SULSELBERITA.COM. Makale - Pluaralisme adalah sebuah kinascayaan di alam demokrasi. Tana Toraja tidak mengenal dikotomi mayoritas-minoritas, Tana Toraja tidak mengenal dikotomi Muslim-Non Muslim. Tana Toraja adalah daerah yang menjunjung tinggi falsafah leluhurnya yaitu siangga', sikamali' dan siangkaran (saling menghargai, saling merindukan dan saling tolong menolong) diantara penduduknya, yang kemudian oleh Bupati Nicodemus Biringkanae dibingkai dalam semboyan Toraya Maelo.
Penduduk Tana Toraja yang berjumlah 324.742 jiwa, 44 ribu diataranya adalah muslim, 222 ribu pemeluk Kristen dan 55 ribu penganut Katolik, sisanya Hindu (Aluk Todolo), Budha dan kepercayaan lainnya, tahun ini untuk pertama kalinya sejak Kabupaten ini berdiri 61 tahun silam ditunjuk sebagai tuan rumah Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH) Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan.
Menyambut perhelatan akbar ini, Bupati Tana Toraja kemudian mengumpulkan para tokoh lintas agama, Dewan Kehormatan dan pengurus FKUB serta jajaran pejabat dalam lingkup Kantor Kementerian Agama Tana Toraja.
Rapat yang dilangsungkan di Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Tana Toraja ini (Jumat 15/2) diawali dengan pemaparan singkat Kakan Kemenag H.Muhammad,M.Ag.
"Sesuai penamaan Bapak Bupati, bahwa STQH adalah pesta rakyat dimana umat muslim Toraja mau berbuat dan akan dibantu oleh lembaga keumatan. Ini akan menjadi pembuktian bahwa STQH dapat dilaksanakan di Tana Toraja", urai H.Muhammad menirukan ungkapan Bupati Nicodemus
Kemudian para tokoh lintas agama baik dari denominasi gereja dan tokoh muslim diberi kesempatan untuk menanggapi. Diawali oleh Pendeta Metrix (Ketua FKUB), disusul Pendeta Kibaid, Pendeta Pantekosta, Ketua BPSW dan Pendeta Jonan Tadius, Ketua MUI serta Pimpinan Cabang NU Tana Toraja.
"Tana Toraja rumah kita bersama. Disini kita hidup rukun bersama. Kami sangat mengapresiasi pemerintah dalam memberi ruang dan porsi yang sama tanpa melihat latar belakang agama dalam memperingati hari-hari keagamaan. Dan kita yakin akan mampu melaksanakan STQH ini dengan baik", ungkap Pendeta Metrix.
Usai mendengarkan tanggpan peserta rapat, Bupati Nicodemus kemudian berpesan agar warga Tana Toraja dapat saling memahami,
saling menghargai, dan hindarkan kesan menjadikan setiap perhelatan sebagai tunggangan politik.
"Tahun ini tahun politik. Setiap kegiatan keagamaan bisa saja ditunggangi. Lembaga-lembaga keumatan bisa dibenturkan. Padahal bangunan-bangunan kebersamaan ini adalah rahmat Ilahi. Jangan sampai momen pilpres dijadikan orang untuk menghembuskan nada-nada mengelitik yang merusak hubungan kita", harap Nicodemus.
Olehnya itu, lanjut Bupati, kerjasama antar lembaga keumatan sangat diharapkan untuk suksesnya pelaksanaan STQ ini.
"Kegiatan ini menjadi mulia karena kita punya hati yg sama untuk membangun kerukunan. Dan setelah ini saya sarankan untuk membentuk panitia pelaksana dibawah koordinasi Kepala Bappeda dan saya usulkan tema STQ kali ini adalah Budaya Toraja Perekat Bangsa. Tapi silahkan dikoreksi kalau mauki", tutup Nico.(Inmas Toraja)