New Normal & Perang Melawan Covid-19

204

SULSELBERITA.COM – Tahun 2020 adalah tahun yang di harapkan membawa kejutan bagi setiap orang. Tapi kenyataannya awal tahun ini dunia di guncangkan oleh wabah virus bernama Covid-19 yang menggerogoti umat manusia hampir di semua negara. Hanya beberapa negara saja yang tidak terjangkit virus ini. Diketahui virus ini mewabah pertama kali di Kota Wuhan,China pada akhir tahun 2019 dan akhirnya merambah ke Indonesia pada awal tahun 2020. Covid-19 sendiri adalah virus yang menjangkit manusia tanpa memandang status sosial, ekonomi maupun usianya meskipun memang yang lebih tua lebih beresiko terinfeksi karena daya tayan tubuhnya sudah menurun. Awalnya masyarakat menganggap sepele virus ini karena Indonesia sempat berekspektasi bahwa virus ini tidak mungkin sampai di Indonesia namun, siapa sangka sampai saat ini sudah jutaan orang di dunia yang terinfeksi mulai dari kota besar sampai pelosok virus ini sudah menyebar luas. Berdasarkan data pada tanggal 12 Juni 2020 sudah 7,5juta orang terinfeksi di dunia.

Salah satu tokoh pemerintah yang terinfeksi dan berhasil sembuh dari Corona virus ini adalah Yana Mulyana yang saat ini menjabat sebagai Wakil Walikota Bandung. Beliau sendiri mengatakan bahwa perjuangan sembuh dari Covid-19 adalah jalan berat yang tidak mudah dilalui. “Sangat berat perjuangan melawan corona Covid-19. Tetapi berkat seluruh doa, Alhamdulillah saya bisa melewati proses yang sangat berat ini,” tuturnya. Yana sangat berharap masyarakat bisa patuh untuk tetap dirumah dan mengindahkan protokol kesehatan serta tetap menjaga kebersihan diri terutama rajin mencuci tangan.

Advertisement

Pada awal munculnya Covid-19 di Indonesia virus ini hanya terkonsentrasi di pulau Jawa meskipun ada beberapa provinsi seperti Sulawesi dan Kepulauan Riau juga turut melaporkan pasien terinfeksi tapi hal tersebut tidak menunjukkan bahwa virus ini tidak berbahaya karena kita tahu penyebarannya sendiri sangat cepat apalagi tidak semua orang terinfeksi memiliki gejala jadi pasien OTG (orang tanpa gejala) sulit dideteksi jika tidak melakukan tes terlebih dahulu. Demikianlah saat ini provinsi dengan angka terkonfirmasi tertinggi yang pertama berada di DKI Jakarta kemudian disusul Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Hal ini adalah salah satu bentuk kelalaian pemerintah yang terlambat mengumumkan ke daerah-daerah jumlah kasus terkonfirmasi juga lambatnya pergerakan dalam pencegahan sehingga kesiapan dari provinsi yang angka terinfeksinya sedikit juga terbilang sangat kurang karena tidak menyangka peningkatannya akan se-drastis ini. Kurangnya APD (alat pelindung diri) juga menjadi masalah di beberapa rumah sakit apalagi yang di daerah pelosok juga tenaga kesehatan di Indonesia sebesar 60% terkonsentrasi di pulau Jawa. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya Indonesia bergerak cepat dalam menangani jumlah kasus yang kian bertambah per harinya. Daerah yang lebih maju seperti Jawa memang bisa mengambil langkah lebih cepat dibanding pemerintah pusat yang masih simpang siur pergerakannya. Hal ini sangat patut di apresiasi karena gubernur di Jawa Barat memang sudah mengakui lebih dahulu bahwa mereka sudah membeli alat tes dari negara tetangga. Berbeda dengan wilayah yang masih kurang berkembang terutama di wilayah Indonesia bagian Timur tentu saja akan kewalahan menghadapi pandemi ini.

Pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan seperti social distancing, physical distancing, Lock Down wilayah, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), menutup tempat hiburan, pusat perbelanjaan hingga bandara juga ikut di tutup untuk meminimalisir jumlah orang yang mudik ke kampung halaman dan yang paling sering kita dengar dan lihat yaitu #dirumahaja (melakukan segala sesuatu dirumah termasuk belajar, beribadah dan bekerja). Bahkan ramadhan ditahun ini pun suasananya sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dimana masyarakat di haruskan taraweh dan melaksanakan sholat Ied dirumah. Meskipun ada beberapa daerah zona hijau yang tetap melaksanakan tapi tetap dalam pantauan petugas. Padahal bulan ramadhan dan hari lebaran bagi sebagian orang terutama perantau adalah momentum untuk bertemu sanak saudara, keluarga dan juga teman-teman yang sudah lama tak bertatap muka. Pun tidak lagi dijumpai pemandangan anak-anak yang berlarian berlomba-lomba meminta paraf penceramah di mesjid malam itu untuk mengisi buku Amaliyah Ramadhan dari sekolahnya ataupun anak kecil yang membakar petasan di halaman mesjid saat taraweh sedang berlangsung. Walaupun di segelintir wilayah masih ada yang melaksanakan sholat di mesjid dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan tapi sebagian besar wilayah tidak memberlakukan hal tersebut.

Melihat dan mengamati serta mematuhi kebijakan pemerintah ini tidak berhasil menurunkan bahkan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Tidak hanya pemerintah, sebagai bentuk partisipasi dan kepedulian terhadap sesama dalam hal ini influencer juga turut andil dengan cara mengumpulkan donasi kemudian membagikan sembako maupun APD (alat pelindung diri) seperti masker dan handsanitizer kepada masyarakat dan rumah sakit yang kekurangan APD juga mengadakan penyemprotan desinfektan secara berkala di tempat umum yang sering di datangi masyarakat setiap harinya. Segala bentuk partisipasi dari tim medis yang rela tidak pulang kerumah demi melindungi keluarga dari virus juga sering sekali kita lihat di media sosial kita. Bahkan tidak sedikit dokter maupun perawat yang harus direnggut nyawanya ditengah perjuangannya merawat dan menyembuhkan pasien yang terjangkit virus yang belum ada vaksin atau obatnya ini.

Namun hal tersebut diatas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pemutusan rantai Covid-19 ini. Bagaimana tidak, masih banyak masyarakat yang tidak mematuhi kebijakan pemerintah. Mereka seenaknya keluar rumah tanpa mengenakan masker dan datang di tempat umum tanpa menerapkan physical distancing padahal sudah hampir di semua tempat umum di pasangi pamflet pamflet himbauan mengenai hal ini. Jika begini caranya bagaimana bisa kita bersama tim medis juga pemerintah menghentikan pandemi ini? Di Indonesia sampai hari ini sudah kurang lebih masyarakat hidup ditengah pandemi yang sangat meresahkan ini. Hal ini berimbas pada kehidupan masyarakat yang banyak di PHK karena penutupan toko toko sehingga perusahaan tidak lagi mampu memberi upah dalam jumlah banyak kepada karyawan karena tidak ada pemasukan selama diberlakukannya aturan-aturan untuk memutus rantai penyebaran wabah ini.

Tidak hanya perekonomian, pada sektor pendidikan pun juga turut merasakan imbas hadirnya pandemi ini. Sekolah-sekolah dan kampus-kampus ditutup dan pembelajaran digantikan dengan belajar dari rumah. Belajar dari rumah yang ‘katanya’ lebih enak dan nyaman karena bisa kuliah sambil rebahan pun dikeluhkan keefektifannya oleh pelajar karena banyak yang mengaku belajar secara daring ini malah membuat pelajar semakin sulit memahami apa yang disampaikan oleh guru ataupun dosen. Kendalanya pun sangat banyak mulai dari jaringan jelek (terutama yang rumahnya di pelosok), kehabisan paket internet sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan perkuliahan secara daring walaupun hanya sekedar untuk mengabsen. Memang kuliah daring ini akan lebih praktis jika dibayangkan karena mahasiswa tinggal membuka ponselnya lalu membuka web ataupun grup yang sudah disediakan khusus untuk perkuliahan tetapi tidak sedikit juga dampak negatifnya. Belakangan ini menyebar beberapa berita mahasiswa yang kecelakaan ditengah perjalanan mencari jaringan untuk mengikuti perkuliahan atau sekedar mengumpulkan tugas. Miris rasanya membaca seseorang yang harus dikorbankan nyawanya demi sebuah angka yang sangat sakral di kalangan mahasiswa.

