SULSELBERITA..COM. Makassar — Hilang yang lama muncullah yang baru, inilah kata-kata yang disematkan saat ini ke progres kerja Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Betapa tidak, setelah dibubarkannya Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Pusat Daerah (TP4D) tahun 2019 oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin kembali muncul dengan wujud yang baru.
Berdasarkan beberapa temuan di lapangan, dimana beberapa papan proyek DAK Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan dicantumkan tulisan “Kegiatan ini didampingi oleh Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Kejari Negeri (Kabupaten/Kota sesuai lokasi) “.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, SH, MH yang dikonfirmasi membenarkan pihak Disdik Sulsel dan Sekolah telah berkoordinasi dengan Bidang Datun terkait penempatan nama Kejati Sulsel pada setiap papan proyek DAK Disdik Sulsel TA. 2022.
“Setelah kami mempertanyakan terkait proyek DAK Dinas Pendidikan TA 2022 betul ada beberapa sekolah SMA dan SMK yang didampingi. Terkait papan bicara yang dipasang adalah inisiatif Dinas Pendidikan dan sekolah yang telah dikoordinasikan dengan bidang Datun Kejati dan Kejari setempat bahwa benar ada pendampingan kejaksaan pada pembangunan sekolah,” jawab Soetarmi via WhatsApp kepada awak media, Senin (17/10/2022).
Sementara, Kepala Kejaksaan Negeri Jeneponto yang dikonfirmasi mengatakan, pemasangan tersebut karena adanya instruksi dari Kejati Sulsel lewat bidang Datun.
Merasa ada yang tidak sinkron dengan pernyataan pihak Kejati Sulsel dan Kejarinya di daerah yang saling tunjuk dan tidak mengakui, LSM PERAK mendatangi Kantor Kejati Sulsel di Jl Urip Sumoharjo Makassar, Senin (17/10/20/22).
“Kami temui langsung Kasi Penkum di kantornya. Waktu kami pertanyakan terkait papan proyek dan LO nya, Kasi Penkum marah dan tidak sama sekali menurunkan intonasi bicaranya ke kami, ada apa?,” ungkap Burhan Salewangang, SH Koordinator Divisi Hukum dan Pelaporan LSM PERAK Indonesia.
Burhan juga mengungkapkan, Soetarmi malah menantang balik ke kami terkait apa yang dilanggar kalau ada tulisan seperti itu.
“Ini Soetarmi malah nyolot minta peraturan perundang-undangan apa yang dilanggar kalau ada itu tulisan,” tambah Burhan.
Burhan meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel segera mengambil sikap terkait adanya papan proyek seperti itu di lapangan.
“Sudah jelas salah satu alasan Jaksa Agung membubarkan pada saat itu TP4D untuk menghindari Jaksa melakukan perbuatan-perbuatan tercela, loh kok ada lagi. Dan kami akan adukan hal ini ke Kejaksaan Agung di Jakarta,” terangnya.
Lanjut Burhan, kami menduga ada upaya Kejati Sulsel memberikan jaminan keamanan dalam proyek DAK Disdik Sulsel TA 202.
“Ini perlu ditelusuri lebih jauh karena efek kepercayaan diri Pejabat Disdik pasti ada dengan adanya tulisan seperti itu,” ucapnya.
Mengetahui Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi anak dari Bupati Sidrap Dollah Mando, pihak LSM PERAK juga menyoroti keberadaan Jabatan tersebut.
“Tentunya jabatan Kasi Penkum ini perlu kita kawal ketat jangan sampai melonggarkan dan menurunkan kerja-kerja pencegahan dan penindakan Kejaksaan di wilayah hukum bapaknya, serta ini jadi atensi buat kami fokus ke Sidrap dalam waktu dekat. Dan pastinya kami juga akan menyurat ke Kejaksaan Agung agar ini menjadi bahan evaluasi,” pungkasnya.
Sementara Sekjen L-Kompleks, Ruslan Rahman yang ditemui terkait fenomena tersebut mengatakan, TP4D dibubarkan oleh Jaksa Agung melalui keputusan Kejaksaan Agung Nomor 346 tahun 2019 pada tanggal 22 November 2019 namun pendampingan dan konsultasi tetap ada melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).
Ruslan lanjut mengatakan bahwa pendampingan dan konsultasi melalui Datun harus mengajukan surat permohonan bukan secara lisan.
Kasi Penkum Kejati Sulsel yang dikonfirmasi lewat WA menyampaikan, Permohonan Izin tertulis dari disdik Sulsel tidak ada, tapi hanya dilakukan secara lisan.
“ijin secara tertulis tdk ada.. tp sudah ada konfirmasi langsung sm ketua tim pendampingan sebelum dipasang papan bicara” jawab Kasi Penkum.
Ruslan lanjut mengatakan, tindakan Kejaksaan Tinggi Sulsel melalui Bidang Datun yang mengakomodir keinginan Disdik Sulsel tersebut diduga melanggar aturan (tupoksi) apalagi diduga Pihak Datun menginstruksikan kepada Kejari didaerah untuk membenarkan pemasangan Nama Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di masing-masing daerah, hal ini diduga sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan Jabatan dan wewenang.
(**)