SULSELBERITA.COM. Takalar - Menanggapi isu bahwa diskusi yang digelar organisasinya soal pemikiran Ahmad Wahib dicap sebagai radikal ekstrimis, Ketua Umum Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Kabupaten Takalar, Ahmad Abdul Basyir angkat bicara, Ahad (02/11/2019) sore.
"Kok diskusi buku dianggap radikal, belajar dari mana? Apa lagi buku catatan harian Ahmad Wahib ini kan buku yang sering di diskusikan oleh kalangan aktivitas mahasiswa muslim, hehehehe..." Ujar Ahmad sambil terkekeh.
Menurut Ahmad, pihak yang menuduh diskusinya sebagai diskusi radikal ekstrimis pasti malas membaca, sebab Ahmad Wahib adalah salah satu pemikir Islam moderat di Indonesia yang kadang disejajarkan dengan Cak Nur dan Gus Dur.
"Pasti dia malas membaca karena tidak tahu bahwa Ahmad Wahib yang kami diskusikan justru merupakan pemikir Islam yang tidak disukai oleh kalangan radikalis ekstrim." Lanjutnya.
SEMMI Takalar menggelar kegiatan diskusi buku sebagai wadah bagi kader - kadernya untuk mengaktualisasikan diri serta menguji hasil interpretasi bacaan yang diperolehnya selama ini.
"Kami membuat diskusi buku ini bagi kader sebagai wadah baginya yang sering membaca buku agar hasil bacaan ini bisa diuji, dan lagian apa yang salah, toh itu menambah wawasan." Imbuhnya.
"Perlu juga kami tekankan bahwa tuduhan pencatutan nama organisasi adalah masalah serius. Nama dan logo yang kami gunakan adalah nama dan logo kami yang punya legaligas hukum." Tegas Ahmad.
Untuk menguatkan pernyataannya, Ahmad menyodorkan dokumen Keputusan MenkumHAM No. AHU-0002545.AH.01.07.TAHUN 2018 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan SEMMI.
"Perlu juga kami terangkan bahwa kami adalah bagian dari front perjuangan ormas Islam tertua, Syarikat Islam Indonesia (SII) sebagai kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh K.H. Samanhudi sejak tahun 1906." Urai Ahmad.
Ahmad juga menjelaskan bahwa dalam perjalanan sejarah, memang sempat muncul organisasi yang bernama Syarikat Islam (SI).
"Tapi Kementerian Dalam Negeri hanya mengakui Syarikat Islam Indonesia (SII) sebagai kelanjutan SDI, bukan yang lain. Lembaga Persaudaraan Ormas Islam (LPOI) juga mengakui hal tersebut." Pungkas Ahmad.