SULSELBERITA.COM. -- Sebagai sebuah sumber informasi yang utama, segala produk jurnalistik harus memberikan informasi yang sesuai dengan kaidah-kaidah etika jurnalistik. Setiap jurnalis seyogyanya mengikuti kode etik jurnalistik agar tetap memberikan informasi yang cepat dan tepat serta bertanggung jawab dalam jurnalisme baik cetak maupun online. Hal ini ditujukan agar produk-produk jurnalistik tidak mengakibatkan kerugian dan terabaikannya hak-hak individual orang lain. Jangan sampai produk jurnalistik tidak lagi berfungsi sebagai sumber informasi yang akurat dan terpercaya, melainkan sebagai ajang memberikan penghukuman kepada seseorang tanpa melalui lembaga peradilan.
Idealnya, suatu produk jurnalistik mengedepankan asas praduga tak bersalah. Artinya setiap pemberitaan yang dimuat harus berdasarkan fakta-fakta yang akurat sehingga pemberitaan tersebut tidak menjadi opini pribadi jurnalis yang pada dasarnya tidak dapat dikategorikan sebagai produk jurnalistik. Pemberitaan yang dimuat tanpa dasar dan fakta-fakta yang akurat dapat menjadi dasar pemidanaan bagi jurnalis karena dapat dijerat pencemaran nama baik, apalagi jika dalam pemberitaan tidak menyamarkan identitas orang yang diberitakan.
Seperti yang terjadi baru-baru ini terkait kasus Muh. Asrul, seorang wartawan yang ditahan akibat tuduhan menyebarkan berita bohong dan pencemaran nama baik melalui media elektronik. Kasus ini menarik banyak perhatian baik di kalangan akademisi maupun kalangan jurnalis itu sendiri. Terjadinya kasus ini justru menimbulkan polemik baru, yaitu terkait beberapa opini yang berkembang di masyarakat bahwa terjadi kriminalisasi jurnalis. Padahal apabila dicermati dengan baik, kasus ini belum dapat disebut sebagai kasus kriminalisasi wartawan, karena konten pemberitaan yang disebarkan memang melanggar beberapa ketentuan dalam etika jurnalis dan juga melanggar adanya asas praduga tak bersalah dalam sistem hukum di Indonesia.
Salah satu etika dalam jurnalistik yaitu mencari, mengolah, dan menyebarkan berita yang akurat dan terpercaya. Artinya setiap berita yang disebar seharusnya disertai denga bukti dan fakta-fakta yang akurat sehingga pemberitaan tersebut bukan merupakan opini pribadi yang dapat menggiring opini masyarakat luas, sehingga mengakibatkan orang yang diberitakan menjadi objek bulan-bulanan masyarakat terhadap berita yang belum jelas kebenarannya.
Selanjutnya, dalam dunia jurnalistik juga sangat sepatutnya dikedepankan asas praduga tak bersalah. Bahwa setiap orang yang diduga sebagai pelaku atau tersangka dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan hakim. Oleh sebab itu, menyebut identitas seseorang yang diduga sebagai pelaku atau tersangka dengan jelas dapat saja dikenakan delik pencemaran nama baik, apalagi kalau pemberitaan tersebut tidak disertai dengan bukti dan fakta-fakta yang jelas.
Mengingat peran penting jurnalistik dalam membangun Negara berdemokrasi, seharusnya para jurnalis tidak gegabah dalam menyebar berita, karena dampaknya bukan hanya kepada objek yang diberitakan, tetapi juga sangat berdampak pada lingkungan sosial dan masyarakat yang dapat menimbulkan kekisruhan dan keresahan serta perpecahan.
Oleh : Dr. Sakka Pati, SH. MH.
Kapuslitbang Konflik Demokrasi, Hukum dan Humaniora LPPM Unhas