SULSELBERITA.COM. Makassar – PB IPMIL RAYA menggelar aksi demonstrasi di depan kantor gubernur Sulawesi Selatan guna menyikapi sengketa lahan Desa Rampoang Kec. Tanalili Kabupaten Luwu Utara. Selasa, 9/2025
Aksi ini digelar lantaran pihak pemprov terindikasi memanipulasi perolehan lahan 500 Ha yang dihibahkan oleh salah satu pemuka adat pada tahun 1977
Dalam orasinya mahasiswa PB IPMIL Raya menyampaikan bahwa pemerintah provinsi sulawesi selatan harus bertanggung jawab atas kisruh yang terjadi antara warga dan TNI serta menyelesaikan konflik agraria yang terjadi.
Ketua PB IPMIL RAYA juga menyoroti dugaan rekayasa dan manipulasi administrasi pemerintah provinsi sulawesi selatan yang terdapat pada dokumen serah terima ganti rugi tanah dan tanaman.
menurutnya apabila benar terdapat rekayasa tanda tangan atau pemalsuan data penerima ganti rugi tahun 1977 maka tindakan tersebut dapat dikualifikasi sebagai Pemalsuan dokumen (pasal 263 KUHP), Penipuan administratif (pasal 378 KUHP), dan Perbuatan melawan hukum administratif sebagaimana diatur dalam UU administrasi pemerintahan (UU No. 30 Tahun 2014).
Indra, ketua bidang hukum dan HAM PB IPMIL Raya juga menuturkan dalam orasinya bahwa klaim pemprov sulsel atas lahan 500 Ha harus dibuktikan dengan adanya akta pelepasan hak yang sah,
jika pemprov menilai bahwa lahan tersebut dihibahkan oleh pemangku adat yaitu Andi Hamid (Opu Onang) maka pemprov mengakui tanah tersebut adalah tanah adat secara tidak langsung.
Tentunya akta pelepasan hak yang sah mesti ditandatangani oleh para pemegang hak adat yang berwenang bukan hanya individu.
Jika aspek tersebut tidak terpenuhi maka klaim kepemilikan pemerintah menjadi cacat hukum dan begitupun hibah setelahnya (kepada TNI). asas nemo dat quod non habet “tidak seorang pun dapat memberikan hak atas sesuatu yang bukan miliknya.
PB IPMIL Raya juga menyoroti tindakan represif aparat TNI terhadap masyarakat setempat, menurut UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, TNI harus tunduk pada hukum nasional dan menjunjung tinggi HAM serta tidak dapat terlibat dalam tindakan yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hak sipil masyarakat.
Oleh karena itu seharusnya pembangunan Yon TP 872 harus ditunda atau dialihkan sampai terdapat putusan hukum yang berkekuatan tetap (inkracht) mengenai status lahan tersebut.




