Kawal Sidang Putusan Sela di Pengadilan Negeri Makassar, Aliansi Bara-Baraya Bersatu Gelar Aksi Unjuk Rasa

552

MAKASSAR---Puluhan masyarakat, mahasiswa dan siswa yang tergabung dalam Aliansi Bara-baraya Bersatu menggelar aksi sebagai bentuk mengawal sidang putusan sela di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Selasa, (19/11).

Berikut pernyataan Aliansi Bara-baraya Bersatu.

Advertisement

Pada tahun 2017, seorang yang bernama Nurdin Dg. Nombong mengaku sebagai ahli waris dari Moeding Dg. Matika menggungat 28 warga Bara-baraya ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar dengan nomor perkara : 255/Pdt. G/2017/PN Mks.

Nurdin Dg. Nombong dan Kodim XIV Hasanuddin mengklaim tanah yang menjadi tempat tinggal warga sebagai tanah bekas okupasi asrama TNI-AD.

Sementara warga telah menempati objek tanah mereka sejak tahun 1960-an dengan bukti alas hak kepemilikan.

Melalui perjuangan warga bersama aliansi yang mengawal, gugatan Nurdin Dg. Nombong pada PN Makassar dinyatakan tidak diterima.

Kemudian diperkuat dengan putusan Tingkat Banding dengan Nomor: 501/PDT/2018/PT.Mks.

Putusan tingkat banding tersebut tidak menghentikan "sikap arogansi" Nurdin Dg. Nombong pada tanggal 10 Juli 2019 Nurdin Dg. Nombong melalui kuasa hukumnya kembali mengajukan gugatan untuk kedua kalinya ke PN Makassar.

Berdasarkan nomor perkara : 239/Pdt.G/2019/PN. Mks Nurdin Dg. Nombong menggungat 40 warga Bara-Baraya.

Dalam beberapa kali persidangan, gugatan kedua ini, sama seperti pada gugatan pertama Nurdin Dg. Nombong tidak pernah hadir.

Pada tahapan sidang mediasi, yang seharusnya dihadiri oleh para pihak prinsipal, berdasarkan peraturan Mahkama Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Namun Nurdin Dg. Nombong selaku pihak prinsipal penggungat tidak pernah menghadiri persidangan walau telah dipanggil secara patut oleh pihak Pengadilan.

Ketidakhadiran Nurding Dg. Nombong pada sidang mediasi seharusnya menjadi pertimbangan hakim sebagai bentuk tidak adanya itikad baik dari pihak prinsipal penggungat dan menghentikan perkara ini.

Namun hakim tetap memutuskan untuk melanjutkan persidangan perkara tersebut.

Hal ini menimbulkan pertanyaan pada sikap hakim dalam menangani perkara dan menegakan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, memunculkan pertanyaan siapa sebenarnya sosok Nurdin Dg. Nombong mengaku ahli waris dari objek yang dipersengketakan, dan tidak pernah berani muncul bertemu dengan warga?.

Warga Bara-Baraya yang telah hidup dan menguasai objek tanah selama bertahun-tahum tentu tidak akan menyerah mempertahankan haknya. Maka dari itu, Aliansi Bara-Baraya Bersatu menyatakan sikap:

1. Menuntut Pengadilan Negeri Makassar menerapkan prinsip-prinsip peradilan yang bersih dan jujur.

2. Mendesak Hakim Pemeriksa Perkara secara hati-hati dan teliti dalam memeriksa perkara.

3. Pengadilan Negeri Makassar tidak berwenang mengadili perkara ini karena gugatan yang diajukan  Nurdin Dg. Nombong merupakan Gugatan sengketa waris yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama.

4. Mendesak Hakim pemeriksa perkara menolak gugatan Nurdin Dg. Nombong demi teciptanya rasa keadilan bagi warga Bara-Baraya.

Sementara itu, ditanggapi oleh Humas Pengadilan Negeri Makassar, Sibali, SE,. SH, bahwa pihaknya senantiasa bersama-sama dengan warga Bara-Baraya bersatu untuk menerima aspirasi.

"Saya atas nama Pengadilan ingin memberitahukan bahwa proses ini sedang berjalan," ucapnya.

Siapapun yang datang di sini untuk mencari keadilan maka akan dilayani sebaik-baiknya.

"Saya yakin, kita tekankan proses peradilan ini, siapa yang benar itulah yang benar diproses pengadilan. Tapi, dalam proses perdata tentu saudara-saudara memahami bahwa proses perdata itu adalah perlu ada proses-proses pembuktian secara sah dan secara administrasi," ungkap Sibali.

Pengadilan sendiri menyadari, bahwa proses ini sudah, panjang karena pada waktu proses awal terjadi gugatan dari pihak ahli waris.

"Itu tidak dapat diterima, bukan gugatan di tolak, gugatan tidak dapat diterima karena kondisinya kabur. Kabur artinya batas-batas wilayah tidak jelas sampai yang batas-batas yang telah tergugat tidak jelas betas-batas objeknya," pungkasnya.

Sehingga dikatakan oleh majelis dalam proses persidangan, bahwa bukan berarti tidak dapat diterima tidak bisa menggungat lagi berarti.

"Bisa menggungat kembali, inilah yang terjadi faktanya, sebelum proses persidangan maka ada namanya proses mediasi yang dilakukan oleh Hakim mediasi," imbuhnya.

"Sementara ini adalah proses putusan sela, saya tadi komunikasi dengan pihak majelis hakim, bahwa adalah proses putusan sela, putusan sela tidak membahas masalah pokok perkara. Tapi menbahasa masalah kewenangan pengadilan karena adanya esepsi yang diesepsikan oleh pihak tergugat 2 sampai pihak tergugat 20 kalau tidak salah, sehingga inilah kewenangan majelis hakim untuk menjawab esepsi dari pihak tergugat," tutur Sibali dihadapan massa aksi.

"Pertimbangannya Hakim, bahwa gugatan itu bukan sengketa waris, tapi Perbuatan Melawan Hukum (PMH)," tandas Ansar, salah satu pendamping Hukum Aliansi Bara-baraya Bersatu.