Wacana Polda Sulsel Terkait Pelarangan Aksi Unjuk Rasa, Begini Respon Tum Kamri (Akbar Haruna)

555

SULSELBERITA.COM. Makassar-Pada Selasa, 15, Oktober, 2019, telah beredar berita tentang “instruksi langsung Kapolda Sulsel terkait pelarangan demonstrasi hingga pelantikan presiden dan wakil presiden usai di laksanakan”. Irjen mas Guntur Laupe, selaku Kapolda Sulsel mengatakan bahwa; pihaknya tidak akan memproses surat pemberitahuan aksi unjuk rasa dalam rentang waktu lima hari kedepan (Rabu/10/19—Minggu/10/19). Menurutnya, prosesi pelantikan presiden adalah sesuatu yang sakral dan mesti di laksanakan secara khidmat. “Jika masih ada oknum yang melakukan unjuk rasa (per 16-20 Oktober) dipastikan ilegal dan akan di tindak tegas”, pangkasnya.

Statement pelarangan aksi unjuk rasa menjelang pelantikan presiden dari Polda Sulsel tersebut jelas mendapat tanggapan kritis dari beberapa kalangan aktivis mahasiswa. Satu diantaranya datang dari ketua umum Komite Aktivis Mahasiswa Rakyat Indonesia (KAMRI), Akbar Haruna, yang menganggap pernyataan Kapolda Sulsel tersebut jelas telah mencederai nilai-nilai demokrasi.

Advertisement

“Pelarangan menyampaikan pendapat di muka umum (demonstrasi) dalam bentuk apapun adalah perbuatan yang inkonstitusional dan jelas sebuah tindakan yang mencederai nilai-nilai demokrasi”, terang Akbar

“Bukankah hak kebebasan mengungkapkan pendapat di depan umum telah di atur dalam rumusan UU No 9 tahun 1998. Ini juga sebagai esensi atas implementasi asas pun atau bagian integral dari sistem demokrasi negara kita. Lagian dalam pasal 18 UU No 9 tahun 1998 juga menerangkan ancaman pidana selama 1 (satu) tahun bagi barang siapa yang dengan sengaja menghalangi hak warga negara dalam kebebasan penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi), tegas Akbar.

Pemberitaan perihal pelarangan giat aksi unjuk rasa dari Polda Sulsel ini memang menjadi salah satu isu hangat yang di perbincangkan warga net sekarang ini. Terlebih tudingan “perbuatan ilegal” yang di sematkan untuk siapa pun pengunjuk rasa dalam kurun waktu 5 hari kedepan di nilai sebagai bentuk kekolotan dan kekakuan pihak aparatus (kepolisian) negara.

“Kepolisian harusnya tidak bertindak kaku dalam menafsirkan gerakan aksi unjuk rasa sebagai sesuatu yang berpotensi mengganggu kekhidmatan prosesi pelantikan kepala negara. Ini (unjuk rasa) bukanlah tindakan inkonstitusional, ilegal dan atau melanggar undang-undang”

“Justru pelarangan giat aksi unjuk rasa lah yang malah berkonotasi pada tindakan-tindakan ilegal yang mengebiri hak-hak demokrasi warga negara”, pangkas Akbar sekaligus menjadi closing statementnya.