Belum selesai yang diatas, sekarang pemerintah mengeluarkan kebijakan New Normal yang sepaham saya new normal ini menurut pemerintah adalah kita harus hidup berdampingan dengan corona. Tempat hiburan, mall, supermarket dan pusat perbelanjaan lainnya serta bandara juga fasilitas umum lainnya kembali dibuka, yang tadinya Work From Home sekarang sudah kembali masuk kerja seperti biasa dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ada. Hanya saja untuk sektor pendidikan pemerintah memutuskan untuk membuka kembali sekolah pada Januari 2021 tanpa mengundur tahun ajaran baru. Untuk perguruan tinggi sendiri masih simpang siur kedepannya akan seperti apa ketentuan yang harus dipatuhi oleh mahasiswa saat harus menjalankan aktivitas perkuliahan ditengah pandemi yang saja new normal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Pada hari pertama bandara kembali beroperasi saja masyarakat sudah heboh dengan opini masing-masing mengenai dampak dibukanya bandara. Kota-kota Jakarta maupun kota besar lainnya yang sebelumnya sepi sekarang kembali macet dan padat merayap sehingga memperparah polusi udara yang sudah berkurang sebelumnya. Jelas sekali terlihat masyarakat masih belum bisa dengan baik menerapkan physical distancing ini. Padahal semenjak merebaknya virus ini kita sudah sadar bahwa ini sangat berbahaya dan mematikan. Ditambah lagi media-media yang setiap harinya mengabarkan pertambahan jumlah kasus terinfeksi Corona di dunia sehingga membuat umat manusia semakin panik tak terkendali karena takut akan terinfeksi meskipun sebagian orang sudah mulai bermasa bodoh. Kalau bahasa remaja zaman sekarang sebut saja Covid-19 ini ‘bukan kaleng-kaleng’ dan memang benar saya sendiri masih belum bisa memahami sepenuhnya bagaimana konsep new normal ini karena saat PSBB dan #dirumahaja diterapkan pun masih banyak yang membangkang bagaimana jika sudah di bebaskan?.

Meskipun saat ini pemerintah di Indonesia sudah tidak lagi mengumumkan jumlah pasien perharinya untuk meminimalisir kepanikan masyarakat karena katanya jika semakin panik itu akan membuat daya tahan tubuh semakin menurun sehingga semakin mudah terinfeksi tapi apakah New Normal ini bisa menghentikan penyebaran virus ini? Bagi segelintir orang yang sering mencari tahu perkembangan kasus ini pasti mengetahui bahwa ratusan hingga ribuan pasien bertambah setiap harinya. Lantas apa tujuan mendasar pemerintah menerapkan New Normal ini? Semoga saja kebijakan ini bisa sukses dan bisa dipatuhi oleh seluruh warga negara karena hanya dengan cara itu kita bisa bersatu memutus mata rantai penyebaran sehingga hasilnya akan sesuai harapan kita semua dan tidak menjadi bumerang baru bagi Indonesia dalam pengendalian virus Covid-19 ini karena jika gagal dan tak sesuai ekspektasi nantinya negara kita akan semakin lama hidup ditengah pandemi yang kejam ini.

Penulis : Nindya Putri Lestary,
(Kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Gowa Raya)

*Tulisan tanggung jawab penuh penulis*