SULSELBERITA.COM. Takalar - Sebuah fakta yang sangat mengejutkan terungkap, bagaimana tidak, ternyata lebih dari separuh warga Kab.Takalar atau 60% masuk dalam kategori miskin.
Hal ini Terungkap berdasarkan data yang ada pada Dinas Sosial Kabupaten Takalar, sesuai rilis dari Kementerian Sosial, dimana dalam data tersebut, jumlah penduduk miskin di daerah berjuluk “Butta Panrannuangku” mencapai angka 42 ribu kepala keluarga (KK).
Kepada awak media, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Takalar, Muhammad Ridwan Tiro mengungkapkan, bahwa data keluarga miskin tersebut dapat dilihat pada Basis Data Terpadu (BDT) yang dirilis Kementerian Sosial.
“Dari 42 ribu rumah tangga miskin tersebut, jumlahnya terdiri dari kurang lebih 124 ribu jiwa. Itu artinya jumlah penduduk miskin di Takalar mencapai 65 persen dari total penduduk Takalar,” Ungkap Ridwan Tiro, Rabu, (26/6/2019).
Namun Ridwan Tiro mengakui jika sesungguhnya data tersebut tidak wajar, baik dilihat dari persentase dan jumlah, maupun dari kondisi riil ekonomi masyarakat Takalar.
“Untuk itu, Karena muncul data yang tidak wajar tersebut, maka Bapak Bupati Takalar mengharapkan Dinas Sosial melakukan pendataan ulang pada 100 desa dan kelurahan melalui operator yang ada di setiap wilayah,” kata Ridwan.
Para operator kini sedang melakukan verifikasi data dengan cara mensinergikan data faktual dan data valid, dan setelah itu data terbaru sesuai fakta di lapangan disampaikan kembali ke Kementerian Sosial melalui SIC-NG.
Ridwan mengatakan, data yang pada Basis Data Terpadu (BDT) di Kementerian Sosial tidak serta-merta dapat diubah meskipun Dinas Sosial Kabupaten sudah mengirimkan data baru yang valid, karena proses perubahannya harus melalui proses sistem yang terpusat di Kementerian Sosial.
Kadis Sosial Kabupaten Takalar mengaku menyadari bahwa untuk penanggulangan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Takalar dengan jumlah yang begitu signifikan, perlu ada keseriusan dari pemerintah daerah, khususnya instansi terkait.
“Dalam membuat sebuah kebijakan harus ada sinergitas antar-Organisasi Perangkat Daerah (OPD), utamanya dalam membuat program-program pemberdayaan, karena satu-satunya program yang bisa mengentaskan kemiskinan adalah pemberdayaan. Ego sektoral harus dihilangkan,” tandas Ridwan.
Ia kemudian mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan pemkab Takalar dalam menurunkan angka penduduk miskin, yaitu melakukan identifikasi yang aktual dan faktual terhadap BDT secara menyeluruh, melakukan verifikasi inventarisasi terhadap jenis pekerjaan dan kebutuhan dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, singkronisasi program pemberdayaan dengan memperhatikan kebutuhan, keahlian, dan keterampilan.
Selain itu, OPD terkait mengambil bagian berdasarkan data orang miskin melalu data yang ada dalam BDT.
“Sebagai catatan pikiran kami, Takalar tidak pernah berubah karena penggunaan data yang belum maksimal, adanya ego sektoral, serta pemberian bantuan berdasarkan politik kedekatan tanpa memperhatikan kemampuan dari yang diberi,” tutur Ridwan.
Yang dilakukan selama ini, katanya, hanyalah mengurangi beban saja, seperti pemberian beras sejahtera (Rastra), program keluarga harapan (PKH), dan bantuan lainnya.
“Bukan menyelesaikan atau mengurangi masalah, tetapi hanya dapat membantu secara tidak tuntas. Maka pemeritah daerah harus membuat kebijakan singkronisasi dalam hal program pemberdayaan,” kata Ridwan.
Dengan target meningkatkan kesejehtaraan 42 ribu keluarga miskin di Kabupaten takalar, lanjutnya, maka setiap tahun diprogramkan meningkatkan kesejehtaraan 10 ribu keluarga miskin, sehingga dalam jangka waktu empat tahun akan bisa menuntaskan atau paling tidak bisa mengurangi jumlah keluarga miskin di Kabupaten Takalar.