SULSELBERITA.COM. Jakarta-Cengkeh merupakan salah satu rempah-rempah yang memiliki sumbangsi yang sangat besar menopang perekonomin Indonesia. Cengkeh yang kemudian menjadi bahan pokok rokok kretek khas Indonesia dan juga menjadi bahan untuk bumbu masakan baik dalam negeri dan luar negeri.
Indonesia adalah negara penghasil komoditi cengkeh terbesar di dunia. Dimana di tahun 2016 Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat bahwa Indonesia mampu menghasilkan 139,522 ton dan setiap tahunnya mengalami peningkatan melihat semakin eksisnya komoditi cengkeh bagi petani ditambah lagi curah hujan di tahun 2019 yang cukup rendah, melihat cuaca merupakan faktor utama suksesnya panen komoditi cengkeh.
Kebutuhan cengkeh bagi industri rokok di indonesia membutuhkan 120.000 ton pertahun atau 90% dari produksi. Sedangkan ekspor cengkeh periode Januari sampai November 2018 mencapai US$ 76,97 juta alias naik 211,44% dari tahun 2017 yang hanya US$ 24,71 juta. Dan di tahun 2019 ini diprediksikan akan naik dimana ekspor cengkeh di Indonesia yang tidak lagi berpatokan di Negara Eropa tapi juga mulai menjalin kerjasama ekspor di negara Timur Tengah salah satunya Mesir.
Kendati demikian, keunggulan komoditas cengkeh di pasaran mengalami disparitas harga. Segala bentuk transaksional di monopoli oleh para pemilik modal, dan petani hanya bisa pasrah karena posisinya lemah.
Dirangkum dari petani keluhan petani di kecamatan Sinjai Barat kabupaten Sinjai awal bulan November 2019, harga komoditas cengkeh mengalami turbulensi sampai 100%, sebelumnya harga cengkeh dihargai oleh tengkulak sampai Rp.100.000 per kg cengkeh kering dan basah Rp. 25.000, sekarang turun hingga Rp. 50.000 per kg kering dan yang basah hanya dihargai Rp. 18.000 per kg. Sedangkan cengkeh merupakan sumber penopang penghasilan petani di khususnya di kabupaten Sinjai dan umumnya di Sulawesi Selatan.
Hal ini kemudian mengakibatkan para petani semakin jauh dari kata sejahtera. Harga pangan dan komoditas rempah-rempah yang dikuasai dan dimonopoli oleh para pemilik modal ditambah kebutuhan masyarakat yang semakin banyak, biaya pendidikan anak petani yang semakin mahal, isu kenaikan iuran listrik belum lagi biaya kesehatan meningkat melihat iuran BPJS yang naik sampai 100%.
Lalu dimana peran pemerintah melihat hal tersebut?
Demikian kemudian menjadi landasan Kepala Bidang Advokasi Koalisi Perjuangan Pemuda Mahasiswa (KPPM) Anugrah Abadi mengkritisi hal tersebut. Dimana periode baru kepresidenan dan pergantian beberapa kabinet di rezim Joko Widodo ini, khususnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Anugrah menuntut dengan tegas agar kiranya Mentan lebih memperhatikan kesejahteraan petani dan meminta kepada Mentan menciptakan pasar yang bebas yang lebih menguntungkan bagi petani dan mengeluarkan regulasi yang dapat meretas permainan monopoli harga oleh para korporasi dan memutus mata rantai tengkulak besar.
Kepala Bidang Advokasi KPPM
Anugrah Abadi Ahmad