Terkait Dugaan Pencemaran Lingkungan, Tim Krimsus Polda Sulsel Mulai “Bidik” PT.Rezky Razkyah di Desa Lengkese

1125

SULSELBERITA.COM. Takalar - Sebagaimana yang ramai diberitakan oleh banyak media, terkait Perusahaan PT. Rezky Razkyah yang bergerak dalam usaha pabrik batu dan aspal di Desa Lengkese Kecamatan Marbo Kab.Takalar, dimana perusahaan tersebut di tuding telah melakukan pencemaran lingkungan (Limbah, Debu dan Asap) kini mulai dibidik oleh Tim Krimsus Polda Sulsel.

Hal tersebut terungkap, berdasarkan pengakuan kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Takalar Andi Rijal Mustami, yang mengaku telah di datangi oleh tiga orang tim Krimsus Polda Sulsel (Selasa, 12/2/2019).

"Kemarin (Selasa red), kami di datangi oleh Tiga orang dari Tim Krimsus Polda Sulsel, mereka meminta semua dokumen terkait PT.Rezky Razkiyah, jadi saya katakan lebih baik begini saja, kita konfirmasi langsung dengan H.Zulkarnain sebagai pemilik, karena kasus ini sudah berproses selama 3 tahun, bahkan Tiga tahun lalu sudah sempat di police line, namun entah mengapa, perusahaan tersebut tetap saja beroperasi". Ungkap Andi Rijal. (Rabu, 13/2/2019).

Lanjut diiungkapkan Kadis Lingkungan Hidup ini, "Jadi kemarin itu, saya sudah serahkan semua bukti bukti kepada 3 orang dari tim Krimsus Polda, karena kita ini tidak pernah melakukan pembiaran. Ini sudah 3 tahun, seharusnya pemilik sudah tanggap, tim krimsus Polda juga kemarin katanya sudah datang ke lokasi, namun tidak ada yang bisa bertanggung jawab, disana". Ungkapnya.

Lebih Jauh dijelaskan lagi, "Terkait persoalan ini, kami bahkan sudah pernah menyurat ke Gakumdu lingkungan, ke Kantor Kementerian lingkungan hidup dijakarta,  karena setahu kami, kami tidak pernah mengeluarkan ijin lingkungan kepada perusahaan tersebut".Tutup Andi Rijal.

Sebagaimana diketahui, kehadiran perusahaan pengolahn batu di desa Lengkese tersebut, sudah berkali kali dikeluhkan oleh warga sekitar, akibat polusi dan pencemaran lingkungannya, bahkan Patta Senga' Kr Punna, salah seorang warga yang tinggal tidak jauh dari pabrik tersebut, terpaksa harus meninggalkan rumahnya semenjak tahun 2010 yang lalu, karena tidak tahan dengan asap dan debu yang setiap hari mereka hirup.

"Kami meminta agar pihak perusahaan mengganti saja rumah dan tanah kami dengan sewajarnya,  agar kami bisa membangun rumah di tempat lain". Harap Petta Senga' Kr Punna. Beberapa waktu yang lalu.