SULSELBERITA.COM. MAKASSAR — Di tengah derasnya arus informasi digital di mana kecepatan sering kali mengorbankan akurasi, kemampuan memilah fakta menjadi keterampilan vital bagi generasi muda. Kesadaran akan urgensi inilah yang mendorong Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Alauddin Makassar menggelar pelatihan jurnalistik intensif bertajuk “Dari Ide hingga Publikasi”.
Suasana Gedung FTK UIN Alauddin terasa berbeda pada Kamis siang (18/12/2025). Ruangan dipenuhi antusiasme mahasiswa yang mengikuti jalannya diskusi dinamis mulai pukul 13.00 hingga 16.00 WITA. Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan teknis menulis, melainkan sebuah upaya membangun benteng intelektual di tengah banjir informasi.
Hadir sebagai narasumber utama adalah Aimal Situru, S.Pd., M.Si, seorang praktisi yang telah malang melintang di dunia media. Sebagai Komisaris Utama PT. Media Intar Indonesia, sekaligus Ketua JOIN Takalar, Aimal membawa perspektif dingin dari industri media online yang saat ini menjadi panglima konsumsi informasi publik. Ia memulai paparan dengan satu realitas pahit: jurnalisme masa kini tengah terjebak dalam perlombaan tanpa akhir.
Aimal menyoroti fenomena “pemujaan terhadap kecepatan” atau speed yang sering kali menjadi berhala baru dalam media daring. Di era di mana jumlah klik menjadi penentu napas dapur redaksi, banyak media yang secara sadar mengabaikan proses verifikasi. Akibatnya, informasi yang tersaji di layar ponsel masyarakat sering kali mentah, bias, dan tak jarang mengandung kekeliruan fatal yang sulit ditarik kembali.
Dalam diksinya yang lugas, Aimal menggambarkan media sosial saat ini layaknya pasar tumpah yang bising. Di sana, kebenaran sering kali tertimbun oleh narasi-narasi yang sengaja dibangun untuk memancing emosi. “Kecepatan memang penting, namun ketepatan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Menjadi yang pertama itu hebat, tapi menjadi yang benar itu terhormat,” tegasnya di hadapan para mahasiswa.
Proses “Dari Ide hingga Publikasi” yang menjadi tema besar acara kemudian dibedah secara teknis namun tetap naratif. Mahasiswa diajak memahami bahwa sebuah tulisan yang baik lahir dari kepekaan melihat fenomena sekitar, kemudian diperkuat dengan riset mendalam, dan akhirnya dikemas dengan bahasa yang menyentuh hati tanpa meninggalkan sisi objektifitas.
Diskusi berlangsung dinamis ketika beberapa mahasiswa mulai melontarkan kegelisahan mereka tentang sulitnya membedakan antara fakta dan opini di media sosial. Sesi tanya jawab ini menjadi bukti bahwa dahaga akan literasi media di kalangan mahasiswa sangat besar. Mereka menyadari bahwa kemampuan menulis bukan sekadar hobi, melainkan alat untuk melawan pembodohan massa.
Kepala Program Studi MPI yang mendampingi kegiatan tersebut berharap pelatihan ini menjadi pemantik awal bagi lahirnya jurnalis-jurnalis baru dari rahim pendidikan Islam. Jurnalis yang tidak hanya pandai merangkai kalimat indah, tetapi juga memegang teguh nilai-nilai integritas dan kejujuran dalam setiap karya tulis yang mereka publikasikan di masa depan.
Saat jarum jam menunjukkan pukul 16.00 WITA, pelatihan itu pun berakhir, namun semangat yang tertinggal terasa masih sangat kuat. Para mahasiswa meninggalkan ruangan dengan kepala tegak, membawa bekal pengetahuan bahwa di pundak mereka kini tertitip satu tugas penting menjadi penjernih di tengah keruhnya arus informasi media digital demi Indonesia yang lebih cerdas dan beradab.


