SULSELBEEITA.COM. Makassar - Dari 24 kabupaten/kota Sulawesi selatan, terdapat 20 kabupaten/kota yang terkena dampak bencana ekologis. Bencana yang sering dirasakan oleh rakyat Sulawesi selatan yakni Banjir, Abrasi, Kebakaran hutan, Longsor dan Angin Puting Beliung.
Dari 6 jenis bencana ekologis Sulsel, yang paling sering dirasakan rakyat adalah angin puting beliung sebanyak 40 kali atau setara dengan 46,5 % dari 80 kejadian bencana ekologi sepanjang 2019. Disusul dengan banjir sebesar 29,1 %, tanah longsor 9,3 %, kebakaran hutan 7,0 %, kekeringan 5,8 % dabn terakhir abrasi/gelombang air laut sebesar 2,3 % dengan jumlah korban dari bencana ekologis ini sebanyak 1.032.852 jiwa.
Hal ini disebabkan eksploitasi sumberdaya alam dan perusakan lingkungan yang berlebihan dalam meraup keuntungan tanpa memikirkan keberlanjutan lingkungan dan keselamatan hidup rakyat.
Rentetan bencana ekologis Sulawesi selatan dari tahun ke tahun semakin meningkat, Sepanjang sejarah Sulsel, bencana ekologis yang paling parah pada bulan Januari 2019 yang menimbulkan banyak kerugian baik secara materil maupun non materil. Kerugian secara meteril dari bencana ekologis ini kebanyakan di tanggung oleh masyarakat sendiri dengan nilai kerugian sebesar 2,3 Trillun Rupiah atau setara dengan 25 % anggaran pendapatan dan belanja daerah (APDB) Sulsel dan atau setara dengan seluruh jumlah biaya untuk pendidikan di Sulawesi selatan.
Hal ini terjadi disebabkan jumlah tutupan hutan daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang di Kabupaten Gowa hanya sebesar 16,82 %, seharus luas tutupan hutan sebagai catchment area atau daerah resapan air 30 % dari luas DAS Jeneberang. Bencana banjir ini menyasar di beberapa kabupaten/kota di Sulawesi selatan seperti, Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto.
Bencana ekologis diatas, sampai detik ini belum ada perhatian serius dan belum ada respon baik dari pemerintah provinsi Sulawesi selatan. seharusnya fakta ini menjadi landasan pemerintah untuk memperbaiki dan memulihkan kembali lingkungan yang sudah terlanjur rusak.
Berdasarkan uraian ini, pemerintah Sulsel perlu membuat strategis baru dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan menyelamatkan hidup rakyat dengan mereviuew kembali semua perizinan yang berpotensi merusakan lingkungan dan keselamatan hidup rakat. Jika hal ini tidak dilakukan secapatnya, bencana ekologis akan tetap ada.
Terakhir yang ingin saya katakan adalah “Tidak Ada Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Di Tengah Kerusakan Lingkungan Hidup”. Artinya apa, bahwa jika kerusakan lingkungan hidup terus terjadi, maka pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat tidak akan perada. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat akan ada jika lingkungan hidupnya baik.
Narahubung :
Sulfitra Aswan 082 291 927 571