Opini: ISIS Anak Kandung Israel, USA, Dan Inggris?

532

SULSELBERITA.COM. Buku yang ditulis oleh Wibowo dan Wildan Nasution ini mencoba untuk mengaitkan atau membedah apakah ISIS sebuah organisasi teror yang mengglobal bahkan dinilai lebih kuat dari Al Qaeda dan Boko Haram adalah “anak kandung” Israel, Amerika Serikat dan Inggris?”.

Buku ini banyak memberikan fakta dan informasi terbaru setidaknya bagi peresensi, namun sampai akhir buku bertebal 114 halaman ini, nampaknya para pembaca belum dapat mendapat gambaran yang tegas terkait ISIS dan Israel, bahkan buku ini cenderung mengungkap habis “kehebatan” Israel.

Advertisement

Penulis sangat yakin bahwa ISIS dibentuk oleh badan intelijen dari tiga negara yaitu Israel, Amerika Serikat (AS) dan Inggris, karena didasarkan atas “ocehan” Snowden. ISIS dibentuk tiga negara tersebut sebagai “sarang lebah” sehingga mati tidaknya ISIS tergantung pada ketiga negara tersebut (halaman 11).

Penulis juga mengingatkan kepada pemerintah Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia dengan segala macam kekayaan alamnya, termasuk posisi geostrategisnya yang sangat vital dan pivot menjadikan Indonesia juga menjadi sasaran “kekhalifahan zionis Yahudi”, apalagi komunitas Yahudi sangat kuat dan mengakar di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bandung (halaman 5).

Yahudi juga mempunyai sejumlah organisasi sosial namun bermisi ganda seperti Freemansory yang dibentuk dinasti Rotschild, Iluminati dan lain-lain. Fenomena ISIS dengan cita-cita Daulah Islamiyah diyakini sebagai alat yang dimainkan zionis untuk memporak-porandakan bangunan dan kesatuan umat Islam (halaman 9).

Kedua penulis juga menilai AS melalui program “Muslim World Outreach (MWO)” juga berusaha membendung komunisme pasca Perang Dunia I dan program ini pasca perang dingin ditujukan untuk membendung radikalisme Islam, dengan strategi memperkenalkan demokrasi dan membentuk Islam moderat, sebagaimana hasil pertemuan Global Information and Influence Team yang dibentuk The CIA’s Office of Transnational Issues pada Februari 2005 (halaman 31), termasuk laporan RAND Cooperation berjudul “Deradicalizing Islamist Extrimist” (halaman 33).

Selebihnya, buku ini hanya menggambarkan sejarah berdirinya Israel yang disebut-sebut atas dasar dokumen kuno yang ditandatangani oleh pendiri Arab Saudi, Sultan Abdul Aziz yang meminta tolong kepada Inggris untuk membentuk negara Yahudi di tanah Palestina (halaman 42). Oleh karena itu, kita tidak heran jika Arab Saudi selalu memiliki politik “bermuka dua” ketika menyangkut isu Israel.

Israel yang memiliki sumber daya alam minyak dan dikelilingi negara-negara Arab yang membenci mereka, maka Israel membangun angkatan perang dan intelijennya sangat kuat untuk mendeteksi dan menghancurkan ancaman terhadap Israel.

Tsahal atau Israel Defence Forces (IDF) adalah angkatan perang kuat di tanah Arab. IDF memiliki organisasi bawah tanah seperti Etzel dan Lehi. Kekuatan IDF semakin lengkap karena diperkuat oleh Direktorat Intelijen Militer Israel atau Aman.

Israel juga diyakini memiliki nuklir melalui program Ofeq dan misil Hetz bikinan AS dan Israel adalah misil anti balistik yang sudah memakan banyak korban jiwa.

Kedigdayaan Israel di tanah Arab juga diperkuat lembaga intelijennya antara lain Ha-Mossad le-Modiin ule-Tafkidim Meyuhadim atau terkenal dengan Mossad yang dibentuk Perdana Menteri Israel David Ben Gurion pada 1 April 1951. Mossad diperkuat Shin-Bet dan Aman.

Mereka juga memiliki klab malam “The Star” di Lebanon sebagai meeting point agen Mossad. Sejumlah prestasi hebat ditorehkan Mossad antara lain membunuh pejuang PLO yang terlibat peristiwa September Hitam yang menewaskan atlet Israel saat Olimpiade Munich, Jerman; Mossad juga menghancurkan kantor PLO di Tunisia pada April 1988 dan membunuh pemimpin PLO, Abu Jihad; Mossad membunuh ilmuwan Kanada, Gerald Bull yang membantu program nuklir milik Irak; Mossad juga menangkap banyak tokoh Nazi Jerman yang terkait peristiwa Hollocaust dan lain-lain, namun kesalahan fatal Mossad adalah gagal mengatasi pembunuhan PM Isral Yitzak Rabin oleh Yigal Amir, Yahudi Ortodox (halaman 56 s.d 58).

Buku ini juga memberikan informasi terkait tokoh-tokoh ternama intelijen Israel bahkan beberapa diantaranya menjadi PM Israel. Beberapa tokoh intelijen Israel tersebut memiliki cover sangat kuat dan tidak pernah mengaku sebagai intelijen Israel.

Mereka antara lain Isser Harel, Reuven Shiloah, Meir Dagan, Eliahu Ben Shaoul Cohen alias Eli Cohen (agen Mossad yang mati digantung), Johann Wolfgang Lotz (tokoh di balik kemenangan perang Israel-Arab tahun 1967, dimana Mesir menyerah dalam waktu 4 hari, Jordania menyerah dalam waktu 3 hari) dan Alfred Frauenknecht.

Sejarah juga mencatat agen intelijen Israel menjadi PM dan diplomat ulung negaranya seperti Ehud Barak, Tzipi Livni (PM Israel bergender perempuan kedua, setelah Golda Meir), Ehud Olmert (halaman 59 sampai 80).