Refleksi Kebangkitan Nasional: “New Normal” dan Anomali Pendidikan Nasional

170

SULSELBERITA.COM. Selamat Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2020. Momentum ini penting untuk diperingati, bagi saya khususnya yang berstatus mahasiswa dengan entitas sebagai pembelajar sekaligus aktivis yang melekat. Juga sebagai bentuk penghormatan dan simpati akan perjuangan aktivisme pelajar dan mahasiswa masa lalu.

Pendidikan adalah senjata ampuh untuk mengubah dunia kata Nelson Mandela. Pada hakikatnya pendidikan menjadi penting untuk ditempuh dalam urgensinya mendapatkan ilmu. Ilmu dipelajari bukan sebatas menghasilkan pengetahuan belaka, namun lebih dalam lagi, ilmu menghasilkan tindakan. Sebagaian besar tindakan orang yang telah memperoleh ilmu akan didasarkan pada ilmu yang telah diperolehnya pula. Salah satu jalan untuk mendapatkan ilmu ditempuh melalui pendidikan. Pendidikan mampu memerdekakan pikiran tersekat seseorang dalam batas-batas lingkungannya. Pendidikan mampu mengubah cara pandang seseorang, sekelompok orang, bahkan umat manusia di dunia dengan kemajuan ilmu.

Advertisement

Pendidikan menjadi sebuah atensi penting untuk diperjuangkan oleh masing-masing orang termasuk bangsa. Kemerdekaan bangsa silam menjadi saksi bahwa tokoh-tokoh kemerdekaan memperjuangkan kebebasan negara dari penjajah dengan ilmu dan pemikiran untuk merdeka.

Dalam sejarahnya, tonggak perubahan di Indonesia salah satunya diinisiasi oleh pemuda, baik itu pembelajar (pelajar dan mahasiswa) maupun yang tidak. Kebangkitan Nasional diprakarsai oleh dua tokoh nasional kita yaitu Dr. Wahidin Sudirohusodo (yang namanya kini dipakai sebagai nama salah satu Rumah Sakit di Makassar) dan Dr. Soepomo. Kedua pribumi ini mengenyam pendidikan di STOVIA (sekolah Kedokteran zaman Hindia-Belanda). Mereka memiliki kepedulian yang sama pada kaum pemuda-pemudi pribumi kala itu yang belum bisa mengenyam pendidikan dengan membentuk lembaga penggalangan dana (crowdfunding). Puncaknya, didirikanlah Budi Utomo yang menghimpun pemuda-pemudi pribumi ini dan merupakan embrio awal pergerakan nasional di Hindia-Belanda saat itu.

Berbicara mengenai sistem pendidikan nasional, kita dapat menarik kembali perjalanan dan keberlangsungan pendidikan bangsa Indonesia dulu hingga kini. Kita melihat potret pendidikan bangsa mengalami perubahan dari masa ke masa. Ketika kita cermati secara seksama perubahan sistem pendidikan Indonesia sering terjadi dalam kurikulum pembelajaran. Pergantian kurikulum nyaris terjadi di setiap pergantian menteri Pendidikan. Satu dekade terakhir beberapa kurikulum turut menghiasi pendikan anak negeri, seperti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum 2013 (Kurlias), Kurtilas Revisi.

*The New Normal*
Perubahan sistem pendidikan juga muncul di tengah krisis pandemi yang menyerang bumi. Pandemi berasal dari Virus corona ini mampu menggerogoti paru-paru negara dan berimbas hampir di seluruh sektor tak terkecuali pendidikan. Pandemi corona memaksa umat manusia ‘berhenti’ dari hiruk pikuk aktivitas secara komunal dan mengharuskan setiap individu menjaga jarak sosial. Penjagaan jarak sosial atau kita kenal sebagai physical distancing berimbas pada seluruh aktivitas, termasuk pendidikan. Seluruh aktivitas pendidikan dikonversikan menjadi pembelajaran virtual dari rumah dalam rangka memutus rantai penyebaran pandemi virus corona.

Pendidikan di tengah pandemi adalah momentum perubahan pendidikan Indonesia menuju arah digitalisasi. Perubahan sistem pendidikan menjadi virtual menuntut orang memiliki kesigapan dalam meresponnya. Keberadaan pandemi memaksa unsur-unsur pendidikan mulai guru, murid hingga wali murid mempelajari dan menggunakan teknologi sebagai sarana pendidikan. Berbagai platform pendidikan dijadikan pilihan sebagai sarana belajar virtual di tengah pendemi corona. Platform-platform virtual pendidikan dimaksudkan sebagai sarana mempermudah pebelajaran selama sekolah maupun kuliah dihentikan sementara dan dialihkan ke rumah. Pembelajaran virtual selama pandemi diharapkan sebagai batu loncatan anak negeri untuk melek teknologi dan menuju era pendidikan 4.0. Dengan demikian pembelajaran virtual turut berperan mengasah kemampuan dan daya kreativitas pelajar atau mahasiswa.

