Opini: Umat Islam Buru Oknum Di Balik RUU HIP

259

SULSELBERITA.COM. Jakarta –  Ada delapan maklumat MUI. Salah satunya meminta pihak berwajib mengusut para oknum yang berada di balik RUU HIP.

Siapa yang dituduh” para oknum” di balik RUU HIP itu? MUI harus bertanggung jawab untuk menjelaskan kriteria siapa yang dianggap oknum itu. Jangan sampai aparat dan rakyat salah sasaran. Ini penting!

Advertisement

Kita coba tracking di parlemen. Pertama, dari fraksi mana yang mengusulkan RUU HIP pertama kali? Kedua, fraksi mana yang ngotot menolak TAP MPRS No 25 Tahun 1966 dan mengusulkan Trisula, lalu Ekasila yang menggiring ke makna gotong royong? Ketiga, siapa aktor penyusun draft RUU HIP?

Bagi MUI, dan juga umumnya Umat Islam, masalah RUU HIP bukan hanya masalah materiil dan formilnya saja. Bukan pula soal prosesnya. Tapi akumulasi materiil, formil dan prosesnya menimbulkan dugaan adanya motif yang patut untuk diusut.

MUI terlalu emosional. Tidak! Sikap MUI ini rasional. Agar dimasa depan tidak lagi ada pihak-pihak yang berupaya mensabotase makna luhur, apalagi merubah Pancasila sebagai dasar negara. Pesan yang ingin disampaikan MUI: jangan main-main dengan Pancasila. Anda utak utik Pancasila, maka anda akan berhadapan dengan umat Islam.

Bela Pancasila gak harus bilang: “Aku Pancasila”. Itu katrok! Apalagi munculnya saat pemilu. Sikap MUI dan Ormas-Ormas Islam saat ini itulah sikap pancasilais yang sesungguhnya.

Kenapa MUI yang didukung ormas dan umat Islam menuntut untuk dilakukan pengusutan? Agar hukum itu ditegakkan. Karena, hal ini diatur dalam UU 27/1999 pasal 107 huruf d yang berbunyi: “barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

Tuntutan MUI tidak hanya rasional, tapi konstitusional. Usut pihak-pihak yang” diduga” berupaya mengganti Pancasila melalui RUU HIP. Ini adalah palanggaran terhadap UU No 27 Tahun 1999.

Tidak secara otomatis penyusun draft RUU jadi tersangka. Sabar! Perlu didalami motif dibalik usulan RUU HIP. Juga motif mengapa ngotot menolak TAP MPRS No 25 Tahun 1966.

Di parlemen, penolakan sudah dilakukan oleh dua fraksi yaitu PKS dan Demokrat. Dua fraksi ini tak mau tanda tangan untuk melanjutkan pembahasan RUU HIP di DPR. Bagaimana fraksi yang lain?

PDIP? Publik tahu PDIP yang paling bersemangat bahas RUU HIP. Ketika maklumat MUI keluar, PDIP tetap ingin melanjutkan. Lakukan negosiasi. Membuka diri untuk memasukkan TAP MPRS No 25 Tahun 1966. Tapi minta larangan radikalisme dan khilafaisme juga dimasukkan. Ha? Publik kaget

Sejumlah pengamat menganggap bahwa sikap PDIP blunder. PDIP “seolah” ingin menghadapi gelombang kemarahan umat Islam. Sikap PDIP mendapat reaksi keras. Protes dan demo makin masif di berbagai daerah.

Nasi sudah jadi bubur. Isunya saat ini, bukan revisi RUU HIP dan memasukkan TAP MPRS No 25 Tahun 1966. Tapi umat menolak RUU HIP dan minta ada pengusutan.

Selain batalkan, Umat Islam melalui MUI menegaskan untuk menuntut para oknum diusut. Tuntutan MUI ini mendapat dukungan dari banyak kalangan.

Tuntut! “Usut” dengan tuntas siapa oknum yang secara sengaja membuat draft RUU HIP dan menolak memasukkan TAP MPRS No 25 Tahun 1966 itu. Adakah punya maksud dan sengaja menggiring RUU HIP ini untuk menghidupkan kembali PKI? Jika terbukti, maka harus ada pertanggungjawaban.

Jakarta, 21 Juni 2020

Oleh: Tony Rosyid
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)