SULSELBERITA.COM – Kata kapitalisme sering kali kita dengar di berbagai macam kalangan, di dunia mahasiswa kata tersebut sering kali di perbincangkan atau jadi topik yang selalu hangat untuk diskusikan. Jadi sebenarnya apa itu kapitalisme? Kapitalisme adalah selalu merujuk kepada penindasan penghisapan terhadap kaum buru kepada kaum pemilik modal. Dimanah kapitalisme memberikan kebebasan penuh serta seluas luasnya terhadap pemilik modal atau individu tersebut.
Kapitalisme merupakan dampak dari liberalisme karna liberal ini selalu merujuk kepada kebebasan. Baik itu kebebasan ekonomi, politik atau pendidikan. Hal inilah yang menjadi alasan dasar dari beberapa pihak yang kemudian melakukan penghisapan tersebut .inilah yang menjadi dasar dari pemikiran kapitalisme karena pada dasarnya liberalisme memiliki 3 hal dasar yaitu kebebasan individu, kepemilikan individu serta usaha individu itu sendiri.
Namun Marx mengungkapkan kepada kita bahwa kapital bukan hanya itu kapital juga merupakan sebuah relasi sosial tertentu. Kapital tidak bisa meningkat kecuali dengan mengeksploitasi orang-orang yang bekerja secara aktual (sungguh-sungguh). Sistem kapitalis adalah struktur sosial yang muncul dari dasar hubungan eksploitatif. Para kapitalis adalah orang-orang yang hidup dari keuntungan kapital mereka, dan ok kita bisa melihat bahwa mereka adalah pewaris eksploitasi proletariat.
Lantas bagaimana dalam dunia pendidikan ?
Menurut Francis Wahono (dalam Komara, 2012), Kapitalisme pendidikan merupakan arah pendidikan yang dibuat sedemikian rupa sehingga pendidikan menjadi pabrik tenaga kerja yang cocok untuk tujuan kapitalis tersebut. Tentunya kapitalisme dan pendidikan ini berarti individu bebas melakukan penghisapan ke dalam rana pendidikan termasuk meraup untung tanpa memikirkan akan ke mana arah pendidikan kedepannya.
Pendidikan kemudian dijadikan sebagai lahan basah untuk meraup keuntungan pribadi maupun kelompok , mereka juga memegang kuasa penuh terhadap berjalannya suatu sistem pendidikan, pendidikan sudah menjadi mesin kapitalis yaitu mesin penghasil keuntungan.
Melihat bahwa pendidikan merupakan hal penting/vital (fundamental) terutama untuk generasi mendatang, pendidikan yang akan menentukan bagaimana negara untuk masa mendatang sehingga akan berujung pada kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa. Sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia yaitu termuat dalam UUD 1945(Mencerdaskan kehidupan bangsa) .
Pendidikan dimasa pandemi tidak boleh terhenti karena akan berdampak buruk pada generasi saat ini dan generasi mendatang, mengingat vitalnya pendidikan baik secara keilmuan atau formalitas saja, hal ini hanya akan meningkatnya angka putus pendidikan. Maka dari itu berbagi kebijakan yang dikeluarkan seperti E-learning (daring). Hal ini hanya untuk terus berjalanya dunia pendidikan baik dari Sekolah menengah sampai perguruan tinggi.
Namun dalam pengeluaran kebijakan tersebut tidak tepat terkhususnya dalam perguruan tinggi yang mengharuskan untuk kuliah secara daring, tentu saja mahasiswa harus menyiapkan biaya tambahan untuk membeli kuota hanya untuk mengikuti kuliah secara Online. Dan juga secara efektivitas proses secara Online ini tidak maksimal. Lantas bagaimana dengan biaya pendidikan terkhususnya biaya kuliah?.
Hal inilah yang menjadi beban dari mahasiswa karena mereka tidak menikmati atau menggunakan fasilitas kampus tetapi harus membayar UKT/BPP secara penuh meskipun ada beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta mengeluarkan kebijakan untuk memberikan uang kuota kepada mahasiswa namun pemberian kuota tersebut dinilai oleh sebagian besar mahasiswa itu tidak cukup.
Dengan hal ini kita dapat mengambil point bahwa dalam pandemi Covid 19 ini pihak tersebut memanfaatkan pandemi ini sebagai lumbung penghasilan kerana pihak kampus tidak perlu mengeluarkan anggaran yang semestinya dikeluarkan guna berjalanya proses perkuliahan seperti biasanya, tetapi mahasiswa sendiri yang harus menangung biaya perkuliahan. Hal ini berarti pihak tersebut melakukan penghisapan terhadap mahasiswa juga mengingat di masa pandemi ini sangat berdampak terhadap perekonomian mahasiswa karena berbagai pekerjaan saat ini terkendala. Hal ini sangat berkesinambungan terhadap pernyataan Francis Wahono di atas.
Kapitalisme dimasa pandemi ini sangat nyata adanya dimasa pandemi ini hal ini hanya akan merujuk pada kerugian terutama mahasiswa, karena dilain sisi harus membayar UTK/BPP juga harus membayar uang kuota terlebih lagi bagi mahasiswa yang tinggal di pelosok daerah tentunya kurangnya akses jaringan.
Dengan penyelenggaraan pendidikan dimasa pandemi ini sulit untuk mendapatkan pendidikan yang berkeadilan dan berkualitas sehingga dapat mewujudkan kehidupan berbangsa yang cerdas. Malah pendidikan akan lebih cenderung kepada “profit oriented” dan serba instan, ini akan cenderung menjadikan pendidikan yang asal jadi dan mengabaikan mutu dari pendidikan itu sendiri, meskipun kebijakan kuliah Online ini hanya sementara namun berdampak besar terhadap dunia pendidikan.
Penulis : Riswandi, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar, Jurusan Administrasi Negara, Kader HMI Cabang Gowa Raya
*Tulisan tanggung jawab penuh penulis *