Jangan Pernah Bosan Membaca dan Menulis (mahasiswa)?

234

SULSELBERITA.COM – Kegiatan membaca ini merupakan prosedur untuk memahami tulisan sendiri maupun tulisan orang lain. Salah satu cara belajar berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah dengan membaca. Semakin kita rajin membaca, pengetahuan semakin bertambah. Dengan membaca, seseorang akan semakin terbiasa menggunakan kata-kata dan kalimat yang tentu saja semakin mudah baginya untuk berbicara di depan umum.

Mengapa membaca sangat penting bagi mahasiswa? Mengapa mahasiswa malas dan jarang membaca? Pertanyaan ini mungkin dianggap remeh oleh sebagian mahasiswa. Namun demikian, untuk melaksanakannya sangat sulit. Para mahasiswa sering dimanjakan oleh SOSMED. Perilaku instan para mahasiswa ini sepertinya sukar diubah. Dengan berbagai macam alasan yang dilontarkan oleh mahasiswa, seperti tugas banyak, cari di internet menjadi lebih mudah, dan lain-lain. Ada juga yang mengatakan, penyelesaian tugas dalam kurun waktu yang sangat singkat akan terlalu lama jika mencari materi di dalam buku. Cara pandang dan perilaku mahasiswa seperti inilah yang melekat pada benak sebagian besar mahasiswa kita. Seharusnya mahasiswa harus membudayakan kebiasaan membaca dan menulis guna mempersiapkan masa depan yang lebih cerah.

Advertisement

Salah seorang mahasiswa yang diwawancarai berkata,”Saya suka belajar disaat sebelum ujian hampir tiba. Istilahnya belajar ngebut semalam.” Mahasiswa aktif lainnya juga mengemukakan pendapat dan obsesinya terhadap membaca. Ia suka membaca dan biasanya membaca pada saat tidak ada kesibukkan. Baginya membaca itu sebagai penyegar, menemukan kosakata baru, mendapatkan informasi, dan sebagai sumber inspirasi dan motivasi. Perilaku mahasiswa seperti inilah yang patut dicontoh. Pengetahuan-pengetahuan yang digalinya saat ini mempermudah kelangsungan hidup di masa depan.

Mahasiswa adalah jantung dunia. Rendahnya giat membaca mahasiswa merupakan penyakit jantung dunia. Mengapa demikian? Karena mahasiswa adalah pemuda penerus. Jika pemuda salah diutik, bayangkan seperti apakah Indonesia kedepannya? Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno berkata, “Berikan aku beribu-ribu orang tua, tetapi berikan sepuluh pemuda untuk menggoncang dunia.” Maksud dari pernyataan tersebut bahwa pemudalah yang memegang masa depan negara Indonesia melalui bimbingan orang tua dalam membentuk perilaku baik pemuda (mahasiswa). Secara tidak langsung beliau menyuruh mahasiswa tahun 1945 sampai dengan mahasiswa tahun 2020, untuk belajar dengan membaca dan menulis sebagai salah satu tujuan dari pernyataannya, termasuk mahasiswa sekarang ini.

Seorang Mahasiswa juga pernah berkata, “Mahasiswa sekarang ini jarang membaca buku di perpustakaan, mereka hanya datang pesiar dan melihat-lihat buku. Dikarenakan bukunya tidak terlalu menarik, sehingga mahasiswa tidak mau membaca.” Kelalaian mahasiswa inilah yang menjadi salah satu penyebab negara ini tidak pernah maju.

