SULSELBERITA.COM, KENDARI- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Adat Tolaki (LAT) Sulawesi Tenggara (Sultra), mendesak Polda Sultra, agar dalam melakukan penegakan hukum perlu mengedepankan hukum yang berkeadilan.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPP LAT Masyur Masie Abunawas saat konfrensi pers, di sekertariat DPP LAT.”Selasa (21/12/21)
MMA(sapaan singkat),”menguraikan bahwa Kericuhan yang terjadi beberapa waktu lalu, peserta pawai budaya juga diduga telah dianiaya oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, kata dia, Polda Sultra perlu melakukan penegakan hukum kepada oknum yang sudah melakukan penganiayaan kepada peserta aksi pawai budaya tersebut.
“DPP LAT menginginkan dan mendesak penegakkan hukum yang berkeadilan terhadap mereka yang telah melakukan penganiayaan terhadap beberapa orang suku Tolaki. Termasuk indikasi adanya tindakan yang kurang professional, bahkan terkesan adanya tindakan pembiaran oleh oknum aparat penegak hukum terhadap lolosnya 20 orang dalam blockade jalan serta tidak berupaya melakukan penegakkan hukum secara terukur dalam peristiwa penganiayaan itu,”ungkap MMA
Lebih lanjut MMA menegasakan, suku Tolaki adalah suku yang cinta damai. Sejarah membuktikan ratusan tahun sebelum Provinsi Sultra berdiri. Tanah leluhur orang Tolaki sudah dijadikan tempat berdomisili dan berusaha berbagai suku bangsa, bahkan telah menjadi tempat tinggal yang paling nyaman, tanpa gangguan apapun. Suku Tolaki, lanjut dia, telah terbiasa hidup berdampingan dengan berbagai suku bangsa secara damai, aman dan tentram di bumi Tolaki Sultra.
Kondisi ini terwujud karena suku Tolaki berpegang teguh pada filosofi Inae Konasara Ie Pinesara, inae Lia sara ie pinekasara. Orang Tolaki menjunjung tinggi OSARA sebagai aturan-aturan adat istiadat atau hokum adat Tolaki dan telah menjadi sarana untuk membina, mengawasi, mengendalikan dan menegakkan tertib hokum dan tertib social dalam masyarakat, agar masyarakat dapat hidup tertib, aman, tentram dan damai, atau dalam Bahasa Tolaki sering dinyatakan: Luwuako nggo nibutuno osara tambuoki suere, nggo tekono ine ambo ronga nggo-nggo nime’amboako (artinya: Semua tujuan adat Istiadat/Hukum adat adalah untuk terwujudnya tertib hukum, tertib sosial dan kesejahteraan hidup masyarakat).
MMA juga menyampaikan, sebagai wujud cinta damai Suku Tolaki yang dilandaskan pada nilai-nilai adat istiadat, maka Ormas Suku Tolaki yang berasal dari berbagai kabupaten/kota di Sultra melangsungkan Pawai Budaya Mepokoaso di Kota Kendari sebagai agenda tahunan, dengan menampilkan pakaian adat dan simbol-simbol budaya dan persatuan misalnya bendera merah putih, bendera LAT, bendera semua Ormas yang menjadi peserta Pawai termasuk beberapa perlengkapan budaya Ta’awu dan Karada serta perisai lainnya, dengan tujuan mempererat tali persaudaraan, solidaritas dan saling kenal mengenal untuk membangun komitmen bersama menjaga kedamaian dan ketentraman di tanah leluhur.
Pawai Budaya Suku Tolaki sedianya juga, akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2021, namun karena ada permintaan pihak Kepolisian ( Polda Sulawesi Tenggara) dengan alasan akan ada kunjungan kerja Bapak Kapolri sehingga Pawai Budaya Suku Tolaki baru dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 16 Desember 2021 dan Pawai tersebut telah direstui oleh Lembaga Adat Tolaki (LAT) sebagai wadah tunggal dan tertinggi berbagai Ormas Suku Tolaki dan sekaligus pawai budaya tersebut telah mengikuti prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.
“Bahwa berdasarkan pemberitahuan yang diajukan kepada Polresta Kendari, rute pawai Budaya akan dimulai dari Stadion Lakidende -jalan Utama – Jembatan Bahteramas dan Finish di Pelataran MTQ Kendari,”ujarnya.
MMA juga mengatakan, pawai dilakukan secara tertib dan diisi berbagai orasi yang mengajak untuk menjaga keharmonisan, persaudaraan serta menghargai ke Bhinekaan di wilayah Sultra, dengan melalui rute yang telah disepakati namun di Kendari Beach oleh pihak Kepolisian melakukan blokade jalan sehingga para peserta pawai yang dihadiri oleh ribuan orang anggota Ormas Tolaki secara tertib memutar arah sebagai wujud kepatuhan serta penghargaan Suku Tolaki terhadap aparat penegak hukum dan selanjutnya mengarah ketempat Finish di Pelataran MTQ.
Terkait, adanya beberapa orang atau sekira 20 orang yang berada dibarisan paling belakang tanpa sepengetahuan pimpinan kelompoknya yang ingin ke Jembatan Bahterahmas dengan niat untuk berfoto-foto dibiarkan melewati blockade pihak kepolisian, mereka inilah yang kemudian mendapatkan penganiayaan dan sekaligus korban dari ratusan orang biadab dengan menggunakan berbagai jenis senjata tajam, termasuk busur dan panah.
Jika kita cermati dan perhatikan secara sungguh-sungguh, lanjut dia, jenis senjata dan peralatan yang digunakan kelompok yang melakukan penganiayaan patut diduga mereka telah melakukan persiapan dan perencanaan yang matang untuk melakukan penyerangan dan menganggu kegiatan pawai budaya yang dilakukan Ormas-Ormas Tolaki.
MMA juga berharap semua elemen masyarakat Sultra untuk bersama-sama menjaga persatuan, kesatuan, kedamaian dan ketentraman. Tentu saja, sambung dia, perlu didukung oleh tindakan professional dalam penegakkan hukum secara berkeadilan di bumi anoa.(HNR)