Dialog Terbuka Bertema “Bedah Resolusi Penyelesaian Konflik Papua” Hadirkan Komisioner Komnas HAM Periode 2007-2012

1420

SULSELBERITA.COM. Jakarta-Pada hari Kamis, 12 September 2019, bertempat di Kantor PB NU, PKC PMII DKI Jakarta, mengadakan dialog terbuka dengan tema "Bedah Resolusi Penyelesaian Konflik Papua", dengan menghadirkan
Agus Jabo Priyono (Ketua Umum PRD) sebagai Keynote Speaker, dengan penanggap Arkilaus Baho (Aktivis Pemuda Papua, Deklator Resolusi), Kristian Madai (Aktivis Pemuda Papua, Deklarator Resolusi), Ridha Saleh (Komisioner Komnas HAM 2007-2012), Yana Priyatna (Akademisi UBK).

Dalam uraiannya Agus Jabo Priyono menyampaikan, bahwa resolusi penyelesaian masalah Papua tersebut adalah hasil dari Musyawarah Besar (Mubes) yang dilaksanakan oleh Partai Rakyat Demokratik (PRD) di Jogyakarta, tanggal 5 - 7 Agustus 2019, yang dihadiri oleh 329 orang Perwakilan Mahasiswa dan Pemuda Papua dari kota-kota besar di seluruh Indonesia.

Menurut Agus Jabo Priyono, masalah di Papua ini mengapa terus menjadi masalah laten, dan kapan saja bisa bergejolak, karena langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Pusat belum menyentuh akar persoalan, yaitu masalah kesejahteraan serta keadilan, sedangkan pola pendekatan masih menggunakan cara lama yaitu pendekatan kekuasaan.

Agus Jabo Priyono menyampaikan bahwa ada tiga hal penting dalam resolusi tersebut, pertama, Bangsa dan Negara Indonesia harus mengubah cara pandang terhadap Papua, dari cara pandang Nasionalisme Teritorial, yaitu Nasionalisme yang hanya mengedepankan kesatuan teritorial semata dengan menafikan kesejahteraan hidup masyarakat yang tinggal di dalamnya, menjadi Sosio Nasionalisme dan Sosio Demokrasi, yaitu Nasionalisme yang menjunjung tinggi kemanusiaan serta demokrasi yang melindungi kepentingan masyarakat.

Kedua, Negara harus menjadikan dialog sebagai cara untuk menyelesaikan setiap persoalan yang muncul di Papua, ketiga, DRPP dan MRP ternyata belum menjadi alat politik yang mampu mewadahi kepentingan Masyarajat Papua, untuk itu Negara harus membentuk Dewan Rakyat Papua (DRP) sebagai lembaga legeslatif yang mewadahi unsur perwakilan Partai Politik dan Perwakilan Suku serta Marga yang dipilih secara musyawarah, sebagai kekhususan masyarakat Papua.

Menurut Arkilaus Baho, bahwa hari ini kita duduk dalam rangka membahas jalan keluar dalam bentuk resolusi, bukan lagi membedah kasus yang terjadi di Papua. Mengapa persoalan terus menurus muncul, karena Pemerintah Pusat dalam membangun Papua masih dengan cara pandang orang Jakarta, bukan dengan cara pandang orang Papua. Selama ini Papua terus menerus dieksploitasi, di sisi lain masyarakat Papua tersingkir dari kehidupannya tanpa ada perlindungan. Untuk membangun Papua, Pemerintah harus menjunjung tinggi nilai - nilai luhur yang masih dianut oleh Masyarakat Papua, dan nilai luhur Masyarakat Papua itulah sebetulnya hakekat dari Pancasila.

Negara harus mengakui eksistensi orang Papua dengan cara melibatkan suku dan marga dalam mengambil setiap kebijakan. Kelembagaan yang tepat untuk mewadahi aspirasi mereka adalah dengan membentuk Dewan Rakyat Papua (DRP), sebagai lembaga legeslatif.

Menurut pandangam Aktivis Papua lainnya, yaitu Kristian Madai, konflik di Papua ini sudah menjadi persoalan keseharian masyarakat Papua, sejak lahir di pangkuan Ibu Pertiwi masyarakat Papua sudah dihadapkan dengan konflik, akibat dari ketidakadilan sosial. Di Papua tanah adalah Mama, dan setiap penggunaan tanah selalu dibicarakan dengan sangat demokratis, dengan duduk besama di dalam rumah-rumah adat masyarakat Papua. Untuk membedah masalah, harus membedah dengan hati, bukan dengan cara kekerasan, dimana mereka selalu duduk bersama dan berdialog satu sama lain. Dan selesai itu mereka bakar rokok dan bakar batu, duduk makan sama-sama dan persoalan itu selesai.

Mengenai konflik yang terjadi baru - baru ini adalah satu proses pembiaran yang terus menerus terjadi, sehingga memicu ledakan di Papua.

Yana Priyatna menyampaikan bahwa Resolusi tentang Papua merupakan suatu program politik yang belum pernah dia lihat dari Partai Politik mana pun yang ada di Indonesia, dan Yana Priyatna sangat mengaprisiasi pandangan PRD dalam resolusi penyelesaian masalah Papua tersebut. Pandangan PRD dengan menggunakan prinsip Sosio Nasionalisme dan Sosio Demokrasi untuk menyelesaikan masalah di Papua adalah hal yang tepat.

Yana Priyatna berpandangan bahwa untuk membangun satu daerah memang harus menggunakan pendekatan budaya yang sesuai dengan daerah tersebut, itulah Pancasila dan untuk Papua sepakat dengan dibentuknya Dewan Rakyat Papua (DRP).

Menurut Yana, jika digodog secara ilmiah DRP bisa menjadi suatu bentuk demokrasi yang benar - benar demokrasi asli Indonesia.

Sedangkan Ridha Saleh menyatakan bahwa sudah banyak tulisan yang mengulas masalah Papua, tetapi Resolusi yang disusun Mahasiswa serta Pemuda Papua bersama PRD ini adalah rumusan yang bisa menjadi pelopor dalam menyelesaikan persoalan di Papua.

Untuk membangun Papua saat ini menurut Ridha Saleh, harus dengan cara berbeda, tidak boleh simbolistik, tidak boleh menggunakan pendekatan keamanan, tetapi menggunakan pendekatan kesejahteraan.

Dan harus ada reformulasi kelembagaan Otsus, yaitu mengubah DPRP dan DPRDP menjadi DRP, tidak perlu ada penyeragaman dalam proses demokrasi. (Wis)