SULSELBERITA.COM – Bupati Enrekang, H. Muslimin Bando kembali mengeluarkan kebijakan yang menguatkan aktivitas PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV di Enrekang. Kebijakan itu berupa keputusan Bupati Enrekang Nomor : 70/KEP/I/2023 tentang persetujuan dokumen evaluasi lingkungan hidup kegiatan perkebunan dan pengolahan sawit unit usaha kegiatan perkebunan kelapa sawit unit usaha Maroangin di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.
Berdasarkan keputusan yang dikeluarkan pada tanggal 20 Januari 2023, terdapat enam kegiatan yang dapat dilakukan PTPN XIV. Diantaranya, penerimaan tenaga kerja operasional, penyiapan lahan, mobilisasi peralatan dan material, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit, panen dan pengangkutan tandan buah segar.
Menanggapi keputusan bupati tersebut, Rahmawati Karim agen Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Enrekang, dalam diskusi multipihak yang diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel pekan lalu di Warkop Talaga Enrekang, menilai jika proses penerbitan bertentangan dengan nilai-nilai anti korupsi. “Keputusan ini sangat jelas bertentangan nilai-nilai anti korupsi. Ada proses yang tidak jujur terjadi dalam pembuatan kebijakan ini,” kata Rahmawati Karim.
Dirinya juga menilai Bupati Enrekang, H. Muslimin Bando tidak peduli dampak pembukaan lahan sawit yang dilakukan PTPN XIV. Saat ini ungkap Rahmawati Karim, rakyat tidak hanya kehilangan sumber ekonomi akibat digusur tapi juga berdampak pada kerusakan lingkungan. “Dari beberapa regulasi yang dikeluarkan bupati untuk menguatkan pemodal, ini bukti jika bupati alpa pikirkan persoalan kemanusiaan. Ada rakyat hidup di atas lahan tersebut. Ada ternak yang juga jadi sumber ekonomi rakyat diatasnya,” kata Rahmawati Karim.
Bahkan jelasnya lagi, keputusan bupati terkait persetujuan lingkungan yang salah satu ruang lingkup kegiatan yakni penyiapan lahan sawit tidak hanya di wilayah Maiwa tapi sudah meluas hingga ke Kecamatan Cendana. “Jadi kalau ada bahasa bahwa tidakji na di garap itu wilayah Desa Karrang, kenapa dalam keputusan bupati ini ditegaskan ada Kecamatan Cendana. Berati bahasa itu tidaklah benar. Itu bohong,” kesal Rahmawati Karim salah satu pendiri Aliansi Masyarakat Massenrempulu (AMPU).
Untuk itu, Rahmawati Karim mendesak DPRD Enrekang agar tidak diam melihat kebijakan bupati yang berdampak pada persoalan hilangnya sumber ekonomi rakyat. Fungsi pengawasan dewan yang tidak berjalan melahirkan kebijakan yang tidak adil terhadap rakyat terang mantan anggota KPU Enrekang dua periode ini. “DPRD Enrekang ini punya tanggungjawab besar atas kondisi rakyat yang dimarjinalkan saat ini. Gunakan fungsi pengawasan. Panggil bupati atas kebijakannya,” tutup Rahmawati Karim. (*)