kurangkai dalam sebuah sastra. Karena kutahu di antara kalian, beberapa menyukai karya fiksi. Ini tentang keperawanan nona yang hilang di lekang waktu, semua terjadi begitu cepat.
Tak ada yang mampu mengembalikan dan yang tersisa hanya penyesalan beserta luka yang kian memenjarakan.
Sebagai perempuan terlihat anggun memang menawan, “digilai” lelaki adalah kebanggan. Namun siapa sangka hal itu adalah bencana yang menghancurkan harapan.
Tak ada yang tahu sifat dari manusia, baik lelaki maupun perempuan itu sama saja dalam dinamika kehidupan.
Cerita ini kuambil dari seorang perempuan yang dulunya terjebak dalam kegelapan, terpuruk oleh kejamnya pergaulan bebas dan lukanya kini menghantarkan dia menuju puncak keberhasilan.
Tepat pukul 00.29 kuhantarkan kalian pada suatu malam di mana tuan merenggut segalanya. Indah memang, beradu kasih dan romantisme yang membutakan akal. Terbuai bujuk rayu adalah kesalahan, namun siapa yang mampu melihat itu? Bahkan kebohongan yang dirangkai dalam sebuah kata janji dianggapnya sebagai kebenaran.
Tuan akan kuingatkan rumah kosong yang menjadi saksi bisu kepiawaian membuat kupercaya akan sebuah janji sehidup semati. Beradu pandang dan perlahan tanganmu meraba tubuh suciku, menciumiku. Hingga tiba di mana aku dan tuan bersatu dalam persetubuhan, merasakan kenikmatan surga duniawi. Diiringi irama desahan-desahan merdu yang menyejuk kan hati “katamu”
di tengah kedawaian malam gelap gulit tuan berbisik tepat di telinga kanan ku “bahwa semua ini akan baik-baik saja, ini adalah bentuk kesetian dan bahkan Tuhan pun tak akan memisahkan kita berdua” sayang. Aku akan bertanggung jawab bila nanti di dalam rahim mu ada benih kutertinggal. ”
Sembari memeluk tubuh yang digauli di ruangan kosong, mengibaratkan bahwa tuan tak akan pergi ke mana-mana”.
Seminggu berlalu, ada yang berubah dari tuan. Cinta, kasih sayang dan perhatian, kini memudar di makan waktu. Tepat hari senin, pukul 21.45 Wita tuan mengakhiri segalanya. Tak ada lagi aku dan tuan yang saling beradu kasih di bawah rembulan.
Kini aku sedirian, menundukkan kepala dan tak mampu berteriak lantang atas kebejatanmu.
Dunia ku benar-benar hancur bahkan Tuhan di hari itu hanya melihat ku disiksa oleh rasa tak karuan. Lelaki yang membawaku dalam persetubuhan tanpa ikatan pernikahan, kini beranjak pergi. Meninggalkan cerita yang tak ingin kumiliki.
“aku tidak lagi suci” semua di rebut hanya bermodalkan janji. Jadi, harus kuapakan tubuh ini? Karena hidup hanyalah kesia-sian, sampai aku tiba pada fase di mana pandanganku berubah.
Tak ada lagi luka yang memenjarakan, nono ingin bangkit dari keputus asaan. Menata hidup baru dan belajar mengikhlaskan segalanya. Semua memang sulit tapi inilah satu diantara banyak pilihan yang mestinya ditempuh, dan dari nono belajar bahwa luka akan meghantar pada sebuah puncak keberhasilan diri.
Satu hal yang inginku sampaikan kepada kalian yang membaca kisah ini “hargai dirimu dan jaga apa yang kamu milik, karena yang terlihat baik belum tentu baik”
Penulis : Winny Marissa
( Kader HMI Cabang Sinjai )