OPINI: Kartu Sakti Jokowi dalam Pusaran PILPRES

641

SULSELBERITA.COM. Makassar - Beberapa hari yang lalu masyarakat kembali dikejutkan dengan gaya kampanye ala Jokowi. Dalam pidato kampanyenya Jokowi kembali mendemonstrasikan jurus lama dengan janji politik yang baru, dengan memperkenalkan tiga kartu saktinya.

Melalui pidato kampanye Jokowi, tentunya hal ini kemudian kembali menumbuhkan akal sehat masyarakat dalam menilai program pasangan calon presiden, yang kemudian nantinya akan menjadi rujukan untuk memilih. Sebab selama ini masyarakat terjebak pada kampanye politik yang miskin subtansi dan kaya akan sensasi.

Dalam pidato kampanyenya, Jokowi merencanakan untuk meluncurkan kartu saktinya ketika masih terpilih. Adapun rencana peluncuran kartu saktinya yaitu, kartu Indonesia Pintar Kuliah, Sembako Murah, dan Pra-kerja. Namun dari beberapa rencana peluncuran kartu saktinya, kartu Pra-kerja inilah yang kemudian menuai kontroversi di kalangan masyarakat.

Kontroversi mengenai kartu Pra-kerja ini di karenakan, penerapan dari kartu tersebut. Adapun rencana penerapannya yaitu, mereka yang nantinya memiliki kartu Pra-kerja akan diberikan gaji apabila selama satu atau dua tahun setelah mendapatkan pelatihan belum juga mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang kemudian menjadi akar dari permasalahan, sebab sebagian masyarakat menyambut baik program ini, dan pada sisi yang lain juga ada masyarakat yang menganggap program tersebut belum jelas, baik dari biaya anggaran, maupun dari kematangan konsepnya.

Secara pribadi program kartu Pra-kerja ini adalah suatu gagasan yang kongkret dan sesuai apabila diterapkan di negara maju, seperti Amerika dan Canada yang telah menerapkan program ini. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah sejauh mana efektivitas dari program tersebut jika di terapkan di negara berkembang, apakah anggaran biaya yang digunakan tidak membebani APBN. Mengingat besarnya anggaran yg akan digunakan untuk menbiayai pelatihan dan tunjangan, dari jumlah pengangguran di negara kita yang begitu besar.

Jika memang angka pengangguran di negara kita terlalu besar, dan dihadirkannya kartu sakti Pra-kerja ini sebagai akses untuk mendapatkan pelatihan beberapa bulan dan tunjangan gaji, adalah solusi untuk mengurangi angka pengangguran, maka pertanyaan yang muncul adalah ada apa dengan mutu pendidikan kita, mengapa pelatihan yang notabenenya hanya beberapa bulan dianggap lebih efektif dibandingkan masa sekolah yang jauh lebih lama, serta mengapa dunia pendidikan di negara kita tidak mampu mencetak lulusan yang sesuai dengan pangsa pasar.

Maka dari itu perlu kiranya untuk mengevaluasi kembali dan membandingkan efektivitas kartu Pra-kerja ini atau meningkatkan mutu pendidikan, baik dari segi tenaga pendidik, lab, dan kurikulum yang sesuai. Sehingga hal inilah yang nantinya akan memicu peningkatan sumber daya manusia.

Oleh: Ifal Nurbaiska (Mahasiswa pascasarjana Universitas Negeri Makassar, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia).