SULSELBERITA.COM.Kasus meninggalnya satu warga somba menjadi alasan kuat mempertanyakan dan mempertegas kinerja RSUD dalam melayani masyarakat. Dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, Kesamaan hak dalam memperoleh akses kesehatan dan pelayanan aman, bermutu, serta terjangkau yang kemudian dijamin. Namun hak tersebut ternyata tidak didapatkan oleh korban.
Kasus ini bermula setelah meninggalnya salah satu warga bernama LASIS (53) pada tanggal 25 mei 2020. Dalam posisi gawat di puskesmas Sendana 1, kemudian pasien dirujuk dengan menggunkan sisrute (system rujukan online terintegrasi) sekitar pukul 23:00. Pihak RSUD memberikan balasan kepada puskesmas sendana 1 bahwa Instalasi Gawat Darurat (IGD) dalam kondisi full. Setelah di cek oleh teman-teman relawan ternyata IGD dalam kondisi kosong.
Tim Relawan dan keluarga korban kemudian melihat pasien adalah korban dari sistem koordinasi yang buruk dari pihak rumah sakit dan seharusnya pihak rumah sakit dapat memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada keluarga pasien terhadap kondisi UGD, Tim dan keluarga korban juga mempertanyakan waktu dan proses sterilisasi ruangan UGD untuk dapat dipergunakan kembali, walaupun ruang UGD ditutup harusnya pelayanan tidak di tutup oleh pihak rumah sakit dan harus mencarikan solusi terhadap pasien gawat darurat.
Baik pemuda, masyarakat setempat, keluarga korban yang tergabung dalam Aliansi peduli kesehatan pun berniat untuk ke RSUD dan melakukan aksi damai namun mereka mengurungkan niat dengan pertimbangan masih masa pandemic covid 19. Kemudian Aliansi menuju ke DPRD karna DPRD adalah bagian dari pengawasan. Pertemuan pertama dan kedua, DPRD dalam hal ini komisi 3 sudah memberi janji kepada Aliansi untuk melakukan RDP Umum. Namun ternyata tidak ditepati. Dan tersebar di media social bahwa pihak DPRD dalm hal ini komisi 3 sudah bertemu dengan pihak RSUD dan menganggap kasus tersebut sudah selesai tanpa melibatkan aliansi.
Aliansi beranggapan bahwa komisi 3 ketakutan dan tidak mau mempertemukan antara pihak terlapor dan pihak melapor. Aliansi sangat menyayangkan pihak komisi 3 DPRD tidak konsisiten dengan apa yang menjadi kesepakatan awal dan tidak mengakomodir aspirasi masyarakat. Dengan tegas Aliansi menyampaikan tuntutan terhadap pihak yang terkait untuk ditindak lanjuti dan di proses dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
Menuntut manejemen RSUD Majene untuk mengeluarkan permohonan maaf secara resmi dan pimpinan RSUD Majene harus mundur.
Mempertanyakan sikap dan kerja evaluasi Bupati Majene dan menuntut memecat pimpinan RSUD Majene.
Kembali menuntut DPRD untuk membentuk tim pansus untuk kasus kesehatan majene.
Mempertanyakan kinerja DEWAS RSUD Majene dalam pengawasan dan kewengangan menutup UGD
Mempertanyakan kinerja Tim Gugus Covid kab. Majene dan kepala dinas kesehatan kab. Majene yang gagal mengkoordinasikan setiap pasien yang terindikasi COVID-19 terhadap RSUD Majene.
Penulis:Mutma
( Pustakawan Rumah Baca Loka Pare)
*Tulisan tanggung jawab penuh penulis *