SULSELBERITA.COM. Makassar -- Dua Mega Proyek milik Satker SNVT PJPA Pompengan-Jeneberang Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di Baliase Kabupaten Luwu Utara dan Tabo-Tabo Kabupaten Pangkep semakin membuat masyarakat penasaran. Hasi investigasi dan pemantauan LSM PERAK di lapangan mendapatkan respon dari PPK Irigasi Rawa IV SNVT PJPA Pompengan-Jeneberang Provinsi Sulsel.
Karaeng Raja selaku PPK Irigasi Rawa IV kepada awak media tetap membantah jika pihaknya dikatakan tidak menggunakan lantai kerja dan diduga terjadi pengurangan volume pekerjaan.
"Saya cuma dikirimkan gambar dokumentasi yah saya bilang ada lantai kerjanya Pak," ungkapnya kepada awak media, Rabu malam (11/10/23).
Namun Karaeng Raja juga membeberkan jika proyek irigasi Baliase ini ada 3 Paket yang dikerjakan dan menggunakan anggaran Rp 900 Milyar.
"Pada awal masa pengerjaan proyek tersebut terjadi perubahan desain berdasarkan Surat Edaran Dirjen SDM terkait Penggunaan Beton Pra Cetak ( Precast ) Pada Saluran Irigasi," terangnya.
Lanjut Karaeng Raja, Berdasarkan hal tersebut terjadi penyesuaian dilapangan dimana awalnya menggunakan Beton Cor di Tempat (Insitu) dan dilanjutkan dengan Beton Pra cetak (Precast), Pasangan Batu dan Saluran tanah setelah adanya surat edaran itu.
"Untuk areal persawahan kami gunakan Beton Precast dan saluran tanah untuk areal yang belum sawah,”bebernya.
Ditanya terkait alasan perubahan desain kerja tersebut, Karaeng Raja sebut karena adanya surat edaran dan
persoalan anggaran yang harus menyesuaikan.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum dan Pelaporan LSM PERAK Indonesia, Burhan Salewangang, SH yang dimintai tanggapannya mengatakan, semakin jelas ada dugaan pelanggaran hukum pada proyek APBN yang menelan anggaran Rp 900 Milyar tersebut.
"Kok bisa yah masa pengerjaan tiba-tiba terjadi perubahan desain, berarti RAB dan juknis di awal juga berubah dong. Dan kita perlu tahu apa tinjauan teknis PPK sehingga melakukan perubahan desain kerja," jelasnya.
Burhan juga menegaskan, jika perubahan pekerjaan tersebut bisa melenceng dari Rencana Kerja dan syarat (RKS) karena pedoman berubah dan sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas pekerjaan.
"Ini jelas kesalahan perencanaan dan harus ditender ulang. Kesalahan fatal yang dilakukan oleh Satker dan PPK tersebut," ucap Burhan.
Menurut Burhan, pihaknya menduga adanya pelanggaran pada Pasal 87 Perpres 54 tahun 2010 terkait regulasi dan mekanisme perubahan kontrak kerja (CCO).
Selain proyek irigasi Baliase di Kabupaten Luwu Utara, PERAK juga sudah melakukan investigasi dan pemantauan juga pada Proyek irigasi Tabo-Tabo Kabupaten Pangkep yang dikerjakan oleh CV. Citra Mandiri dengan nilai kontrak Rp. 75.000.000.000,- terletak di Kecamatan Labbakang, Bungoro, Ma'rang dan Pangkajene Kabupaten Pangkep.
“Itu juga sementara didalami kajiannya yang diduga terjadi Mark up, pengurangan volume termasuk tidak menggunakan lantai kerja pada proyek tersebut,” kata Burhan.
Menurut Burhan, tim LSM PERAK segera berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait hasil kajian dan monitoring lembaganya.
“Kalau dilihat dari anggarannya sangat besar sekali yang Baliase Rp 900 Milyar sedangkan Tabo-Tabo Rp 75 Milyar, kami akan kawal hingga menjadi atensi Polda, Kejati bahkan Mabes Polri dan KPK,” tegas Burhan.
Pihaknya juga berjanji akan mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum bagi terlapor nantinya.
"Anggarannya sangat besar dan tentunya sangat merugikan keuangan negara jika temuan kami ditindaklanjuti dan terbukti. Kami minta Menteri PUPR RI copot Satker dan PPK nya," pungkasnya.
(*)