SULSELBERITA.COM – Covid-19 atau virus Corona, muncul pada tahun 2019 dan berkembang sangat cepat, dari epidemi menjadi pandemi, berbagai negara di dunia mampu di buat resah oleh virus ini, mulai dari segi politik, sosial, hingga ekonomi negara-negara tersebut mulai goyang tak karuan.
Virus ini banyak memunculkan pertanyaan juga pernyataan, darimana dan bagaimana virus ini ada, semua masih menjadi tanda tanya besar, ada media yang menyebutkan virus ini ada akibat kebocoran pipa di salah satu laboratorium di china, hingga ada pula yang memberitakan virus ini merupakan senjata biologis untuk mengurangi kepadatan demografi.
Di Indonesia sendiri, pandemi covid-19 dapat dikatakan masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah, penerapan-penerapan regulasi yang baru masih kurang efektif,serta masih kurangnya pula kesadaran masyarakat untuk mencegah terpapar virus ini. PSBB(pembatasan sosial berskala besar), hingga lockdown dilakukan oleh pemerintah di setiap daerah dan malah bukan pemerintah pusat, hal ini menunjukkan betapa leletnya pemerintah pusat. Belum lagi di tengah pandemi seperti ini pemerintah masih saja menyempatkan membahas dan menetapkan regulasi yang timpang, misalnya RUU OMNIBUS LAW (dalam tahap pembahasan) dan RUU MINERBA (telah di sahkan), RUU MINERBA yang telah disahkan secara eksplisit menunjukkan wajah pemerintah kurang begitu care dengan virus ini. Dan yang kebih menggelitik otak untuk berfikir, adalah ditengah pandemi covid-19 sekarang, iuran BPJS malah di naikkan seratus persen(kompas.com 13/mei/2020),BPJS merupakan kebutuhan utama untuk meringankan biaya pengobatan rakyat,namun jika iuran dinaikkan apalagi ditengah pandemi seperti sekarang, bukan menolong rakyat tapi membantu rakyat untuk mati.
Setelah beberapa daerah melaksanakan lockdown lokal, akhirnya pemerintah pusat mengeluarkan regulasi berupa PSBB, lagi-lagi regulasi ini masih kurang efektif dan masih banyak masyarakat yang melanggar hal tersebut, entah karena masyarakatnya bandel atau memang regulasi ini tidak berpihak pada rakyat kecil, pasalnya pelanggar dari PSBB sendiri kebanyakan dari rakyat kecil, seperti ojol dan tukang becak atau mereka yang berprofesi harus diluar rumah untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Jika himbauan PSBB-dengan tagar dirumah aja, dilanggar oleh masyarakat kecil, berarti pemerintah kurang memberikan kontribusi pada rakyatnya, ya jelas, mereka hanya berpenghasilan harian jika mereka tidak kerja hari ini berarti hari ini juga tidak makan, mungkin tagar dirumah aja, akan terlaksana atau tepatnya dilakukan rakyat kecil apabila kebutuhan harian mereka tercukupi, itupun jika tercukupi. Namun untuk mendukung tagar dirumah saja agar terlaksana pemerintah mengeluarkan kompensasi sebesar 600 perbulan selama, tiga bulan pada masyarakat atau yang dikenal dengan BLT (bantuan langsung tunai), namun sayangnya kompensasi berupa BLT tersebut, masih kurang mengena masyarakat kecil pasalnya masih banyak dari tukang becak,ojok,PKL(pedagang kaki lima) atau mereka yang bekerja dengan penghasilan harian, belum mendapatkan bantuan tersebut, anehnya ada di beberapa daerah yang mendapat BLT malah PNS dan pejabat/perangkat Desa.
PSBB dan lockdown yang dilakukan pemerintah daerah telah mampu membuat perekonomian negara menjadi seret , untuk mengatasi hal tersebut pemerintah mengambil jalan untuk memberlakukan “new normal”, atau normal yang baru untuk menjaga kekuatan ekonomi negara, dan jika new normal berlaku, berarti memungkinkan perusahaan-perusahaan beroperasi kembali, terlebih pembangunan-pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah, semuanya akan kembali namun dengan beberapa syarat yang belum kita ketahui bersama, namun yang pasti adalah jika new normal berlaku, dan perusahaan-perusahaan kembali beroperasi maka proses eksploitasi dan ekspansi kapitalisme akan kembali berjalan pula. Untuk mengawali pemulihan perusahaan yang sedang melemah, pastinya dibutuhkan tenaga kerja yang tak sedikit pula untuk membantu mempercepat proses produksi barang, namun dengan biaya yang sedikit, ya seperti paham pebisnis”dengan modal yang sedikit,meraup untung sebanyak-banyaknya” , bisa saja upah buruh berkurang namun jam kerja mereka di tambahkan, atau upah tetap namun jam kerja yang di tambahkan. Di tambah proyek IKN (Ibu Kota Negara), juga pastinya akan berlanjut, proyek IKN diadakan dengan alasan, untuk pemerataan pembangunan infrastruktur dan karena tingkat banjir di Jakarta (ibu kota yang akan diganti) sudah tidak dapat di tanggulangi dengan baik. Dalam buku yang ditulis oleh Bosman Batubara yang berjudul TEMAN REBAHAN: Kapitalisme & covid-19, proyek IKN hanya merupakan alibi dari tidak mampunya pemerintah menanggulangi banjir yang terjadi di Jakarta. Dalam buku tersebut juga ditunjukan pembangunan berbasis kapitalisme dengan aglomerasi perkotaan, hanya akan mengakibatkan bencana seperti yang terjadi di Jakarta, dan jika memang IKN tetap berlanjut berarti proses ekspansi perusakan lingkungan akan terjadi pula, seperti akan hilangnya hutan di Kalimantan (tempat ibu kota baru), serta hanya akan memusnahkan satwa liar yang ada. Dengan penjelasan yang telah di sebutkan, new normal merupakan misi negara dalam mempertahankan kapitalisme agar tetap langgeng menggerogoti negara, terlebih mengekploitasi SDM dan juga SDA.
Penulis : Yuda
(Jendral Senat Bangsa Korw. Sulbar)
*Tulisan tanggung jawab penuh penulis*