Apa Kabar Buru Hari Ini

105

SULSELBERITA.COM – Belakangan ini kita banyak mendengar berita tentang pekerja/buruh yang telah dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dari pandemi covid-19 ini yg sudah mencapai kuang lebih 2 juta orang.

Berdasarkan data Kemenaker per 20 April 2020, terdapat 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan kena (PHK) akibat dari  pandemi covid 19 ini.

Saya rasa ini angka yang cukup besar dan ini akan menjadi masalah besar nantinya, karna kenapa?setelah pandemi covid 19 ini berakhir atau keadaan kembali normal kira-kira apa yg akan pemerintah lakukan? Bagaimana nasib buruh yg di (PHK) dan yg dirumahkan? karna tidak ada jaminan bagi mereka buruh yg di (PHK) bahwasanya setelah keadaan kembali normal mereka akan kembali diterima di tempat kerjanya masing-masing.

Pemerintah dalam hal ini mentri ketenagakerjaan  sedang melakukan berbagai langkah alternatif untuk menghindari (PHK),diantaranya menyarankan melakukan pengurangan upah,mengurangi shift kerja,mengurangi  hari kerja,mengurangi jam kerja, dan meliburkan buruh secara bergantian untuk sementara waktu. dibandingkan (PHK) ,saya kira langkah yg diambil pemerintah itu belum tepat,karna knapa? krna nyatanya sampai hari ini jumlah buruh yg di (PHK) itu terus meningkat.

Pemerintah kemudian membuat program kartu prakerja katanya untuk mengantisipasi para buruh yg di phk,menurut saya ini juga merupakan  bukan solusi yg tepat karena kartu pra kerja yg diluncurkan itu tidak sebanding dengan pekerja/buruh yg di rumahkan dan di (PHK).
Berarti kita dapat menyimpulkan bahwasanya pemerintah itu kemudian gagal dalam hal mengatasi masalah yg terjadi saat ini

Lalu kita lihat lagi,belum selesai masalah diatas pemerintah malah sibuk membahas omnibuslaw ditengah pandemi ini,ada apa? Ruu cipta kerja juga yg nantinya akan memperpanjang barisan para buruh yang di (PHK). Dan hanya akan menyengsarakan buruh sampai tujuh turunan.

Padahal seperti yg sama-sama kita ketahui bahwasanya negara dalam hal ini pemerintah itu  hadir untuk mengakomodir kepentingan dan  permasalahan  yg terjadi di masyarakat,tapi nyatanya hari ini pemerintah kurang tegas dalam menyikapi  permasalahan yang terjadi saat ini.

Pemerintah seharusnya lebih mengedepankan apa yg telah di atur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam pasal 151 ayat (1) disebutkan bahwa pengusaha,pekerja/buruh,serikat pekerja/serikat buruh ,dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja(PHK).
Pasal 151 ayat (2) menjelaskan bahwa jika pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindarkan wajib di rundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yg bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Ketentuan daripada pasal 151 ayat (1) dan (2) itu berarti PHK tidak dapat dilakukan secara sepihak melainkan harus melalui perundingan terlebih dahulu. kemudian,apabila hasil perundingan tidak menghasilkan persetujuan ,pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyesuaian perselisihan hubungan industrial. yang dimaksud disini adalah mediasi ketenagakerjaan ,konsoliasi ketenagakerjaan, dan arbitrase ketenagakerjaan .Nahhh ketika pemutusan hubungan kerja tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial berarti itu menjadi batal demi hukum. yang berarti ,secara hukum (PHK) tersebut belum terjadi.

Ini yang seharusnya menjadi landasan pemerintah untuk menekan pengusaha agar tidak seenaknya saja melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti yang telah di atur dalam UU ,bukan malah hanya sekedar menghimbau pengusaha agar tidak melakukan (PHK) dan merumahkan karyawannya.

Indonesia ini katanya negara hukum yang sudah seharusnya menjalankan apa yang telah diamanatkan dalam UU. betapa bobroknya suatu negara akibat dari penciptaan aturan lalu tidak menegakkan aturan tersebut.

Tapi ahhh sudahlahh saya cuman mau bilang selamat hari buruh

Penulis : Ramadhani.m 

(Ketua HMJ PMH UINAM)

*Tulisan tanggungjawab penuh penulis*