SULSELBERITA.COM. Makassar,- Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Lembaga Aspiratif Mahasiswa (LAM) Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus datangi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IX Sulawesi dan Gorontalo menuntut pencabutan Surat Keterangan Droup Out (SK DO) 28 mahasiswa, Jl. Bung KM 9 Tamalanrea Makassar, Senin (27/1).
Dari keterangan Jendlap aksi, bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh LAM UKI Paulus sebagai respon solidaritas terhadap 28 mahasiswa yang di DO akibat menggelar aksi di kampus. Ratusan mahasiswa yang melakukan pendudukan ini meminta LLDIKTI turut andil dalam mengevaluasi dan mendesak pihak kampus UKI untuk segera mencabut SK DO yang dianggap mal administratif.
"Kami ingin LLDIKTI menjalankan fungsinya sebagai lembaga layanan pendidikan tinggi yaitu untuk mengevaluasi dan menyarankan pencabutan SK DO terhadap 28 mahasiswa.," Cakra.
Lebih lanjut Cakra juga kembali mempersoalkan kebijakan Organisadi Mahasiswa (Ormawa) yang telah diberlakukan oleh pihak kampus UKI Paulus pada tahun 2016. Yakni pembatasan IPK dan Semester yang termaktub dalam Peraturan Rektor UKI Paulus Nomor : 045/SK/UKIP.02/2018 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan, BAB IV tentang Kepengurusan, Keanggotaan, dan Masa Bakti yang tertera pada pasal 9.
Terperinci mengenai aturan Ormawa pada pasal 9 (poin 4) berbunyi, "Pengurus Ormawa harus mahasiswa dengan status aktif, maksimal merupakan mahasiswa semester 4,5, dan 6 dan dengan IPK minimal 3,0 berdasarkan keterangan resmi pimpinan Kaprodi/Dekan".
"kiranya LLDIKTI juga mengevaluasi dan menyarankan kepada pihak birokrasi UKI Paulus untuk sesegera mungkin merevisi aturan Rektor tentang pedoman Ormawa, di karenakan aturan tersebut sudah terlalu jauh mengintervensi internal ormawa," tegasnya.
Mendapat respon dari LLDIKTI, seluruh perangkat aksi dan 28 mahasiswa korban kekerasan akademik pun diajak berdialog oleh Sekretaris LLDIKTI. Dari hasil kesepakatan mediasi, Sekretaris LLDIKTI pun menjanjikan penyelesaian kasus yang menimpa 28 mahasiswa.
"Pihak LLDIKTI akan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut," terang Cakra menyampaikan kembali hasil dari mediasi.
Meyambung perihal upaya kedepannya untuk pencabutan SK DO 28 mahasiswa yang dikeluarkan oleh pihak kampus secara sepihak. Jendlap aksi menegaskan akan kembali menggelar aksi lanjutan dan membawa perkara ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk jalur hukumnya.
Menanggapi kekerasan yang dialami oleh 28 mahasiswa, salah satu mahasiswi yang bersolidaritas dan terlibat langsung dalam aksi menyerukan kepada mahasiswa lain untuk turut andil menyikapi persoalan yang terjadi di UKI Paulus. Menurutnya, keputusan yang diambil oleh pihak kampus dalam menyikapi aksi demontrasi mahasiswa menyalahi konstitusi negara yang menjamin hak setiap warga negara untuk bebas menyampaikan aspirasi di muka umum.
"pemberian sanksi ini secara sepihak tanpa melibatkan mahasiswa dalam rapat komisi disiplin kampus untuk menyampaikan pembelaannya, mahasiswa di drop out atas tindakan demonstrasi tidak bisa dibenarkan karena itu hak setiap warga negara yang tertuang dalam pasal 28 E UUD 1945," Ivone.
Menyampaikan kekecewaannya kepada pihak kampus atas DO yang dialami 28 temannya. Ivone kembali menegaskan bahwa aksi yang dipersoalkan oleh pihak kampus pada tanggal 20 bulan Januari lalu tidak dapat dijadikan landasan oleh kampus untuk mengeluarkan SK DO.
Aksi yang mahasiswa lakukan itu secara damai berjalan dengan lancar dan tidak ada tindakan anarki lainnya ataupun mengganggu ketertiban, kami hanya menyampaikan aspirasi agar kampus mau merevisi aturan yang membatasi ruang gerak ormawa," tutup Ivone.
Diketahui pada tanggal 24 Januari, pihak kampus telah mengeluarkan SK DO pemecatan secara terhormat kepada 28 mahasiswa tersebut yang beberapa diantaranya merupakan petinggi lembaga mahasiswa.**
Editor: Ilham