Kasus Dana Jaminan Pekerjaan Gagal Cair Seret PPK Sebagai Tersangka, Aktivis Anti Korupsi Sulawesi Selatan: Bukan Pidana Tapi Perdata

212

SULSELBERITA.COM. Takaloyek rehabilitasi ruang kelas sekolah di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Takalar inisial S mengundang perhatian penggiat antikorupsi di Sulsel.

Alasannya, penetapan tersangka PPK dinilai janggal karena dasarnya adalah dana jaminan pelaksanaan yang gagal cair.

Advertisement

Dalam PERATURAN LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2021 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH MELALUI PENYEDIA menerangkan bahwa, dalam Jaminan Pengadaan Barang/Jasa dapat berupa Bank Garansi atau surety bond. Bank garansi diterbitkan oleh bank umum dengan mekanisme pihak penyedia menyetorkan jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak kepada bank garansi.

Sehingga ketika terjadi pemutusan kontrak maka secara otomatis setoran yang dititipkan ke bank garansi sebagai jaminan pelaksanaan dapat langsung dicairkan dan disetorkan ke kas daerah. Sementara surety bond adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/Lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi dengan mekanisme jika terjadi pemutusan kontrak maka PPK melakukan klaim kepada perusahaan penjamin lalu perusahaan penjamin melakukan penagihan kepada pihak terjamin.

Karena dalam jaminan surety bond pihak terjamin tidak menitipkan dana sebagai garansinya.

Kelalaian PPK dalam mencairkan jaminan pelaksanaan adalah kesalahan administratif yang harus dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur Undang-Undang 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan/atau Undang-Undang 5/2014 tentang ASN.

Gagalnya pencairan jaminan, baik karena kelalaian PPK maupun wanprestasinya pihak penerbit jaminan adalah peristiwa perdata, yang harusnya diselesaikan secara perdata pula.

Jadi persoalan ini sangat jelas bahwa bukan perkara korupsi yang dilakukan oleh PPK.

Dan perlu juga kita ketahui bahwa pada Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor memiliki tiga unsur, yaitu (a) memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; (b) melawan hukum; (c) dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Perbuatan yang dilarang dalam pasal tersebut adalah perbuatan yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan menggunakan sarana melawan hukum.

Sementara pada Pasal 3 UU Tipikor juga memiliki tiga unsur yaitu (a) dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi; (b) menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; (c) dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Maka dalam persoalan tersebut PPK sangat jelas tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor, ujar Aktivis Anti Korupsi Asrul Arifuddin, Jumat (2/2/2024).