Meteran Listriknya Dicabut dan Disuruh Bayar 1 Juta oleh Pihak PLN, Seorang Warga Pappa Takalar Akan Tempuh Jalur Hukum

SULSELBERITA.COM. Takalar – Pencabutan meteran listrik milik warga kelurahan Pappa Kecamatan Pattalassang Kabupatrn Takalar atas nama Saharuddin Dg Nanring  pada hari jumat, 24/10/2025, sepertinya akan berbuntut panjang.

Menurut keterangan Saharuddin, pencabuta meteran listriknya tersebut  dilakukan oleh oknum pegawai PLN dengan alasan meteran tersebut bermasalah, sementara meteran yang digunakan adalah jenis token atau prabayar.

Bacaan Lainnya
Dirgahayu Republik Indonesia

“Setelah pegawai PLN datang ke rumah, mereka langsung mencabut meteran listrik prabayar saya, katanya meteran saya bermasalah”. Ujar Saharuddin kepada awak media ini, Sabtu, (25/10/2025).

” Setelah dicabut, saya kemudian dipanggil  ke kantor PLN Takalar di lingkungan sompu, disana saya disuruh membayar sebesar Rp.1.181.075, saat saya tanyakan pada pegawai PLN (seorang perempuan) yang meminta saya membayar, kenapa saya harus bayar?? Lalu dijawab jika saya sudah hampir 2 tahun tidak pernah isi token listrik”. Jelas Saharuddin lagi.

” Apa masalahnya kalau saya tidak isi ? Karena masih banyak isinya, lagi pula saya jarang pakai meteran prabayar saya, karena di rumah saya menggunakan 2 meteran listrik, yang satu pasca bayar dan yang satu prabayar, dan yang sering saya gunakan adalah meteran yang pasca bayar, setiap bulan saya bayar listrik kurang lebih Rp. 300.000 “. Jelasnya lagi.

” Namun saya tetap disuruh membayar satu juta rupiah lebih,  supaya bisa dipasang kembali meterannya, namun  setelah diganti yang baru,  ternyata isinya sudah kosong, padahal sebelumnya masih banyak sisa,” jelasnya

Hal ini tentunya dipertanyakaan oleh Saharuddin, karena kalau terjadi kerusakan meteran itu kan menjadi tanggung jawab pihak PLN untuk menggantinya, bukan malah dibebankan ke pada pelanggan..

Tindakan sepihak dan sewenang wenang yang dilakukan oleh pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Layanan Kabupaten Takalar ini tentunya sangat merugikan pelanggan, dan berbau pungli.

“Saya heran, meterannya masih aktif dan masih ada isi beberapa kWh, tapi tiba-tiba petugas datang mencabut tanpa ada surat pemberitahuan atau teguran terlebih dahulu kepada saya” ungkap Saharuddin lagi.

Tidak ada regulasi yang Mengatur Denda atas Ketidakterisian Token

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan Tenaga Listrik, pelanggan prabayar tidak dapat dikenai denda atau pencabutan selama masih terdapat sisa kWh yang telah dibayarkan.

Selain itu, Peraturan Direksi PLN Nomor 0028.P/DIR/2023 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) menegaskan bahwa tindakan penertiban hanya boleh dilakukan terhadap pelanggan yang melakukan pelanggaran teknis atau manipulasi listrik, bukan terhadap pelanggan yang sekadar tidak mengisi token dalam jangka waktu lama.

“Jika listrik masih aktif dan tidak ada pelanggaran, maka pencabutan dan permintaan pembayaran denda tidak memiliki dasar hukum yang sah,” ujar salah satu pemerhati perlindungan konsumen di Makassar saat dimintai tanggapan.

Warga Siap Tempuh Jalur Hukum dan Laporkan ke YLBH Garuda Kencana Indonesia

Atas kejadian tersebut, keluarga Saharuddin berencana melaporkan kasus ini ke PLN Wilayah Sulselrabar serta ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Garuda Kencana Indonesia Cabang Sulsel, untuk meminta klarifikasi dan menuntut hak konsumen sesuai peraturan perundang-undangan.

“Kami akan tempuh jalur resmi. Ini bukan soal uang, tapi soal keadilan dan perlindungan bagi pelanggan. Jangan sampai warga kecil dirugikan dengan alasan yang tidak jelas,” tegas Saharuddin.

PLN Diharapkan Evaluasi Prosedur di Lapangan

Masyarakat berharap PLN dapat melakukan evaluasi terhadap prosedur pemutusan dan penggantian meteran prabayar di lapangan, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau dugaan pungutan yang merugikan pelanggan.

Kasus ini juga menjadi perhatian publik karena berpotensi melanggar hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menegaskan bahwa setiap pelanggan berhak atas layanan yang jujur, adil, dan transparan.

Pos terkait