OPINI : Covid-19, Dilematis Kesehatan dan Ekonomi : Manakah yang Perlu di Selamatkan?

549

SULSELBERITA.COM - Covid-19 hingga hari ini masih menjadi trending topik dalam perbincangan masyarakat hampir di seluruh dunia, sejak dinyatakan sebagai pendemi atau wabah global oleh WHO (World Health Organization). Kalangan akademisi, mahasiswa, politisi, ulama hingga ibu rumah tanggapun turut angkat bicara terkait virus ini, memberi kritik, saran dan solusi.

Virus Corona telah menjangkit lebih dari 199 negara.  Selasa (31/3/2020) terdapat 781.485 kasus terkonfirmasi positif dengan jumlah kematian mencapai 37.578 kasus dan 164.726 pasien yang dinyatakan sembuh di dunia. Di Indonesia sendiri sebanyak 1.528 orang yang dinyatakan positif. Kasus ini diperkirakan akan terus bertambah jumlahnya. Jika melihat presentase masyarakat yang terpapar setiap harinya,  angka ini akan terus membludak, dan akan sulit ditangani dikemudian hari.

Advertisement

Demikianlah skenario terburuk jika pemerintah tidak mengambil sikap tegas dalam menangani kasus ini.
Alih-alih bersikap tegas, pemerintah sedang dilema dalam menentukan solusi yang paling mujarab dalam menangani kasus ini.  Di satu sisi harus menyelamatkan jutaan nyawa rakyatnya dan di sisi lain perlu untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi. .

Akibat virus corona, perekonomian dan perdagangan global tengah anjlok drastis dan berimbas pula dengan perekonomian disejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia. Diprediksi pertumbuhan ekonomi global akan terus melambat dan tentunya perekonomian Indonesia akan ikut longsor setelah hantaman wabah corona.
Kebijakan Social Distancing (pemberian jarak sosial) atau Physical Distancing (pemberian jarak fisik) menjadi pilihan pemerintah sebagai upaya menepis penyebaran corona,  sekaligus agar sistem ekonomi masih dapat berjalan.

Segala aktivitas masyarakat kini mulai dibatasi, terkhusus yang melibatkan massa yang banyak. Masyarakat kini dihimbau untuk belajar, berkerja dan beribadah di rumah. Kemudian deretan perusahan, warung dan pusat perbelanjaan ditutup atau dibatasi sementara waktu. Sehingga puluhan pegawai atau karyawan harus berhenti berkerja. Terlebih lagi para pedagang, ojek, tukang becak dan angkot juga ikut merasakan sepinya penumpang dan pembeli karena masyarakat kini lebih banyak berdiam diri di rumah, Akibatnya, perputaran ekonomi semakin lesuh.

Namun masalah terbesarnya bukan pada sektor ekonomi saja. Masyarakat perlu tahu dan sadar bahwa wabah yang tengah kita hadapi tidak boleh disepelekan. Covid-19 adalah masalah kemanusiaan.  Terdapat masalah kesehatan yang perlu ditangani secara serius.

Kebijakan Social Distancing dan Physical Distancing dinilai tidak lagi efektif. Kini sudah saatnya pemerintah memberlakukan Lockdown atau karantina total di seluruh wilayah Indonesia sebagai upaya memutus rantai penyebaran covid-19 ini.

Pemerintah tidak boleh lagi dilema dan bersikukuh tidak memperlakukan lockdown. Setelah menyaksikan ratusan masyarakat berjatuhan, ditambah fasilitas rumah sakit yang tidak lagi dapat menampung pasien,  jumlah tenaga medis yang minim,  bahkan lebih parahnya para petugas medis ikut menjadi korban karena keterbatasan APD (Alat Pelindung diri).  Sejumlah dokter dan perawat harus gugur di medan juang melawan covid-19 karena sikap pemerintah yang tidak solutif.

Presiden Ghana Bapak Nana Addo Dankwa Akufo-Addo, memilih melakukan lockdown dan memproritaskan rakyatnya ketimbang ekonomi dalam menghadapi pandemi Covid-19.  Melalui kata-katanya yang viral “kami tahu cara menghidupkan perekonomian, yang kami tidak tahu adalah cara menghidupkan kembali manusia”. Ini dinilai keputusan berani yang harus dicontoh oleh pemimpin-pemimpin negara di dunia termasuk presiden Indonesia.

Persoalan ekonomi tentu menjadi pertimbangan berat bagi negara miskin seperti Indonesia dalam memberlakukan kebijakan lockdown atau karantina wilayah. Sebab terdapat beban anggaran dan beban biaya cukup besar yang harus dipikul negara sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang karantina wilayah. Namun tentu kita tidak ingin lagi melihat ratusan korban berjatuhan dan ribuan masyarakat yang belum terdeteksi karena keterbatasan medis.

Pemerintah sudah saatnya mundur dari ambisi untuk membangun ibu kota baru, dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk persiapan karantina wilayah dan memprioritaskan sektor kesehatan. Dengan ini pemerintah tak perlu lagi menambah utang negara dan mengeluarkan Perpu untuk menambah defisit APBN dari Produksi Domestik Bruto (PDB) 3% menjadi 5%. Dengan tetap memanfaatkan Anggaran yang ada.

Pemerintah pusat dapat pula mengeluarkan kebijakan pemotongan gaji aparat seperti yang dilakukan beberapa pemimpin negara dan kepala daerah di Indonesia. Pemotongan gaji, baik presiden, mentri, staff, PNS dan seluruh pegawai pemerintahan untuk masalah kemanusiaan.

Saat ini masyarakat sudah turut serta berkontribusi secara materil, menggalang donasi untuk membantu penanggulangan pandemi corona, tinggal pemerintah yang perlu mengambil langkah alternatif lainnya yang tepat sasaran dengan berkaca pada kondisi masyarakat. Pemerintah tak boleh berada di tengah, ingin menjaga stabilitas ekonomi dan kesehatan disaat bersamaan. Mau tidak mau ekonomi akan tetap loyo, perdagangan tetap terbengkalai dan segala aktifitas bisnis akan berhenti.

Sisi kemanusiaan tetap harus menjadi prioritas utama, agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan.  Lupakan warisan ibu kota baru. Alih-alih meninggalkan warisan ibu kota, jangan sampai malah menjadi catatan kelam negara yang tidak becus dalam melawan pendemi global yang tengah melanda negara kita. Selanjutnya, perlunya kerjasama seluruh elemen,  baik pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama  menghadapi dampak yang timbul akibat virus corona ini. Mari untuk saling menguatkan, berusaha, berdoa dan berikhtiar dengan segala kemampuan yang kita miliki dalam membasmi virus covid-19.

Penulis : Zulfikran
(Sekretaris Bidang Organisasi PC IMM Kota Makassar)

"Tulisan tanggung jawab penuh penulis"