SULSELBERITA.COM. Takalar – Penggunaan bom ikan masih menjadi masalah serius yang mengancam kelestarian ekosistem laut di wilayah kita. Selain merusak terumbu karang dan habitat laut lainnya, praktik ini juga sangat berbahaya bagi pelaku dan lingkungan sekitar. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bom ikan serta ancaman hukuman yang menanti para pelaku.
Seperti halnya yang belakangan ini marak terjadi di perairan kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, dimana salah satu pelaku yang tengah viral terekam kamera amatir warga adalah seorang warga Desa Minasa Baji Kec.Kepulauan Tanakeke.
Hari ini pelaku terpantau awak media tengah menjalani pemeriksaan di unit Tpiter Polres Takalar.
Dari berbagai sumber, Bahan-Bahan Pembuat Bom Ikan yang digunakan
Bom ikan biasanya dirakit dari bahan-bahan yang mudah didapatkan, namun sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan benar. Beberapa bahan yang umum digunakan antara lain:
– Pupuk Amonium Nitrat: Sebagai bahan peledak utama.
– Minyak Tanah atau Solar: Sebagai bahan bakar untuk meningkatkan daya ledak.
– Detonator: Alat pemicu ledakan, seringkali berupa sumbu atau alat elektronik.
– Botol atau Wadah: Sebagai pembungkus bahan peledak.
– Batu atau Pemberat: Agar bom tenggelam dan meledak di kedalaman yang diinginkan.
Ancaman Hukuman:
Pemerintah telah menetapkan aturan yang tegas terkait dengan pembuatan, kepemilikan, dan penggunaan bom ikan. Pelaku dapat dijerat dengan berbagai pasal, termasuk:
Pelaku perakit dan pengguna bom ikan dapat dijerat dengan Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 yang telah diubah dan ditambahkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya Pasal 84 yang mengacu pada Pasal 8 ayat (1) .
Pasal yang dapat disangkakan adalah Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia” .
Ancaman hukuman bagi pelaku adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah) .
Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Darurat terkait dengan kepemilikan bahan peledak ilegal, yang dapat berujung pada hukuman yang lebih berat, termasuk hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Masriadi Dg Tika, Ketua Pemerhati Kawasan Konservasi Tanakeke yang juga ketua Pokmaswas Jagad Samudra pun angkat bicara terkait hal tersebut.
“Kami mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya nelayan di tanakeke, untuk tidak menggunakan bom ikan dalam kegiatan penangkapan. Selain merusak lingkungan, tindakan ini juga melanggar hukum dan dapat membahayakan diri sendiri serta orang lain,” ujar Masriadi Dg Tika. Kamis, (30/10/2025).
Lanjut dikatakan ” Pemerintah dan aparat penegak hukum akan terus meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap pelaku pembuatan dan penggunaan bom ikan. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam menjaga kelestarian laut dengan melaporkan segala aktivitas mencurigakan terkait dengan bom ikan kepada pihak berwajib” Tutupnya.
Pelaku perakit dan pengguna bom ikan dapat dijerat dengan Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 yang telah diubah dan ditambahkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya Pasal 84 yang mengacu pada Pasal 8 ayat (1) .
Pasal yang dapat disangkakan adalah Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia” .
Ancaman hukuman bagi pelaku adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah) .
Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Darurat terkait dengan kepemilikan bahan peledak ilegal, yang dapat berujung pada hukuman yang lebih berat, termasuk hukuman mati atau penjara seumur hidup.P
 




