SULSELBERITA.COM. Makassar - Kota Makassar akan resmi memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 24 April hingga 7 Mei mendatang. Dengan diawali sosialisasi dan masa uji coba. Siapkah pemerintah dan masyarakat menjalankan aturan PSBB ini? Terutama terkait kesediaan pangan selama PSBB ini berlangsung.
Dalam situasi cadangan pangan nasional khususnya wilayah regional Sulawesi Selatan yang sangat terbatas, strategi menjaga kelangsungan sistem produksi pangan merupakan kunci suksesnya kebijakan dalam berperang melawan pandemi virus korona. Apalagi, belum ada yang tahu pasti, kapan ”pertempuran” global melawan Covid-19 akan berakhir.
Dengan demikian, penerapan strategi manajemen ketahanan pangan jangka pendek, menengah dan panjang sangat diperlukan. Secara garis wilayah, keadaan masyarakat Sulawesi Selatan pun masih beruntung, serangan virus korona datang saat negeri ini sedang panen raya padi.
Data Kementerian Pertanian khususnya wilayah Sulawesi Selatan menunjukkan, target produksi padi di tahun 2020 sebanyak 5,15 juta ton gabah kering giling (GKG), setara 17,26 juta ton beras. Dengan asumsi angka konversi padi ke beras dipanen saat musim hujan 30 persen, berarti dari tiap 100 kilogram GKG yang digiling akan menghasilkan 30 kilogram beras.
Namun, jangan senang dulu. Ketahanan beras 8,5 bulan itu dalam hitungan bulan berjalan, untuk masa panen Januari-Juni 2020.
PSBB dan Kesiapan Stok Pangan
Buruh tani berada di antara padi yang telah menguning siap panen di Kabupaten bone, sidrap & takalar, Sulawesi Selatan. Keberlangsungan tanam dan panen ini juga menjadi bagian dari ketahanan pangan di tengah kondisi wabah virus korona yang berlangsung lama.
Sekarang ini, masih awal April 2020, musim panen baru tiga bulan berjalan. Artinya ketersediaan beras riil, baru 50 persen atau hanya cukup untuk konsumsi 4 bulan 7 hari.
Harus di ketahui, tersebar dimana stok beras sebanyak itu? Yang pasti bukan di tangan atau dalam penguasaan pemerintah baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Stok pemerintah
Bagaimana dengan stok beras pemerintah? Stok beras pemerintah ada di Perum Bulog. Data Bulog menunjukkan, sampai awal Maret 2020 stok beras di Perum Bulog sebanyak 800 ton yang tersebar di beberapa unit gudang Bulog.
Stok beras di Bulog tidak mungkin cukup. Paling hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan di beberapa wilayah selama 18 hari.
Dengan kata lain, ketahanan beras khususnya Sulawesi Selatan baik yang di lapangan atau pun di Bulog, maksimal hanya cukup untuk makan kurang dua bulan ke depan, kalau tidak lagi ada panen dan produksi. Walau mungkin, ada sedikit tambahan dari sisa stok tahun lalu di pasar.
Kebiasaan petani, akan menyimpan sebagian hasil panen mereka untuk cadangan pangan keluarganya. Juga untuk modal usaha musim tanam berikutnya.
Mereka biasa menyimpan gabah minimal setara 3-6 bulan konsumsi keluarga.
Di mana lagi yang lainnya? Tentu sebagian masih ada di penebas, tengkulak, penggilingan kecil dan sebagian penggilingan besar, juga pedagang. Tentu sebagian kecil ada di masyarakat, untuk stok dapur beberapa hari.
Dari total ketersediaan beras 4 bulan 7 hari, yang sudah kita konsumsi secara wilayah selama tiga bulan (Januari-Maret 2020), setara 4,8 juta ton.
Dengan kata lain, sisa beras dari panen tiga bulan itu yang belum dikonsumsi (cadangan beras wilayah), hanya cukup untuk makan selama 1 bulan 7 hari ke depan.
Bukankah masih ada mi instan dan bahan pangan lokal lain seperti sagu, singkong, dan ubi jalar?
Itu betul. Mi instan dan pangan lokal lain selama ini memenuhi kebutuhan 15 persen di luar konsumsi rutin beras wilayah. Akan tetapi, karena kita tidak pernah mendengar ada surplus pangan lokal dan mi instan yang berlebihan tiap tahun, maka kita anggap saja ketersediaan mi instan dan pangan habis dimakan.
Siapa pun yang saat ini menjadi pemimpin pemerintahan provinsi, bukan saja ekonomi sebaiknya menempatkan masalah ketahanan beras ini sebagai faktor penentu kebijakan dalam menanggulangi sebaran virus korona. Kebijakan harus tetap merata agar tidak terjadi gejolak sosial disusul gejolak ekonomi dan politik.
Produksi jadi kunci
Pemerintah harus melihat dari perspektif ketahanan beras, harus dipahami kalau kebijakan Pemerintah dalam mengatasi serangan virus korona tidak serta-merta emosional dan panik dengan melakukan PSBB secara menyeluruh. Namun, sebaiknya dilakukan pendekatan yang sedikit berbeda tergantung wilayahnya.
PSBB yang nantinya dijalankan dengan ketat dan masif, Sekiranya ada penentuan beberapa daerah untuk menjadi penyandang pangan & kebutuhan pokok selama pemberlakuan psbb, sehingga akan mudah nantinya pemenuhan cadangan ketika terjadi kontraksi masyarakat di setiap wilayah.
Tetap di perhatikan, berangkat dari penerapan PSBB nantinya juga, sistem pemenuhan sembako di setiap wilayah yg terkena dampak harus tetap merata agar penerapan & aturan bisa berjalan massif apalagi sudah akan mendekati waktu ramadhan.
Oleh :
Muh. Syahrudin Syair, S.Hut
Dewan Kehormatan Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM)