SULSELBERITA.COM. Makassar - Syahrul (16 thn), seorang pelajar SMK Negeri 2 Makassar, akhirnya meregang nyawa setelah beberapa hari sebelumnya dihajar oleh seorang oknum polisi di Bontoduri lorong 6.
Kasus penganiayaan hingga berujung pada kematian terhadap Syahrul (16) ini, sampai sekarang masih belum menemukan titik terang.
Kronologis kejadian menurut "M" (16 thn) rekan korban, yang juga merupakan saksi mata di TKP, menuturkan kronologis penganiayaan yang menimpa rekannya tersebut kepada awak Media.
"Kejadian itu di Bontoduri lorong 6, saat itu saya melihat ada seorang oknum berpakaian Polisi dan seorang Banpol (Bantuan polisi) yang mendatangi korban dan menendangnya" ujar rekan Syahrul, beberapa waktu yang lalu
Lanjut di tuturkan M, "saat itu saya dan korban sedang asyik nongkron, saya lagi bermain gitar, sedangkan Syahrul hanya duduk saja, tak lama kemudian datanglah seorang oknum yang berpakaian polisi tersebut, dan mengaku bertugas di Polsek Tamalate, dia dan rekannya kemudian menggeledah tubuh korban lalu ditemukan Lem Fox di kantung celana korban".
"Korban mau di bawa ke rumahnya, lalu dia bilang rumahnya di Manuruki, setelah itu dia bilang lagi di Mamoa. Mungkin karena berbelit-belit akhirnya dia ditendang dibagian pahanya", ungkap M.
Saat Kejadian tersebut, beberapa orang warga sempat melihat perbuatan oknum terhadap korban, tetapi mereka tak bisa berbuat apa-apa, termasuk ibu M yang menyuruhnya untuk pulang.
"Jadi saya hanya bisa melihat korban ditendang di bagian paha kirinya, karena saya langsung disuruh pulang, saat itu banyak orang yang melihat" tambah M
Peristiwa yang menimpa Syahrul terjadi pada hari Rabu, tanggal 13 September 2017, di Jalan Bontoduri lorong 6 Makassar, sekitar Pukul 21.00 Wita.
Sebelum meninggal, Syahrul sempat bersekolah selama empat hari. Tetapi pada tanggal 22 September 2017, ia pun terpaksa harus di bawa ke Puskesmas Andi Tonro, Tamalate, lantaran korban mengeluh sakit pada bagian paha kirinya, bekas tendangan oknum polisi.
Sesampainya di Puskesmas, rasa sakitnya semakin parah, hingga akhirnya korban dilarikan ke RS Bhayangkara pada 23 September 2017, oleh orang tuanya.
Selama dirawat empat hari, ia pun menceritakan kepada orang tuanya, bahwa ia sempat dipukuli oleh oknum polisi beberapa hari yang lalu. Hingga pada akhirnya korban menghembuskan nafas terakhir
Kapolsek Tamalate, Kompol Muhammad Aris, saat dikonfirmasi melalui via telepon, Rabu, (25/10/2017) sekira pukul 20.00 Wita, mengatakan, bahwa kasus yang menyangkut oknum polisi tersebut, telah ditangani oleh Polrestabes Makassar
Dan juga telah ada kesepakatan damainya, dan Brigpol Mulyadi juga sudah memiliki itikad baik dan akan bertanggung jawab.
Karena itu, Kompol Muhammad Aris menilai bahwa kasus tersebut tak perlu dibesar-besarkan lagi.
"Saya janji akan melakukan pemanggilan kepada Kanit Binmas untuk mempertanyakan sejauh mana masalah ini, dan apakah oknum tersebut telah beritikad baik untuk menemui keluarga korban." kata Aris dibalik suara telpon.
Sementara itu, menurut orang tua korban, Basineng, yang dikonfirmasi secara terpisah melalui via telepon,juga Rabu, (25/10/2017) sekira pukul 20.35 Wita.
Basineng hanya menunggu itikad baik dari oknum polisi yang menganiaya dan menyebabkan anaknya tewas.
"Satu pun diantara mereka tak ada yang datang. sampai sekarang itu hanya janji dan wacana saja, padahal kami cuma ingin bertemu dan berdamai, bagaimana bisa damai?" kata Basineng. dengan nada lirih.
Lantaran itikad baik itu tak kunjung datang. Pihak keluarga pun akhirnya
melaporkan oknum tersebut ke Polrestabes Makassar
Dan laporan polisi pun diterima, Senin, (23/10/2017), yang sebelumnya laporan tersebut sempat ditolak disebabkan karena saksi belum mencukupi.
"Kemarin sempat terkendala pada saksi tetapi kini sudah cukup" ujar orang tua korban
Basineng juga berharap, agar kiranya kasus ini bisa diproses secepatnya, apabila tidak ada itikad baik dari oknum polisi tersebut
"Semoga hatinya terbuka, kami masih membuka diri dan menerima untuk damai. Kalau pun tak mau tidak masalah" tutupnya via telpon.