Oleh : Abbas Selong. ( Mantan Pimpinan Komisi C DPRD Sulsel).
SULSELBRRITA.COM. SEBAGAI warga negara yang baik, maka putusan MK terkait sengketa hasil pilpres 2024, harus diterima sebagai produk yuridis yang syah untuk menjadi pemandu dalam menata arah negara bangsa dinegara hukum Republik Indonesia, dengan catatan kita tetap tidak boleh abai pada panduan hidup (hukum syari'ah) menuju hidup setelah mati yaitu "al Qur'an dan Sunnah Rasul", maka peristiwa ketatanegaraan yang termuat dalam putusan MK itu dapat dimaknai sebagai peristiwa hukum positif (baca : bukan hukum syari'ah).
NKRI harga mati iyya, tapi mati dijalan yang diridhoi Allah adalah pilihan hidup (way of life) yang selalu dimohonkan walau tanpa THN (Tim Hukum Nasional/pengacara).
Rupa rupa spekulasi opini publik yang multi tafsir terhadap argumentasi/pendapat hukum para pihak yang mewarnai pembahasan sengketa hasil pilpres itu adalah kebenaran relatif/bukan kebenaran absolut.
Itulah pula yang memproduksi adanya *dissenting opinion* tiga hakim MK dilintasan politik negara yang berlaga diatas panggung sandiwara dunia yang disorot dunia, memilukan sekaligus memalukan.
Tiga hakim MK itu disinyalir lebih mendengar suara hatinya yang beririsan dengan jeritan suara hati rakyat sebagai suara tuhan, artinya tiga hakim MK itu lebih memilih mengikuti kehendak *tuhan* nya daripada harus mengabulkan keinginan *tuan* nya.
Bagi yang merasa dimenangkan oleh kehendak zaman, jangan ter *buai* dulu sebab didepan sana ada *bui* menanti, sekedar sebagai pengingat saja bahwa diatas panggung sandiwara dunia itu juga berlaku hukum *tabur tuai*.
Siapa menabur angin akan menuai badai, siapa menanam bibit dialah yang akan memetik hasilnya, siapa menabur kebaikan dia pula yang akan menerima kebaikannya, bila keburukan yang kau tabur akibatnya pun akan kau *pikul* dan bisa jadi sampai dirimu *pikun* dan di *pikul* ke tempat istirahatmu yang terahir, tempatmu nanti akan di *pukul* oleh malaikat mungkar dan nakir.
Bagi yang merasa dikalahkan oleh kehendak rezim, tidak perlu bersedih apalagi merintih karena tidak selembarpun daun kering gugur tampa izin tuhan, Allah SWT., bila kita percaya bahwa ini semua sudah ibarat telur yang *menetas* sebelum waktunya, baunya amis menyeruak dan terjadi diatas panggung sandiwara dunia, maka kini saatnya semua pihak harus menahan diri dan tampil memainkan keterampilannya, berperan sebagai *peretas* masalah, bukan justru menjadi bahagian dari masalah.
Mari kita memulai membangun kolaborasi positif yang produktif, bahu membahu memberitahu kepada semua stakeholder negara bangsa bahwa kita masih punya harapan menatap masa depan dengan penuh rasa optimisme sebagai wujud cinta kasih kepada ibu pertiwi.
Tentu saja, walaupun semua orang telah mengetahuinya bahwa kebenaran itu tidak pernah punah dan kalah, ketidakbenaranlah (batil) yang punah dan selalu kalah, tapi ingat kejahatan yang terkoordinir dengan baik dapat mengalahkan kebaikan yang tidak terkoordinir dengan baik, kebenaran itu selalu mencari jalan untuk mengungkapkan dirinya, dia akan datang walau tanpa diminta, datangnyapun sering diluar dugaan.
jika ada kemenangan yang diraih diatas ketidakbenaran, maka kemenangan itu disebut *kemenangan semu* yang boleh jadi semacam *kubangan* yang dibuat tuhan untuk menguji lemahnya iman kaum *munafikun* (baca : jika ada), jadi bagi yang sudah istiqamah dijalan yang benar : *La Tahzan Innallaha Ma'ana*, janganlah engkau bersedih, tuhan selalu menyertai.
Pejuang sejati anti menangisi dan meratapi hasil perjuangannya, karena pejuang sejati itu faham bahwa penentu segala peristiwa adalah kewenangan tuhan yang tidak boleh diganggu gugat, otoritas tuhan itu tidak bisa di take over oleh manusia, siapapun dia.
Perjalanan masih panjang, putusan MK hanyalah pintu masuk menuju putusan MA (Mahkamah Allah) di pentas politik *hak angket* wakil rakyat/anggota DPR RI, disitulah nanti semua berharap semoga tuhan berkenan mengurai benang kusut dan menegakkan benang basah.
Di Senayan sana akan ada keajaiban dan keajaiban itu adalah yang menggembirakan kaum mujahidin yang berjuang di jalan Allah. Allahu akbar, hanya Allah yang maha besar dan yang lainnya kecil termasuk semua yang hanya merasa kuat padahal lemah/dhuafa (baca : hanya tuhan yang kuat).
Bila tuhan berkehendak, hanya dengan mengatakan *kun fayakun*, jadilah, maka jadilah.
*Dissenting Opinion* boleh jadi adalah cara yang dipilihkan tuhan buat *mensetting opini* publik/ummat dan membentuk *mindset positif* warga negara untuk menghadirkan kebenaran absolut dan kesadaran hakiki bagi semua untuk pada saatnya nanti semua pihak berkenan tunduk dan patuh pada kehendak ilahi rabbi, penguasa alam semesta, sejagat raya. Wsslm.absdk.