Diskusi Online LPMI HMI: Reposisi Perungasan di Tengah Pandemi Covid-19

350

SULSELBERITA.COM. Efek merebaknya wabah Pandemi Covid-19 telah memberi dampak yang nyata terhadap dunia usaha, tak terkecuali dirasakan oleh para pelaku usaha sektor perunggasan Indonesia. Salah satu yang paling dirasakan adalah menurunnya daya beli masyarakat terhadap produk pangan hewani dalam hal ini daging ayam broiler dan telur ayam ras.

Menyikapi fenomena tersebut, Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam Himpunan Mahasiswa Islam (LPMI HMI) Cabang Makassar Timur mengambil peran tersendiri dalam upaya mencari solusi dengan menggagas diskusi online yang dikemas dalam bentuk kegiatan Poultry Discussion Issue.

Advertisement

Diskusi online dengan tema Reposisi Perunggasan di Tengah Pandemi Covid-19 ini diadakan pada Selasa, 12 Mei 2020 dengan menghadirkan beberapa stakeholder perunggasan sebagai Nara Sumber baik dari unsur pemerintah, legislatif, akademisi, Industri dan praktisi perunggasan.

Anny Lamya Munasirah selaku Direktur LPMI HMI Cabang Makassar Timur mengemukakan bahwa diskusi ini sebagai bentuk koneksi pemberian solusi terhadap eksistensi dunia perunggasan Indonesia ditengah wabah Pandemi Covid-19.

Diskusi yang digelar dalam jaringan (daring) ini mendapat perhatian serius dari beberapa pelaku perunggasan di beberapa wilayah Yang tersebar di seluruh Indonesia yang terlihat dari antusias keterlibatan peserta. Setidaknya 345 orang yang berasal dari 34 kabupaten/Kota dari seluruh Indonesia yang melakukan registrasi sebagai peserta dalam kegiatan ini, demikian disampaikan oleh Zulfiqih Matra Palompai, Pengurus Departemen Hubungan Masyarakat LPMI HMI Cabang Makassar Timur.

Dalam kondisi wabah Pandemi Covid-19 ini banyak peternak yang mengalami kerugian yang disebabkan oleh berbagai faktor. Distribusi produk hasil unggas yang dibatasi akan mengakibatkan penumpukan produk dan akhirnya menyebabkan penurunan harga, tutur Muhammad Ramli, S.Pt selaku praktisi perunggasan. Selain itu faktor harga pakan yang mahal menjadikan biaya produksi bertambah karena bahan baku dari pakan juga terbilang sudah mahal, belum lagi bila ayam yang sudah afkir hanya dibeli dengan kisaran harga Rp. 230.000 yang dulunya bisa mencapai Rp. 400.000 per lusin.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan Ir. H. Abd. Aziz Z, MM yang menyatakan bahwa penurunan harga turut disebabkan oleh distribusi yang terhambat. Secara umum distribusi telur dari Sulawesi Selatan juga banyak yang dikirim ke Kalimantan, namun pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) setidaknya memberi dampak terhadap penurunan harga jual.

Ketua PINSAR Sulawesi Selatan, H.Yusuf Madeamin menegaskan bahwa pada kondisi wabah pandemi Covid-19 ini penurunan harga produk peternakan sangat luar biasa, karena rata-rata permintaan konsumsi mengalami penurunan hingga 43%. Melihat kondisi peternak ayam petelur dan pedaging yang mengalami anomali terhadap pasar yang diharapkan seharusnya harga tinggi dengan memprediksi permintaan meningkat di Bulan Suci Ramadan, nampaknya harus kandas karena kebijakan PSBB oleh pemerintah. Hal ini tentunya sangat berdampak pada kondisi pasar yang menjadi harapan para peternak. Belum lagi biaya produksi yang mahal sudah dipastikan mengalami kerugian yang besar pula.

Harga pakan yang melonjak naik karena keterbatasan bahan baku juga merupakan faktor utamanya. Dr.(Cand). Ir. Audy Joinaldy, S.Pt, M.Sc, M.M, IPM, ASEAN.Eng selaku Chairman Perkasa dan Lintas Agro Group menjelaskan bahwa bahan baku mahal disebabkan oleh biaya impor yang mahal. Bahan baku seperti soya bean kita impor dari Brazil dan Argentina, namun karena situasi disana juga lockdown, sehingga kita mengalami keterbatasan bahan baku untuk mempriduksi pakan .

Prof. Dr. Ir. Ahmad Ramadhan Siregar. M.S yang juga tampil sebagai Nara sumber menguraikan bahwa pentingnya memahami industri sektor bidang peternakan. Dalam wabah seperti ini banyak yang terkena dampak seperti supply protein hewani untuk kebutuhan sehari-hari. Kita memang tidak bisa menjamin terhadap adanya fluktuasi harga karena hal ini bersifat unpredictable, demikian dikatakan oleh Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin ini.

Hasil penamparan dari seluruh Nara sumber sebelumnya langsung direspon oleh Ketua Komisi B DPRD Sulawesi Selatan, drg. Andi Rachmatika Dewi yang menyatakan bahwa memang harus ada pemetaan untuk pembelian hasil produk dari peternak. Perlu adanya semacam Cold Storage agar peternak bisa menunggu sampai harga stabil, harus ada kompensasi periode berikutnya seperti pembagian bibit ayam (DOC) gratis jelasnya. Tidak sampai disitu, anggota DPRD Sulsel yang akrab disapa Kak Cicu ini juga mengatakan bahwa hasil diskusi ini juga langsung disampaikan saat ini juga dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) yang juga berlangsung pada saat yang sama.

Atas nama panitia pelaksana menyampaikan apreisiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh stake holder yang hadir, demikian disampaikan oleh Ir.Sahiruddin Sabile, S.Pt, M.Si, IPM di akhir diskusi selaku moderator. Kita berharap bahwa semua gagasan yang yang muncul dalam diskusi ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk memperkuat eksistensi posisi perunggasan di Indonesia, demikian closing statement oleh kandidat doktor Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ini yang juga merupakan Akademisi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.