Mengapa harus membaca? Membaca itu menyenangkan, apabila dipahami dan diterapi. Agar membaca lebih menyenangkan penulis mempunyai beberapa cara agar rajin membaca. Pertama, menulis dengan rapi. Biasakan tangan agar menulis dengan rapi dan usahakan tulisannya dapat dimengerti. Sehingga saat membuka kembali catatan tidak akan jenuh untuk membacanya. Kedua, tampilan buku yang menarik. Dengan desain yang menarik dari buku mendorong seorang mahasiswa untuk membaca. Stiker-stiker lucu yang tertempel disebagian kertas dan kombinasi gambar dengan tulisan dalam sebuah buku menjadi lebih menarik untuk dapat dibacakan. Yang ketiga, judul buku yang menarik. Judul buku yang bagus juga akan mendorong mahasiswa untuk mencari tahu isi dari buku tersebut. Keempat, merawat buku. Buku yang tidak terawat menjadi kusut, kotor dan jelek. Oleh karena itu rawatlah buku sebaik mungkin agar nyaman saat membaca. Kelima, menyelipkan kalimat bijak untuk menjadi motivasi dan inspirasi.

Minat baca dipengaruhi oleh bagusnya tulisan yang ditulis oleh penulis. Sebuah tulisan/karangan yang bagus akan mendorong mahasiswa untuk membaca. Menulis itu seni. Mengapa demikian? Karena menulis merupakan karya tangan kita sendiri. Baik yang di ketik maupun tulisan tangan. Semakin kita rajin membaca dengan sendirinya kemauan kita untuk menulis semakin tinggi. Janganlah kita suka membaca karangan orang lain tetapi kita tidak bisa menulis karangan sendiri. Menjadi seorang penulis sangat mudah asalkan kita sering membiasakan diri untuk menulis dari hal yang terkecil, misalnya menulis buku harian, membuat agenda anggaran bulanan, menulis materi yang diberikan oleh dosen, dan lain-lain. Seperti kata pepatah yang mengatakan, kita bisa karena biasa.

Dalam proses penyusunan makalah pada kenyataannya banyak mahasiswa yang menyalin karya ilmiah dari internet. Mahasiswa tidak mampu menyusun makalah hasil pemikiran sendiri atau kelompok karena tidak mampu menulis dan tidak biasa membaca. Minimnya giat tulis menulis mahasiswa dikarenakan mahasiswa-mahasiswi lebih menyukai karangan orang lain daripada menciptakan karangan sendiri. Tidak disadari olehnya bahwa membaca karangan orang lain merupakan sebuah dorongan agar kita juga mempunyai tekad untuk menulis karangan sendiri. Sangat penting bagi mahasiswa untuk membenah diri dan bertanya “Kapan orang lain akan membaca karangangku?”

Kita perlu belajar menulis sesuai aturan penggunaan ejaan yang belaku. Dalam buku Bahasa Indonesia dalam Penulisan di Perguruan Tinggi (2014) lalu, memuat aturan-aturan penulisan yang baik dan baku. Syarat untuk menentukan kelulusan akhir semester, mahasiswa harus menyelesaikan tugas skripsinya dalam satuan pendidikan di Perguruan Tinggi.  Menyusun skripsi tidaklah semudah menyusun makalah yang disalin dari internet, tetapi skripsi harus hasil karya sendiri dan menjadi penilaian akhir mahasiswa untuk dapat diwisuda kan. Mahasiswa yang tidak biasa membaca akan berdampak pada penggunaan bahasa yang tidak baku dalam menyusun skripsi. Mahasiswa tidak mampu mempertanggung jawabkan skripsinya secara lisan, karena tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Kurangnya membaca berakibat fatal pada proses penulisan. Karena tidak memahami aturan penulisan, dalam penyusunan karya ilmiah yang resmi menjadi tidak baku. Inilah yang menyebabkan mahasiswa selalu mencetak ulang skripsinya dan bahkan menyusun ulang. Inilah yang biasa terjadi kalangan mahasiswa pada akhir semester karena kelalaiannya waktu kuliah.

Iswalis memaparkan semua fakta yang berdasarkan bukti hasil wawancara maupun hasil pengamatan penulis yang terjadi di kalangan mahasiswa. Penulis menyimpulkan mahasiswa sebagian besar bergantung pada internet, yang melemahkan cara berpikir mahasiswa tersebut. Oleh karena itu, penulis mengajak semua mahasiswa untuk percaya dengan kemampuan sendiri.

T