Harapan tak seindah kenyataan. Realitas menunjukkan pembelajaran virtual memiliki banyak hambatan dan tantangan ketika diimplementasikan. Ketika dihadapkan oleh kondisi perubahan secara mendadak dalam durasi singkat, respon unsur dunia pendidikan banyak menemui kegagapan dan kesulitan. Manfaat pendidikan virtual sulit tercapai ketika penguasaan teknologi mini dan sarana prasarana pendidikan virtual tidak memadai. Kondisi tersebut digambarkan oleh negeri ini. Pembelajaran virtual justru membuat banyak pihak kebingungan. Pembelajaran virtual sulit ditempuh ketika pelajar tidak memiliki sarana pembelajaran, seperti handphone, laptop. Jaringan internet tak luput menjadi sorotan. Kesulitan mengakses jaringan internet dirasakan khususnya daerah 3T Indonesia.

Pendidikan dalam masa krisis pandemi harus tetap mendapat perhatian sedemikian rupa sehingga tetap mampu mengakomosi pendidikan seluruh anak bangsa, termasuk di berbagai pelosok negara. Poin utama Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa pandemi ialah bagaimana menyediakan pendidikan bermakna. Untuk itu, pendidikan selama krisis dijalankan bukan berkutat pada kurikulum semata.

*Aksesabilitas Pendidikan Selama Massa Pandemi Covid-19*
Sistem pendidikan di Indonesia bahkan dunia harus dialihkan dari pembelajaran tatap muka menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kegiatan pembelajaran jarak jauh ditempuh dengan online learning melalui berbagai media, seperti google classroom, zoom, webex, dan sebagainya. Pengalihan sistem manual (offline) ke dalam daringan (online) ini bisa menjadi jembatan untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi dalam pendidikan di Indonesia. Kebijakan pembelajaran jarak jauh ini dikeluarkan oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Pencemaran Covid-19. Harapannya dengan melaksanakan pembelajaran jarak jauh dari rumah akan menekan penyebaran virus Covid-19.

Selama pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tak ayal sering mengalami berbagai macam kendala. UNESCO mencatat selama Covid-19 sekitar 290,5 juta siswa di dunia terkena dampak. SALAM – Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i tahun 2020 mencatat, di Ibukota Jakarta, hampir 95% sekolah menggunakan sistem pembelajaran online dan tentunya terjadi kekagetan di kalangan guru, siswa, maupun orang tua. Pembelajaran yang atraktif di kelas harus diubah di rumah dengan memanfaatan platform online yang ada. Realitanya tidak semua guru menguasai IT, akibatnya pembelajaran dua arah tidak dilakukan lagi dan dialihkan dengan pemberian tugas kepada siswa dan dikumpulkan secara online pula. Tidak hanya guru, dosen di universitas pun tidak semuanya siap mengalami perubahan yang cepat ini. Sama halnya dengan guru, dosen yang belum sepenuhnya menerima perubahan ini mengalihkan pembelajaran dengan pemberian tugas. Hal tersebut menimbulkan keluahan-keluhan dari siswa dan mahasiswa atas beban tugas yang begitu banyak dan kurang bisa memahami materi yang disampaikan.

Selain itu, tidak semua pelajar memiliki akses yang sama untuk melaksanakan pembelajaran secara online. Tidak semua pelajar memiliki jaringan internet yang bagus untuk mengikuti pembelajaran online terutama yang menggunakan video conference, padahal jaringan internetlah yang mempengaruhi lancar tidaknya penjelasan dari dosen atau guru selama pembelajaran berlangsung. Ada pula pelajar yang terpaksa harus pergi keluar rumah naik turun bukit untuk bisa mengikuti kuliah online dengan signal yang baik. Padahal untuk memahami materi pembelajaran di kelas belum tentu mudah apalagi dengan sistem pembelajaran online yang tergantung dengan kelancaran jaringan internet. Untuk pelajar yang tinggal di kota dengan jaringan yang lancar mungkin tidak terlalu terganggu, namun bagaimana dengan yang tinggal di desa dengan keterbatasan jaringan?

