Syahbandar Lapuko, Diduga Dukung Aktivitas Ilegal di Palangga – Palangga Selatan

341

SULSELBERITA.COM, KONSEL – UPP Syahbandar Kelas III Lapuko Diduga telah melakukan pembiaran aktivitas pembongkaran Ore Nikel di Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) untuk kepentingan umum

Meningkatnya berbagai kegiatan pertambangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia menyebabkan terjadinya berbagai polemik hingga berani menabrak peraturan perundang-undangan yang berlaku
Hal itu dimaksud, khusunya diwilayah Kabupaten Konawe Selatan Kecamatan Palangga – Palangga Selatan

Advertisement

Dimana hal itu, diduga di lakukakan oleh beberapa perusahaan tambang yang ada di kecamatan Palangga dan Palangga Selatan

Aparat penegak hukum (APH) diminta tidak boleh menutup mata dengan adanya Aktivitas yang melanggar peraturan perundang undangan tersebut, apalagi jika  hal itu  menyebabkan Kerusakan Lingkungan dan berakibat kerugian terhadap Masyarakat dan Negara
Yang diakibatkan oleh adanya aktivitas pembongkaran yang sampai mencemari lingkungan dan pesisir laut, karena adanya kelebihan kapasitas kapal tongkang yang bermuatan Ore Nikel.

Hal demikian, diungkapkan ketua Forum Kajian Pemuda Mahasiswa Indonesia Sulawesi Tenggara (FKPMI) , (kamis 15/9/2022).

Menurutnya, pihak UPP syahbandar kelas III Lapuko harus bertanggung jawab atas perihal tersebut

Ardianto melihat, sampai hari ini Syahbandar UPP Kelas III Lapuko seakan tutup mata dalam kegiatan pembongkaran di wilayah Konawe Selatan. bahkan kami duga Syahbandar Kelas III Lapuko diduga ikut terlibat? tuduh nya.

“Sebab, Syahbandar Lapuko hanya tutup mata dengan adanya Aktivitas tersebut”

“Kami sudah lama melihat aktivitas pembongkaran di Pelabuhan, atau Tersus dan TUKS seakan leluasa saja tanpa ada penindakan dan surat teguran oleh pihak Syahbandar Lapuko,” ungkap Ardianto.

Padahal, kata Ardianto, Peraturan Menteri Perhubungan RI tentang Tersus dan TUKS bahwa aktivitas di Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri hanya boleh dilakukan untuk kepentingan sendiri bukan untuk kepentingan umum.

“Adapun untuk kepentingan umum, itu harus ada izin dari Menteri Perhubungan,” tutur Ardianto.

Bidang Lingkungan Hidup DPD IMM Sultra ini menjelaskan, bahwa banyak aktivitas pembongkaran yang sampai mencemari lingkungan dan pesisir laut di Konawe Selatan. Mulai dari kelebihan kapasitas kapal tongkang yang bermuatan Ore Nikel.

Namun sayangnya, aktivitas pertambangan yang mencemari lingkungan laut sampai hari ini pihaknya belum mendengar ada sanksi atau denda dari pihak yang bersangkutan.

Padahal, lanjut Ardianto, tugas dan fungsi Syahbandar sangat jelas, bahwa Syahbandar melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran yang mencakup, pelaksanaan, pengawasan dan penegakan hukum di bidang angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan.

Serta mengawasi kelautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di pelabuhan, mengawasi tertib lalu lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur pelayaran, mengawasi kegiatan alih muat di perairan pelabuhan, mengawasi kelautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di pelabuhan, mengawasi bongkar muat barang berbahaya serta limbah bahan berbahaya dan mengandung beracun.

Belum lagi, kata dia, aktivitas pembongkaran yang dilakukan diluar Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) yang sudah beberapa kali dilakukan di wilayah Konsel.

Namun, hal itu juga belum ada penindakan bahkan seakan diduga melakukan pembiaran. Surat Persetujuan Olah Gerak (SPOG) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) entah dari mana datangnya, kalau bukan dari Syahbandar.

“Maka adanya dugaan pembiaran yang dilakukan oleh Syahbandar UPP Kelas III Lapuko, kami berkeinginan membawa permasalahan ini di Kementerian Perhubungan RI untuk ditindaklanjuti, dan merekomendasikan Menteri Perhubungan RI untuk mencopot jabatan Kepala Syahbandar UPP Kelas III Lapuko Konsel,” tegasnya.

Ardianto menambahkan, akan melakukan pelaporan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) agar kasus pencemaran laut dapat segera teratasi. Apa lagi itu mengandung banyak limbah berbahaya yang dapat mengganggu kehidupan biota-biota laut, dan yang utama adalah aktivitas pembongkaran di wilayah Konawe Selatan berjalan sesuai peraturan yang ada.

Dugaan pembiaran yang dilakukan Syahbandar Lapuko jelas melanggar dan bertentangan dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhan, dan Peraturan Mentri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, serta Peraturan Mentri Perhubungan RI Nomor PM 20 Tahun 2017 Tentang Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS)

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut telah mengeluarkan Instruksi Dirjen Perhubungan Laut no. UM.008/81/18/DJPL-18 tentang Tindak Lanjut Penertiban Perijinan Terminal Khusus (Tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS).

Adapun perusahan yang di duga kuat melanggar peraturan perundang-undangan diantaranya ; PT. VISI DEPTINDO MINERAL, PT INTEGRA, PT. AGUNG, PT JAGAD RAYATAMA dan Perusahaan Koridor. Sebut Ardianto

Sementara itu, terkait adanya tudingan tersebut, pihak Syahbandar Lapuko belum bisa di konfirmasi, media ini masih terkendala Akses komunikasi, meski begitu pihak media ini akan berupaya mengkonfirmasi, (Hendra)