SULSELBERITA.COM. Takalar -- Proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I. Bontorea terus menuai sorotan. Proyek yang sejatinya menghabiskan anggaran Rp 1.945.711.000,- tahun 2023 sampai hari ini diduga belum selesai dan menyalahi masa kontrak.
Proyek yang dikerjakan CV. AlKautsar Mandiri diduga sudah tidak sesuai dengan petunjuk teknis, dimana saluran irigasi ini mengerjakan bendung yang tidak sesuai bestek atau gambar kerja dengan metode pelaksanaan yang benar. Hal ini berdasarkan hasil investigasi dan pemantauan LSM PERAK Indonesia saat turun di lokasi pekerjaan.
"Diduga gambar kerja ini telah diubah oleh pelaksana tanpa melalui prosedur addendum kontrak. Dimana pelaksanaannya di lapangan tidak sesuai dengan gambar kerja," ucap Burhan Salewangang, SH Koordinator Divisi Hukum dan Pelaporan LSM PERAK Indonesia saat dikonfirmasi kepada awak media, Kamis (16/11/23).
Lanjut Burhan, proyek yang bersumber dari anggaran dana DAK ini diduga kurang pengawasan dari konsultan pengawas CV. Wira Kamil Konsultan.
"Diduga perencanaan tidak melakukan survey sehingga pekerjaan proyek tersebut lambat dilaksanakan. Diduga terjadi kongkalikong antara Kadis, PPK dan pihak kontraktor sehingga terjadi penjadwalan yang tidak realistis," ungkapnya.
Menurut Burhan, kontraktor sebagai pelaksana diduga melakukan kecurangan untuk mencari keuntungan yang lebih besar sehingga tidak mengacu dari juknis dan rencana kerja dan syarat (RKS) sehingga terindikasi mengakibatkan kerugian keuangan daerah.
"Harusnya anggarannya masuk dipekerjaan saluran malah kami lihat kontraktornya buat kanopi di lokasi. Ini pekerjaan baru lagi dan tidak ada di RAB," ungkapnya.
Terkait dengan Kegiatan D.I Bontorea lanjut Burhan, Pekerjaan Kanopi yang dikerjakan Oleh Kontraktor pelaksana di sekitar lokasi pekerjaan, ditengarai pekerjaan tersebut merupakan Item baru yang tidak ada didalam RAB, sehingga dimungkinkan tidak sesuai dengan tinjauan Teknis Pekerjaan Pembangunan Daerah Irigasi.
"Maka dengan tidak adanya Justifikasi Teknis Terhadap Pekerjaan Kanopi tersebut diduga terjadi pengurangan volume pekerjaan utama sehingga potensi kerugian negara sangat jelas adanya dan berpotensi pidana. Untuk itu APH agar dapat melakukan penyelidikan terhadap indikasi yang dimaksud," ujar Burhan.
Pihaknya menduga Kadis dan PPK melakukan penyalahgunaan wewenang dan jabatan untuk mencari keuntungan pribadi. Dan dugaan adanya fee atau gratifikasi dari kontraktor sehingga telah terjadi tindakan melawan hukum.
Selain dugaan persekongkolan, pihaknya juga menduga adanya pemufakatan jahat dan pembiaran sehingga diduga disinyalir dalam proyek ini adanya dugaan korupsi.
"Kami juga menduga ini perusahaan pinjaman oleh seorang oknum pengurus yang tidak memiliki beban tanggung jawab dalam pekerjaan tersebut yang dapat berakibat pada kualitas dan kuantitas pekerjaan termasuk kemanfaatannya. Dimana oknum yang bersangkutan tidak ada namanya dalam struktur perusahaan pemenang," bebernya.
Ditanya terkait oknum yang dimaksud, Burhan membeberkan telah mengindentifikasi jika oknum tersebut punya koneksi di wilayah APH yang ada di Takalar.
Pihaknya juga sudah menyiapkan dengan melakukan pengumpulan data dan baket sebagai pelaporan resmi ke APH.
"Kami segera koordinasi dengan pihak APH dalam hal ini Kejaksaan dan Kepolisian terkait pelaporan resminya," tegasnya.
Pj Bupati Takalar, Setiawan Aswad yang dikonfirmasi terkait proyek tersebut mengatakan, akan mengkroscek Minggu ini di lapangan.
"Saya cek minggu ini di lapangan," jawabnya singkat via WhatsApp.
Sementara Kadis PUPR dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Takalar yang dihubungi belum memberikan jawaban.
Proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I. Bontorea di Kabupaten Takalar berada di bawah tanggung jawab pelaksanaan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Takalar. Dengan nomor kontrak : 4173/KONTRAK/PPK-SDA/DPUTRPKP/II/2023.
(*)