Di Kabupaten Asmat Papua, Kepala Sekolah SD Darussalam Agats mengatakan bahwa komunikasi menjadi kendala utama dalam pelaksanaan pembelajaran dan bukan hanya jaringan internet untuk melakukan sms pun baru bisa terkirim setelah beberapa menit bahkan hingga dua jam (Tempo.co, 2020). Di daerah pedalaman Aceh, kuliah bukan perkara yang mudah tinggal menatap layar laptop tetapi mereka harus menaiki bukit dahulu sejauh 1 km (Tribunnews Aceh, 2020). Di Kabupaten Pinrang, mahasiswi asal Universitas Muhammadiyah Makassar tewas saat mencari sinyal internet untuk kuliah online saat mengendarai motor terlibat kecelakaan tunggal dengan roknya masuk ke terali motor hingga terjatuh (Regional Kompas, 2020).

Contoh peristiwa diatas merupakan contoh nyata pelaksanaan pembelajaran jarak jauh yang terjadi di Indonesia. Belum semua pelajar memiliki akses yang baik untuk melakukan kegiatan pembelajaran secara daring.

*Efektivitas Pembelajaran Daring bagi Siswa Indonesia*
Berbicara tentang efektivitas proses pembelajaran, erat kaitannya dengan pemenuhan metode yang jelas dan ketersediaan infrastruktur yang memadai. Kedua hal ini memungkinkan tercapainya interaksi intensif antara tenaga pendidik dan peserta didik. Penyampaian materi yang terjadi secara intensif dengan tatap muka akan memungkinkan tercapainya tingkatan pemahaman yang lebih tinggi. Lain hal nya dengan pembelajaran secara daring di media sosial, seperti Zoom, Webex, Google Meets, WhatsApp grup, dsb., yang notabenenya hanya sekedar untuk melakukan chit-chat tanpa dibarengi diskusi yang mendalam. Infrastruktur yang kurang memadai dari media sosial memberikan batasan pada tenaga pendidik untuk menyampaikan materi. Alhasil, pembelajaran dua arah hanya terjadi ala kadarnya. Belum lagi ditambah adanya kegagapan teknologi dari peserta didik atau bahkan tenaga pendidik itu sendiri. Materi terbatas, tugas mengganas, itulah yang akhirnya dialami oleh sebagai besar peserta didik di Indonesia saat ini. Kendala lainnya, seperti keterbatasan biaya, layanan, umpan balik, kurangnya pengalaman atau pembiasaan diri, serta koneksi internet yang putus nyambung tak ayal mewarnai problema pembelajaran daring di Indonesia. Maka, tak mengherankan jika banyak kita temui keluhan yang berseliweran di media sosial dalam merespon kebijakan pendidikan selama pandemi Covid-19 saat ini. Seperti misalnya yang pernah saya dapati status di WhatsApp “IPK semester ini bergantung pada jaringan dan solidaritas teman”. Respon ini begitu lugas dan lugu menanggapi betapa problema pembelajaran daring membuat kelabakan mahasiswa, apalagi yang tingkat akhir.

Merefleksi kebangkitan nasional kini saya pikir belum selesai pada saat kaum pribumi dapat mengenyam pendidikan hingga merdeka pada zaman Hindia-Belanda. Karena perjuangan agar semua rakyat merasakan pendidikan belum usai. Apalagi dalam kondisi anomali pendidikan kini yang diterpa pandemi virus Covid-19. Kendati kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dinilai kurang efektif, namun tak dapat kita pungkiri bahwa inilah kebijakan yang paling tepat diberlakukan saat ini. Mengingat belum adanya infrastruktur yang benar-benar siap pakai untuk menjawab segala kebutuhan dalam dinamika yang begitu cepat. Daripada mengambil resiko yang lebih besar, tentu lebih bijak dan rasional jika masyarakat tetap #DiRumahAja. Meski begitu, pemerintah dan masyarakat tak boleh lepas tangan dan pasrah dengan kelemahan-kelemahan dari pembelajaran ini.

Pada titik inilah, menurut saya dalam memerangi pandemi tak cukup seruan moral (seperti seruan untuk berdamai dengan virus corona), tapi yang lebih pasti adalah perbaikan kesejahteraan dan pendidikan adalah jalan keluar. Sudah semestinya pemerintah melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kebijakan pendidikan daring, salah satunya dengan reformulasi kompetensi guru diiringi pembekalan teknologi edukasi dalam menghadapi tantangan era disrupsi. Partisipasi aktif dari semua pihak (siswa, guru, sekolah, dan orangtua) menjadi kunci keberhasilan pendidikan kala pandemi Covid-19 menerjang. Keaktifan siswa, kreativitas guru, kepedulian sekolah, dan pantauan orangtua menjadi sinergi kolaborasi yang apik dalam menciptakan efektivitas pembelajaran daring bagi siswa-siswi Indonesia saat ini.

Penulis Busri (Pegiat IMMovement Institute PC IMM Kota Makassar)